Chereads / Baron, The Greatest Animagus (Indonesia) / Chapter 3 - 3. Mencoba Pizza

Chapter 3 - 3. Mencoba Pizza

Neyan menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya perlahan. Tampaknya wanita itu berusaha untuk sabar menghadapi Baron yang keras kepala.

"Aku hanya mengingatkanmu, betapa bahayanya jika kamu sering-sering berpetualang ke dunia manusia. Ayahku memberitahuku bahwa di dunia manusia ada banyak The Catcher yang ditempatkan untuk mengejar The Animagus seperti kita."

"Tenang saja, mereka tidak berhasil menangkapku," ujar Baron enteng.

Neyan memicingkan matanya sambil menatap Baron tak percaya. Lalu ia mendekat dan meraih pipi Baron yang sudah sembuh. Hidungnya mengendus-endus sesuatu. "Badanmu bau sekali."

"Aku … aku memang belum mandi," kata Baron tidak peduli. Mendadak wajahnya menjadi kemerahan karena malu. Perlahan ia mencium bau tubuhnya yang memang tidak sedap.

"Tidak," tukas Neyan. "Aku mencium sesuatu yang terbakar. Kamu pasti habis terkena sengatan listrik dari The Catcher." Neyan memperhatikan tubuhnya dari atas ke bawah.

"Ah, apa yang kamu katakan, Neyan? Kamu ini senang sekali bercanda," ucap Baron sambil terkekeh.

Namun, sesungguhnya Baron merasa tegang karena diperhatikan seperti itu oleh Neyan. Cara Neyan menatap Baron bagaikan mesin pemindai yang pernah ia lihat di dunia manusia.

"Ya. Kamu pasti nyaris tertangkap oleh mereka. Pipimu masih belum benar-benar pulih." Neyan menunjuk pipi Baron dan kemudian menekannya.

"Ouch! Dari mana kamu tahu?" tanya Baron sambil mengusap-usap pipinya.

Neyan memejamkan matanya, lalu ia menarik napas dalam-dalam. Seketika, tubuhnya bersinar kehijauan. Semakin lama sinar hijau itu menjadi semakin terang.

Lalu Neyan membuka matanya. Ia meniupkan bubuk ajaib dari tubuhnya ke arah Baron. Bubuk itu berwarna hijau dan melekat ke tubuh Baron. Tiba-tiba saja, Baron merasa dirinya menjadi semakin kuat dan sehat. Tubuhnya tidak terasa sakit lagi.

Neyan memiliki kekuatan yang istimewa untuk menghasilkan bubuk ajaib yang bahkan lebih hebat daripada serbuk ajaib yang berasal dari bunga Mamesein. Tidak banyak Animagus yang tahu tentang hal ini. Itu adalah sebuah rahasia besar.

"Neyan, seharusnya kamu tidak melakukan ini padaku. Bagaimana jika ada yang melihat kita?" Baron menatap Neyan. Ia merasa sangat khawatir.

"Tidak apa-apa. Di tempat ini hanya ada aku dan kamu. Majer ada di luar. Jika ada yang menjadi pengkhianat, berarti Majer orangnya."

"Kamu tidak bisa menuduhnya seperti itu. Itu tidak adil." Baron menyipitkan matanya dengan perasaan tidak suka.

"Tidak usah khawatir. Semuanya akan baik-baik saja," ujar Neyan sambil tersenyum tipis. "Aku tidak akan menyalahkan Majer begitu saja. Nah sekarang, bagaimana perasaanmu?" Neyan menyentuh pipi Baron.

Namun, Baron menepis tangan Neyan dengan cepat. "Aku merasa lebih baik. Terima kasih."

Senyuman Neyan melebar dan ia tampak sangat cantik dan manis. Ya, memang wajah Neyan itu sangat cantik.

Rambutnya berwarna coklat kemerahan dan panjang bergelombang. Kulit tubuhnya berwarna putih. Namun, sekarang ini ada bercak-bercak hijau, merah, dan oranye di tangan dan kakinya. Bercak itu hanya muncul ketika Neyan baru saja melepaskan kekuatannya untuk mengeluarkan bubuk ajaib.

Neyan adalah seorang putri bangsawan yang sangat sempurna untuk dijadikan istri. Namun, bagaimanapun juga Baron tidak pernah sedikit pun menaruh perasaannya pada wanita itu.

Baron merasa tidak pantas untuk memilikinya sebagai istri. Neyan tidak lebih hanya sekedar adik baginya. Mereka tumbuh bersama di lingkungan istana. Aneh rasanya jika suatu hari nanti Neyan menjadi pendamping hidupnya.

Neyan menatap kembali ke arah kotak pizza di meja. Baron jadi merasa tidak enak hati.

"Neyan, apa kamu mau mencoba pizza?"

Neyan tersenyum gembira. "Tentu saja. Aku ingin sekali mencobanya."

Baron mengambil satu potong pizza dan menyerahkannya pada Neyan. Wanita itu tampak bingung. Sepertinya, ia tidak tahu bagaimana cara memakannya.

"Baron, aku harus bagaimana?"

"Buka mulutmu, lalu makan," jawab Baron dengan sabar.

Neyan mengendus-endus pizza itu dengan hidungnya. Lalu ia memasukkan pizza itu ke dalam mulutnya dengan ragu-ragu. Ia menggigitnya sedikit sambil mengernyit.

"Bagaimana rasanya?" tanya Baron penasaran.

Neyan mengangguk-angguk sambil mengunyah. "Hmmm … Aneh."

Baron nyengir lebar. "Cobalah untuk menggigitnya lebih banyak."

Neyan menyeringai. "Apa kamu yakin?"

"Yeah, cobalah. Kamu baru bisa merasakan kenikmatan pizza setelah kamu mengunyahnya dengan benar."

Neyan mengedikkan bahunya. "Baiklah."

Neyan pun menggigit lagi pizza itu dengan gigitan yang lebih besar. Ia menutup matanya sambil mengunyah. "Hmmm … Lumayan. Rasanya agak asin dan aromanya tidak begitu sedap."

Baron menarik kembali pizza itu dari tangan Neyan dan meletakkannya di kotak. "Kamu tidak seharusnya memakan pizza."

"Kenapa?"

"Kamu seharusnya makan makanan bangsawan. Apa kamu mau agar aku bawakan bunga Mamesein untukmu?" Baron menawarkan diri. Ia takut jika Neyan sampai sakit gara-gara memakan pizza.

"Terima kasih, Baron. Kamu baik sekali, tapi aku sudah makan tadi. Pizza ini lumayan. Ya, anggap saja itu sebagai pengalaman. Setidaknya, aku akhirnya mencoba makanan manusia."

Akhirnya, mereka pun berjalan keluar dari rumah Majer. Baron melihat ke sekeliling dan tidak menemukan sahabatnya itu. Mungkin Majer sedang pergi berburu.

Baron merasa canggung berjalan berduaan dengan Neyan. Bisa saja Neyan berubah menjadi burung dan terbang melintasi alam, mencari bunga Mamesein untuk dirinya sendiri. Atau bisa saja Baron melompat sejauh ratusan meter dan tiba di padang bunga lebih dulu.

Setidaknya, Baron menghargai Neyan sebagai seorang putri. Mereka bisa berjalan-jalan dengan santai sambil menikmati indahnya cahaya matahari yang bersinar keemasan karena sebentar lagi senja akan segera tiba.

Waktu di Emporion dan di dunia manusia sangat berbeda. Jika tadi Baron ke dunia manusia dan di sana sudah malam hari, maka di Emporion matahari masih bersinar terik.

Neyan meraih tangan Baron dan menggandengnya. Rasanya aneh. Baron tidak terbiasa bergandengan tangan seperti ini dengannya. Jadi, ia melepaskan tangannya.

Neyan menatapnya heran. "Kenapa kamu melepaskan tanganmu? Apa kamu tidak menyukainya?"

"Maafkan aku, Neyan. Aku tidak terbiasa."

Neyan mendesah. "Pernikahan kita akan digelar beberapa minggu lagi. Kita harus membiasakan diri untuk bersama mulai sekarang."

Meski Baron tidak memberi hormat pada Neyan, tapi ia tidak dapat membantah perkataan Neyan ketika putri bangsawan itu berkata 'sekarang.'

"Baiklah," ujar Baron dengan sangat terpaksa.

Tiba-tiba, Neyan menghentikan langkahnya hingga Baron pun ikut berhenti.

"Ada apa, Neyan?"

Neyan mengeluarkan sayapnya dan kemudian terbang mengangkat tubuhnya sedikit ke udara. Ia merengkuh wajah Baron dan mencium bibirnya.

Baron terkejut. Ia tidak menyangka jika sang putri akan menciumnya. Ia merasakan ada getaran aneh di dalam tubuhnya. Sungguh, saat itu, Baron merasa sangat tidak nyaman berciuman dengan Neyan.

Maka dari itu, dengan cepat ia meledak dan berubah menjadi anjing labrador. Neyan pun tampak seperti yang mencium udara kosong.

Setelah itu, Neyan turun ke tanah dan melipat sayapnya. Wajahnya tampak kecewa. Ia mengeluh sambil berjalan cepat mendahului Baron, dan ia pun berjalan mengikuti Neyan dengan patuh.