Tok tok tok!
Ketukan pintu terdengar lagi, kian mengeras. Sasya heran, siapa kiranya si pengetuk pintu.
Tak sabaran sekali pikirnya.
Ceklek!
"Lama amat si buka pintunya." Ujar Bagas ketus. Tanpa di persilahkan masuk, pemuda yang sudah menjadi tetangga Sasya dua bulan lalu duduk di sofa kecil miliknya.
Sasya mengelus dada sabar, ia sudah kebal dengan perilaku kurang ajar kekasihnya.
"Ada apa si malem-malem kesini? Kak Bagas belum makan?" Tanya Sasya penasaran.
Bagas terdiam melihat pemandangan didepannya. Kenapa dirinya baru sadar kalau Sasya itu cantik? Sasya sexy, dan Sasya yang manis.
"Kemana aja lo?!" Bentak Bagas pada dirinya sendiri. Eits.. ini tentu cuma di dalam hati.
"Gua kedinginan, mau yang anget-anget." Jawab Bagas asal.
Sasya mengernyit, kurang paham dengan apa yang dikatakan Bagas tadi.
Perlu diketahui, Sasya memang cantik. Namun jika dia disuruh berpikir, otaknya itu malas sekali.
Bagas yang tak tahan segera mendorong tubuh Sasya ke sofa.
"Kak?" Panggil Sasya gugup.
Bagas menciumi leher Sasya dan menghisap leher gadisnya pelan, mencoba membangkitkan gairah gadisnya.
"Emnh.. kak Bagas." Sasya mencoba menghindar tapi, Bagas malah semakin tertantang untuk menjamah seluruh tubuh Sasya.
Bagas tidak kuat jika dirinya harus berpuasa! Adik kecilnya butuh belaian mesra.
"Kak Bagas, aku mau.. a-aku nyerah!" Ucap Sasya dengan nafas yang tersengal.
Cup
Bagas mencium bibir mungilnya, sedangkan tangan Bagas masuk kedalam baju dan meremas payudara Sasya yang ternyata tak memakai bra.
'Nakal sekali.' Batin Bagas.
Tangan Sasya mengusap adik kecil Bagas, kemudian mengeluarkannya dari sangkar.
Mereka larut dengan cumbuan-cumbuan lembut juga bergairah.
Satu ide terlintas di benak Bagas. "Sya, kita buat video bokep yuk?" Bisik Bagas ditelinga Sasya.
"Tapi kak.." mau menolakpun percuma kalau ternyata Bagas akan memaksanya!
"Tadi kak Bagas gak usah tanya sekalian!" Batinnya kesal!
Dengan cekatan Bagas mengambil smartphonenya lalu membuka kamera untuk membuat video.
Setelah mengatur letak posisi ponselnya Bagas membuka baju, kemudian melemparnya dan mendekati Sasya yang sudah mengangkang lebar di sofa.
Sasya pov on
Saat kak Bagas masih sibuk melucuti bajunya, aku meremas dadaku sendiri. Ini pertama kalinya kak Bagas mengajakku membuat video bokep.
Sebelumnya kami hanya bersetubuh untuk saling memuaskan, tapi aku tidak tau kenapa saat kak Bagas mengajak aku untuk membuat videonya aku merasa teransang begitu saja.
Pikiran liar yang membawaku jatuh kepelukan kak Bagas seperti selakarang ini, kak Bagas memintaku untuk menungging. Kami akan membuat video bokep dengan gaya doggy style!
Aku merasakan penisnya yang besar dan mengacung tegak menggesek bibir vaginaku yang telah basah.
Aku mendesah lirih, kak Bagas selalu tahu apa yang aku ingin karena setelahnya. Kak Bagas memasukan penisnya dengan kasar.
Tapi aku suka.
Tanganku bertumpu disandaran kursi, detik berikutnya kak Bagas memompaku dengan kasar dan keras..
Ahhhh. Ahhh ahh!
Sasya pov end.
Bagas dengan cepat memompa vagina Sasya, ia menggeram pelan merasakan nikmatnya jepitan vagina Sasya pada penisnya!
Ohh... ini benar-benar namanya surga dunia.
Tangan Bagas meraih payudara Sasya yang bergelantung bebas. Dan menggerakkan pinggulnya lebih cepat lagi ketika Sasya menjepit kuat, vagina Sasya mulai berkedut dan semakin menyedot lebih dalam penisnya.
"Aahhhhh.. nnghh.. ahh!"
Tangan Sasya meremas kuat sofa miliknya, nafasnya tersengal. Desahan masih keluar dari celah bibirnya sebelum Bagas melumat ganas bibirnya!
Sungguh... Sasya yang di serang dengan tiga tempat titik paling sensitif membuatnya lemah dan bergairah disaat yang bersamaan.
Gejolak itu datang tak berapa lama setelah ciuman mereka terlepas.
Hhahh! Arrrghh..!
Erangan erotis dan kepuasan menggema di kamar Sasya.
"Thanks.. sya." Ucap Bagas setelah persetubuhan mereka.
Bagas langsung memisahkan diri dari tubuh gadisnya, kemudian mengambil ponselnya tadi untuk melihat videonya.
Sedangkan Sasya sibuk mengatur nafas, jujur saja. Sebenarnya Sasya belum puas, walapun Bagas sudah berhasil membuatnya orgasme.
Biasanya Bagas tak pernah main satu kali keluar, bisa dua ronde, atau bahkan sedikitnya lima.
"Gimana hasilnya kak?" Tanya Sasya penasaran. Mereka masih sama-sama telanjang bulat, dan kini Sasya berpangku manja pada Bagas.
"Lo bisa liat sendiri kan?" Bisik Bagas pelan. Suaranya serak, hampir menggeram saat menjawab pertanyaan Sasya.
"Lumayan bagus, walaupun model nya amatir." Balas Sasya mengagukan kepala.
"Amatir kepalamu!" Kesal Bagas.
Bagas kesal sebenarnya, tapi ia menyeringai puas saat hasil video itu rapih dan sempurna. Seperti di buat oleh kameraman.
Desahan Sasya sangat erotis saat menyebut namanya. Sungguh.. mendengarnya saja membuat juniornya kembali tegak.
"Ayo junior, kita bobo lagi yuk?" Ajak Sasya dengan nada memggoda.
"Tsk!"
. . . . .
Dentingan sendok dan garpu membuat Dimas menoleh. Sedikit heran melihat Nara seperti tak nafsu makan.
"Lo kenapa nar?"
Yang ditanya mendongak dan melukis senyum.
"Gak apa apa kak, gue.. gue.. masih ga nyangka kalo lo mau jadi pacar gue."
Dimas menghela nafas, apa keputusannya kali ini henar? Bukan nya apa, didalam lubuk hati Dimas masih ada Sasya.
"Sepertinya mulai sekarang lo harus terbiasa dengan kehadiran gua Nar." Balas Dimas ringan.
Iya, Dimas hanya tak ingin ada kecanggungan diantara mereka.
"Oke."
. . . . .
Gio mencari Erick dengan raut cemas, sedari tadi ia tak menemukan kekasih juga yang merangkap sebagai kakaknya itu.
Pikirannya kalut ketika dirinya terbangun dari tidurnya dan mendapat e-mail dari orang yang selama ini Erick hindari.
'Gawat.. gawat.. gawat! Gimana ini??' Batin Gio.
Ia panik, terlalu panik. Bagaimana saat orang itu kembali muncul di depannya juga didepan Erick?
"Hoi!" Tepukan di pundaknya membuat Gio sangat terkejut.
Farsha, si pelaku. Mengernyitkan alisnya bingung. Padahal dirinya hanya berniat bertanya namun karena terus diabaikan Gio. Farsha menepuk pundak pemuda itu pelan. Tak menyangka reaksinya bakal separah itu.
"Lo baik-baik aja?" Tanya Farsha.
Gio mengangguk kaku dengan muka datarnya.
Rambut abu-abu itu diacak gemas oleh tangannya sendiri.
"Oh, lo lagi mikirin apa? Kok sampe kaget segitunya."
"Gua lagi nyari kak Erick, tapi gak ketemu-ketemu. Jadi panik sendiri sebenernya." Memberi alasan begitu, memang bukan sebuah kebohongan. Ia memang panik. Gio tak menyangkal hal itu.
"Oh, iya. Tumben Erick ga keliatan." Gumam Farsha.
"Makanya itu.."
. . . . .
"Vik-ahhh... k-kenapa lo lakuin inih cewek sialan!" Disela erangan Erick masih sempat mengumpat kasar pada perempuan yang tengah memblowjopnya.
Vika sendiri tak perduli, mulutnya masih mengulum penis Erick yang panjang dan keras.
Tanganya membelai buah zakar Erick yang semakin menciut saat tangan mungilnya menyentuh kebanggaan Erick tersebut.
Lidahnya menjilat, menggigit kecil penis Erick yang kini berkedut.
Tanpa jijik, Vika menelan habis sperma yang keluar dan membasahi tenggorokannya.
"Jalang sialan!"
Vika tersenyum miring setelah menyeka sisa sperma di bibirnya.
"Yah.. gue emang jalang. Tapi gue jadi gini. Hanya buat lo." Guman Vika lirih. Sampai Erick tak bisa mendengarnya.
Setelah merapihkan bajunya, Vika meninggalkan Erick yang termangu menatap kosong.
"Bagaimana cara gua jelasin sama Gio? Kalo dia tau pasti dia marah sama gua." Gumam Erick putus asa.
Menggandeng teman yang terluka saja, Gio akan marah. Apalagi sekarang tubuh intimnya telah di sentuh oleh wanita ular seperti Vika?
Wajah seperti apa yang ia harus pasang saat bertemu Gio nanti?!
"Brensek! Sialan! Babi!" Maki Erick.
Sedangkan Vika yang masih samar-samar mendengar umpatan Erick untuknya hanya tertawa kecil.
"Lihat saja. Gimana gue hancurin si gay incest itu." Gumam Vika pelan. Sebelum akhirnya Vika masuk kedalam Vila.
. . . . .
Bandara Soekarno-Hatta.
Kesibukan di Bandara tak membuat sosoknya hilang di kerumunan, wajah cantiknya membuat semua orang terbius dan menyingkirkan diri untuk memberi jalan lewat.
Kiara hanya tersenyum dan mengucapkan terimakasih.
Dirinya sudah seperti tuan puteri saja.
"Akhirnya gue pulang juga. Kak Bagas, im comming." Batin Kiara.