Chereads / Baron, The Greatest Animagus (Indonesia) / Chapter 2 - 2. Teguran Neyan

Chapter 2 - 2. Teguran Neyan

Dengan sisa tenaga yang ada, Baron berkonsentrasi untuk merubah tubuhnya menjadi beruang. Tubuhnya bertambah satu meter lebih tinggi. Vuit dan Pron tercengang melihat transformasi Baron.

Baron menghajar Vuit dengan cakarnya hingga pria itu terlempar beberapa meter dari sana. Lalu ia mengangkat tubuh Pron ke atas dan menghantamnya ke batang pohon yang besar hingga ia pingsan. Lalu Baron membuang tubuh Pron sembarangan.

Kompas di dadanya bergetar hebat. Itu artinya portalnya sudah sangat dekat. Baron harus berubah menjadi bentuk manusia agar portal itu mengenali sosoknya.

Seketika, ia menyusut dan kembali menjadi dirinya sendiri. Pintu portal pun terbuka, mengenali sosok yang berada di hadapannya. Baron tersedot dan menghilang dari para The Catcher.

Pemandangan di hadapannya berputar kencang. Baron tidak dapat menutup matanya saat cahaya warna-warni melintas bagaikan pelangi. Lalu Baron mengulurkan tangannya, ia ingin meraih cahaya tersebut.

Tiba-tiba, cahaya tersebut memudar. Baron terjatuh dan mendarat di atas pasir putih yang hangat. Ini bukan sembarang pasir, tapi ini adalah bubuk ajaib para Animagus.

Baron cepat-cepat keluar dari sana sebelum ia ditegur oleh para Polvoro. Mereka adalah para petani bubuk yang mengumpulkan bubuk ajaib untuk kebutuhan para Animagus.

Bubuk ajaib itu berguna untuk menyembuhkan luka dan memperbaiki sel-sel yang rusak. Pipi Baron yang tadi tertembak pulih dengan cepat. Lehernya yang tercekik sudah tidak begitu merah lagi.

Namun, kakinya masih terasa pegal karena terkena kaitan besi milik The Catcher. Sengatan listrik yang baru saja dialaminya membuat otot-ototnya masih mengejang kesakitan. Itu bukan masalah, sebentar lagi ia akan segera pulih.

Setidaknya, semua itu bukan perkara yang berat. Baron berhasil kembali dengan selamat.

Dua orang Polvoro melihatnya dengan ekspresi tidak suka. Baron terdiam dulu sejenak hingga bubuk ajaib itu meresap ke dalam tubuhnya.

Sebuah umpatan samar-samar terdengar dari mulut Polvoro itu yang sudah pasti ditujukan pada Baron. Ia tidak peduli mendengar perkataan mereka.

Tiba-tiba, sebuah tamparan mendarat di pipi Baron yang baru saja sembuh. Baron memegang pipinya sambil meringis kesakitan.

"Apa yang—"

"Sudah puas bermain?" tegur Majer.

Majer adalah sahabatnya. Tubuhnya hampir setinggi Baron. Matanya tajam seperti kucing, tapi dia bukan keturunan kucing. Dia adalah Animagus Harimau. Ia kini sedang melotot menatap Baron yang menyeringai seperti anjing labrador.

Jika ada yang bertanya; sebenarnya Baron keturunan apa? Ia pun tidak tahu jawabannya. Bentuk Animagusnya selalu berubah-ubah. Ia bisa menjadi apa saja dan tidak semua Animagus bisa melakukan hal tersebut.

"Aku tidak bermain. Aku punya misi." Baron membela dirinya sendiri.

Majer mendengus. "Misi apa? Kamu membahayakan nyawamu sendiri."

Baron mengeluarkan kantung ajaib berwarna merah marun dari saku celananya. Lalu ia tersenyum nakal sambil mengeluarkan isinya. Majer melebarkan matanya saat sebuah kotak persegi berisi pizza muncul di hadapannya.

"Kamu gila!" seru Majer. Baron khawatir Majer akan mengeluarkan cakarnya yang tajam. "Demi satu dus pizza, kamu sengaja ke dunia manusia?"

"Ssshhh!" Baron menutup mulut Majer dengan tangannya. "Diamlah. Jangan sampai ada yang tahu tentang hal ini."

Majer menurut untuk diam. Ia dan Baron kemudian sama-sama berjalan menuju ke rumah Majer untuk menikmati pizza tersebut. Rumahnya terletak tidak jauh dari hutan.

Langit Emporion tampak biru terang. Sekelompok burung berwarna-warni terbang melintasi alam. Mereka tampak bebas melayang-layang di udara. Terkadang, Baron ingin sekali merubah tubuhnya menjadi burung. Hanya saja, untuk bisa benar-benar terbang, ia harus mempelajarinya dulu.

Emporion adalah tempat terindah di seluruh jagat raya. Udaranya bersih. Air di sungainya jernih, tidak seperti di dunia manusia. Meskipun dunia manusia kotor dan bau, ia dan Majer tetap menggemari pizza.

"Omong-omong, Neyan tahu kalau kamu pergi," ucap Majer sambil mengunyah pizza.

Baron seketika tersedak, lalu ia terbatuk-batuk. Suaranya mirip seperti orang yang tercekik. Ia pun kehabisan napas. Untung saja, Majer segera memberinya air minum.

Akhirnya, Baron menarik napas dalam-dalam dan berkata, "Benarkah?"

Majer mengangguk dengan wajah penuh kemenangan. "Bersiaplah. Sebentar lagi kamu pasti akan menerima omelannya."

Acara makan pizza terasa jadi tidak menyenangkan lagi ketika sebuah sapuan angin menerpa wajahnya. Angin itu berasal dari kepakan sayap Neyan. Hanya beberapa Animagus keturunan bangsawan saja yang sanggup mengeluarkan sayap dari tubuhnya.

Neyan mengangkat dagunya tinggi-tinggi sebelum ia mendarat di lantai. Dengan anggun, Neyan melipat sayapnya. Kemudian, sayap itu tiba-tiba menghilang dari pandangan. Majer langsung menunduk sambil menaruh tangannya di dada untuk memberi hormat.

"Salam, Putri Neyan. Ada apa gerangan Putri Neyan datang ke rumahku?" kata Majer.

Baron membuang wajahnya ke samping, tidak berani membalas tatapan Neyan. Ia sungguh tidak mengharapkan kedatangannya di sini.

"Majer, bolehkah aku berbicara berdua saja dengan Baron?" tanya Neyan dengan suaranya yang merdu bagaikan suara malaikat.

"Tentu saja, Putri Neyan. Saya undur diri dulu," kata Majer. Ia berjalan keluar. Baron masih sempat melihat Majer menoleh ke belakang dan tersenyum licik.

Baron menghela napas. "Ada apa? Kamu sengaja ke sini hanya untuk mencariku?"

"Ya. Aku mencarimu ke mana-mana. Kumar berkata kalau kamu pergi ke dunia manusia," tegur Neyan. "Apakah itu benar?"

Baron berdeham, membersihkan tenggorokannya. Dasar Kumar, penjaga portal yang tidak bisa menjaga rahasia. Baron akan mencabuti jarum-jarum di seluruh tubuhnya agar Animagus Landak itu jera dan belajar untuk menutup mulutnya sekali-kali.

Baron tak dapat memungkiri perkataan Neyan, karena itu memang benar adanya. Lalu, Neyan menatap kotak pizza di meja. Kotak pizza itu sebagai saksi bahwa Baron memang baru saja kembali dari dunia manusia.

"Apa urusanmu?" tantang Baron.

Sulit rasanya untuk bersikap ramah dan sopan pada Neyan. Padahal sebenarnya Neyan adalah putri bangsawan dari Raja Valo, sang penguasa The Animagus dari negeri Emporion.

"Baron, tidakkah kamu hormat sedikit kepadaku? Aku adalah calon istrimu." Neyan protes pada Baron sambil memberengutkan wajahnya.

"Ya, tapi kamu belum resmi menjadi istriku. Lagi pula, aku dan kamu tidak saling mencintai. Kamu tidak berhak mengatur hidupku. Aku bebas pergi ke mana saja yang aku mau."

Neyan mendesah. "Ayahmu, Jendral Shiram, telah berjasa di medan perang. Beliau telah berhasil melumpuhkan The Catcher yang menyerang Emporion. Kamu tahu kan betapa pentingnya kita menjaga tanah ini agar jangan sampai dimasuki oleh The Catcher. Jangan sampai perjuangan ayahmu sia-sia."

"Kamu tidak perlu mengguruiku, Neyan," ujar Baron kesal. Ia menatap Neyan dengan pandangan mata yang tajam. "Dan satu hal lagi, jangan pernah membawa-bawa nama ayahku di hadapanku. Beliau sudah mati."