Sinar mentari pagi menyeruak dari balik jendela, sedikit mengganggu penglihatannya. Menguap pelan, ingin rasanya Dimas kembali kealam mimpi.
"Emnh.." Dimas mengerang malas, tubuhnya terasa kaku akibat posisi tidurnya kurang nyaman.
"Pagi kak.." sapa Sasya saat Dimas sudah mengubah posisi menjadi duduk.
"Oh? Pagi?" Gumam Dimas yang masih setengah sadar.
"Kenapa kak Dimas tidur disini?" tanya Sasya penasaran. Dahinya mengerut samar.
"Gua nunggu Sasya sama Bagas." Jawab Dimas yang masih mengumpulkan kesadarannya.
Sasya tertegun sejenak, kemudian mengulas senyum kecil. "Pindah gih, aku sama kak Bagas udah pulang kok."
Kalimat Sasya menyadarkan Dimas dari alam bawah sadarnya!
"Lo.. lo pulang kapan?! Kok gua gak tau si?" Tanya Dimas penasaran. Seingatnya, ia menunggu mereka sampai tengah malam. Mana mungkin ia melewatkan kepulangan Bagas dan Sasya.
"Pas aku pulang, kalian lagi makan. Berhubung udah capek, aku langsung istirahat deh." Jawab Sasya dengan cengiran khasnya.
Dimas mendecak kesal. "Harusnya kalian tuh ngasih tau gua, kan kami khawatir sama kalian berdua." Matanya menyorot tajam.
Terkekeh pelan, Sasya mengucap permintaan maaf berkali-kali. Dirinya mengaku salah, tak enak hati membuat Dimas khawatir.
Namun entah kenapa, Sasya merasa senang.
"Apa ini? Kenapa aku merasa senang saat kak Dimas mengkhawatirkan aku?" Batin Sasya bertanya-tanya.
"Hmm.. mending kita sarapan dulu deh." Ujar Dimas seraya beranjak bangun dari sofa.
Sasya mengikuti pergerakan kakak kelasnya itu, mengekori Dimas menuju dapur.
Ia pernah dengar, kemampuan memasak Dimas lebih baik dari chef. Tapi saat Sasya menanyakan hal itu, Dimas selalu membantahnya.
"Hari ini mau bikin apa kak?" Tanya Sasya saat sampai di dapur.
"Hm? Entah.. apa lo suka pancake?" Dimas bertanya balik.
"Suka sih.. boleh aku bantu?" Sasya menawarkan dengan senyum manis. Sedikit tak tau diri memang, kemampuan masaknya hampir nol besar.
"Ya.. ya boleh aja si." Balas Dimas sedikit ragu.
Entah kenapa, Dimas menyukai kedekatannya dengan Sasya pagi ini.
"Oh ya, Bagas belum bangunkah?" Tanya Dimas sembari mengambil bahan-bahan.
"Tadi aku liat ke kamarnya si belum bangun kak, mungkin masih kecapean." Jawab Sasya pelan. Sedikit aneh memang, Bagas yang selalu bangun pagi tiba-tiba jam segini belum bangun.
"Ohh. Iya juga si."
Mereka pun sibuk membuat sarapan, diselingi obrolan kecil untuk mengisi kecanggungan.
.
.
Kiara terbangun dari tidurnya saat merasakan tangan-tangan nakal yang meraba area tubuhnya.
Sedikit menggeram kesal, Kiara membuka paksa matanya yang terpejam!
Ohh.. lihatlah! Siapa yang sudah menggodanya di pagi hari begini.
"Kak Bagas!" Kesal karena tidurnya terusik, Kiara menendang Bagas dengan kaki lincahnya.
"Shit! Apa ini yang gua dapet setelah nunggu lo bertahun-tahun?" Decak Bagas kesal.
Piyamanya sesikit terbuka, tampak belahan dada Kiara yang membuat juniornya menegang sempurna.
"Maaf.." ucap Kiara merasa bersalah.
"Kenapa lo tiba-tiba pulang? Sebelumnya lo bahkan gak berniat balik ke Indo kan?"
Kiara menatap Bagas miris, sesikit tercubit saat mendengar kalimat Bagas tadi.
"Aku frustasi..."
Jawaban Kiara membuat Bagas terkejut, tanpa kata. Bagas merengkuh tubuh mungil gadis itu.
"Aku... aku ditolak." Sambungnya kemudian.
"Siapa yang nolak lo Kia?" Bisik Bagas parau, antara bertahan dari nafsu dan kesadarannya.
"Wei Xiang.." nafas Kiara tersendat, ia bingung. Harus bagaimana saat ini.
"Siapa dia?" Tanya Bagas berusaha setenang mungkin.
"Guruku.. aku sangat menyukainya! Saat aku menyatakan perasaanku padanya. Dia menolakku mentah mentah!" Kini Kiara menatap Bagas dengan pandangan terluka.
"Ini semua salahmu kak! Salah kak Bagas karena memperkosaku!" Teriak Kiara histeris.
Beruntung, kamar Kiara kedap suara. Jadi pertengkaran mereka tak akan di ketahui oleh sepupu bahkan sahabatnya.
"Kia tenang, hei.. jujur aku ngerasa bersalah saat itu! Aku gak sadar Kia! Aku minta maaf!" Ucap Bagas dengan nada memohon. Namun Kiara menggelengkan kepalanya.
"Gara-gara kakak aku gak bisa menjalin hubungan dengan orang lain. Aku selalu merasa jijik sama diri aku sendiri kak!" Racau Kiara sambil memukul dada Bagas.
Air matanya menetes tiap kali melihat penolakan dari orang lain. Cukup. Kiara tak sanggup jika harus bertahan lebih lama lagi.
Bagas masih memeluk Kiara, mendekap tubuh yang terus memberontak padanya. Jujur, Bagas khilaf saat melakukannya! Rasa penasaran akan suatu kenikmatan membuatnya buta akan nafsu dan gairah.
"Kak Bagas harus tanggung jawab." Ujar Kiara pelan, matanya menyorot tegas. Sepasang tangan mungilnya merangkum pipi Bagas.
"Baik. Aku akan tanggung jawab." Balas Bagas tanpa ragu. Seakan Bagas lupa kini dia telah memiliki Sasya.
"Kak Bagas harus menikah denganku." Bisik Kiara lirih.
"Karena tak ada yang mau menikah dengan gadis yang sudah tidak perawan lagi." Sambung Kiara diselingi isak tangis lirih.
Kesalahan di masa lalu memang sepenuhnya salah Bagas. Gadis yang dipelukannya hanya korban dari nafsu binatangnya.
Flashback
Semua keluarganya pergi berlibur ke pulau Dewata. Namun karena nilai Bagas yang menurun saat ulangan semester. Bagas di hukum oleh sang papa, belajar di masa liburan untuk memperbaiki semua nilainya.
"Ahhhh.. BT BT BT! sialan." Desis Bagas frustasi.
Semua mata pelajaran sudah Bagas hafal, namun dirinya merasa bosan. Bagas pun memutuskan menonton tv.
Bagas tau betul, tontonannya saat ini tak layak. Karena masih di bawah umur. Saat itu Bagas baru menginjak kelas 8.
Tapi rasa penasaran Bagas kian meningkat tatkala melihat adegan intim dari film dewasa tersebut.
"Ahhh.. ngghhh.. faster babyhhh"
Bagas dengan cermat melihat adegan tersebut. Tanpa sadar Bagas mengusap-usap miliknya yang nampak mengacung dari dalam celana.
Desahan-desahan erotis masih terdengar, ekspresi wanita yang tampak kesakitan namun meminta lebih dari prianya membuat Bagas bingung. Bagas penasaran, apakah rasanya seenak itu?
Bagas menonton film dewasa tersebut sampai selesai, bahkan Bagas memutarnya berkali-kali. Setiap adegan selalu berganti gaya. Dan itulah sisi menarik menurut Bagas.
Beruntung dirinya hanya ditinggal sendirian di rumah, jadi Bagas bebas melalukan apapun hal yang dia suka. Termasuk film dewasa, kini daftarnya bertambah satu.
Setiap malam harinya Bagas menonton film tersebut kemudian ia mempraktekannya dengan guling tercinta.
"Kalo aja gua punya pacar, pasti gua ajak ena ena setiap hari." Gumam Bagas pelan.
Keesokan harinya, Bagas membeli DVD bokep baru untuk ditontonnya nanti.
Namun saat sampai ke rumah Bagas tak menyangka keponakan dari ibunya, Kiara datang.
Dan dia datang sendiri.
"Hey.." sapa Bagas.
Kiara tersenyum untuk membalas sapaan Bagas.
"Lo sendirian aja? Tante Maria ga kesini?" Tanya Bagas sambil membuka pintu.
"Mama mendadak ke London kak, aku diantar kesini sebelum mama ke bandara." Jawab Kiara pelan.
Bagas mengangguk singkat, ia paksakan senyum. "Masuk gih. Lo pilih aja kamarnya."
"Oya kak, makasih."
Bagas kembali menutup pintu, ia menghela nafas berat.
Kegiatan rutinnya sekarang terhalang oleh sang sepupu. Bagaimana Bagas melakukan semua itu jika ada Kiara? Bagas memutuskan untuk istirahat begitupun Kiara.
Dua hari berlalu, Bagas masih sering menonton film blue kesukaannya. Malam ini Bagas tampak bergairah karena melihat adegan Maid yang bersetubuh dengan sang Master.
Tunggu! Bukankah ada kiara?
Nafsunya bertambah ketika membayangkan Kiara yang berenang memakai bikini kemarin sore. Walaupun Kiara masih kelas 7. Tubuhnya begitu menggoda untuk anak seumurannya.
Nafsu Bagas sudah diujung tanduk! Bagas tak tahan lagi!
Dengan langkah tergesa Bagas keluar dari kamar menuju kamar tamu. Dimana Kiara berada.
Mengendap-endap bagaikan seorang pencuri, Bagas membuka baju saat sudah sampai di dalam kamar Kiara.
Beruntung, Kiara memakai baju tidur model terusan. Awalnya Bagas mengusap paha Kiara lembut, lambat usapan Bagas naik ke pangkal paha dan tangannya menyibak baju Kiara ke atas.
"Kia.. ayo kita nikmatin malam ini berdua." Bisik Bagas seduktif. Tanpa sadar usapan dan bisikan Bagas membuat Kiara terbangun dari tidurnya.
Dengan terburu, Bagas mengikat kedua tangan Kiara dengan dasi yang ia bawa sedari awal.
"Kkak! Kak Bagas mau apa?" Tanya Kiara terkejut.
"Diem, dan lo cukup nikmatin aja." Bisik Bagas mesra.
Kemudian Bagas menunduk dan membuka baju Kiara. Tampak tubuh molek Kiara hanya mengenakan bra juga cd.
Bagas mengeluarkan juniornya yang sedari tadi sudah menegak.
Celana dalam Kiara ia lepas paksa juga branya.
Kiara yang terikat tak mampu memberontak, kakinya dipaksa mengangkang lebar.
"Kak jangan!" Kiara memohon.
"Sshht... kita akan belajar. Rasanya bercinta." Bisik Bagas dengan nafas memburu. Matanya yang tajam diliputi oleh gairah.
Dengan pelan Bagas memasukan penisnya kedalam vagina Kiara yang kering. Kiara menjerit kesakitan karena benda panjang dan keras itu memaksa masuk kedalam vagina nya yang masih sempit.
"Kak! Jangan ahhhj!!!!"
"Kak bagas... kak bagas."
Flashback off..
"Kak Bagas.. kak!"
Panggilan Kiara membuat lamunannya buyar, gadis itu sudah berhenti menangis.
"Kak Bagas kenapa diem, dari tadi aku manggil kakak." Jejak air mata masih ada di pelupuk mata Kiara. Namun tak membuat pesonanya mengendur.
Gadis yang diperawani oleh dirinya tiga tahun lalu kini semakin terlihat cantik saja dimatanya.
"Aku abis inget pas kita bercinta dulu." Gumam Bagas, setelahnya Bagas meremas dada Kiara lembut. Membuat Kiara mendesah lirih.
"Aku mau kita kayak gitu, kamu harus tanggung jawab udah bangunin juniorku." Bisik Bagas.
Kiara tersenyum, tak mampu menolak. Hanya Bagas yang menerimanya. Karena Bagas lah yang membuatnya harus kehilangan keperawanannya.
"Apa aku bisa menolak?" Ucapnya menggoda Bagas.
"Tentu saja tidak sayang." Balas Bagas sebulum dirinya melumat habis bibir Kiara.
Pagi itu, mereka saling berbagi kehangatan. Meraih kepuasan satu sama lain setelah berpisah beberpa tahun lamanya.
Bagas tak tahu, di balik celah pintu. Sasya melihat semuanya.
"Teganya kamu kak.. tega kamu buat aku kayak gini." Batin Sasya sakit.
Air matanya jatuh, tubuhnya merosot ke bawah.
Sasya menangis dalam diam, hatinya semakin perih mendengar desahan erotis.
"Kenapa mereka tak menutup pintu? Sengaja kah agar aku bisa melihatnya?" Batin Sasya.