Chereads / Liburan Terselubung / Chapter 10 - Kayaknya Dia Buta

Chapter 10 - Kayaknya Dia Buta

Perjalanan Sasya menuju rumah terasa sangat lama, tapi memang Vila Nara begitu jauh ditempat terpencil pula.

Mengingat Vila tersebut membuat hati Sasya kembali sakit.

Sepertinya Sasya harus melupakan semuanya.

Dering hp membuat lamunan Sasya teralih.

Dimas

Nama yang tertera disana, hatinya bimbang. Apa harus mengangkat atau diabaikan saja?

Pilihan yang sangat sulit. Sungguh.

Tinnnnnnnnnn

Suara klakson serta pekikan supirnya membuat Sasya menoleh.

Braaaak!!!

Tubuh Sasya terhempas ke depan, kepalanya menabrak kaca depan mobil akibat benturan keras.

Tubuhnya terjepit diantara kedua bangku pengemudi.

'Sakit..' keluh Sasya lirih.

Jalanan yang sepi, memang sangat menyusahkan karena tak ada seorangpun yang menolong mereka.

Mata Sasya terbuka, bibirnya mengulum senyum manis.

"Jika ini takdirku.. jika memang aku akan mati. Semoga kak Bagas bahagia sama dia sampe tua nanti." Batin Sasya.

Pandangannya memburam, sakit di sekujur tubuhnya tak terasa lagi.

Sasya pun kehilangan kesadarannya.

.

.

"Gimana kak?" Tanya Nara penasaran. Raut cemas belum hilang juga sedari tadi.

Dimas menoleh kearah Nara sekilas. Gelengan lemah ia berikan. "Gak diangkat."

Jantung Nara seperti diremas, sakit sekali. Biarpun selama ini ia hanya pura-pura baik pada Sasya namun Nara tidak membencinya.

"Kenapa gak diangkat sih! Bikin khawatir aja!"

Ucapan Nara memang bernada kesal, tapi Dimas tahu. Kekasihnya itu perhatian dengan sahabatnya.

"C-coba kak Dimas telpon lagi!"

Dimas hanya mengangguk sebelum menuruti perintah dari Nara.

Helaan nafas yang terdengar frustasi, Nara sudah tau jawabannya.

"Aku yakin kalau Sasya belum terlalu jauh." Dimas menggumam.

Tatapannya tak lepas dari jalanan yang licin. Sepertinya disini baru saja turun hujan.

.

.

Setelah bercinta dengan Kiara, Bagas membersihkan diri sebelum turun menuju dapur.

Dahinya mengernyit, saat melihat empat orang duduk diam berjauhan.

"Kalian kenapa sih?" Tanya Bagas tiba-tiba.

Vika mendongak menatap Bagas, sorot matanya terlihat ragu.

Bagas menaikan satu alisnya, meminta jawaban.

"Nara, Dimas sama Sasya gak ada dikamarnya." Jawab Vika akhirnya.

Sasya...

Satu nama yang membuat dirinya serasa kejatuhan bom atom.

"Lu bilang apa tadi?" Tanya Bagas sekali lagi.

Ingat, ia hanya ingin memastikan kalau dirinya tak salah dengar.

Gio mendengus, baru saja Kiara pulang. Tapi ternyata sosok Sasya sudah tak berarti lagi bagi Bagas.

Lihat, seharusnya Bagas lah orang pertama yang tahu atas hilangnya mereka bertiga.

"Sasya, Nara sama Dimas gak ada disini." ulang Erick kalem.

Dirinya memang tak tahu apa-apa. Jadi apa salahnya kalau ia menjawab dengan jujur?

"Kenapa kalian gak ada yang kasih tau gua tentang hal ini huh?" Nadanya sedikit ditinggikan. Entah apa sebabnya.

Erick menatap Bagas rendah dan dingin disaat bersamaan.

"Terus kalo kami bilang langsung disaat kalian sedang ngebokep, apa lo akan ninggalin pasangan bokep lo itu? Ngga kan?" Senyum sinis Erick mampu menghantam kepala Bagas.

Mendecak kesal, Bagas berlari menuju pintu depan.

Tangannya terkepal saat tahu, mobilnya terparkir manis dengan keadaan ban yang kempes.

"Sialan!" Umpatnya keras.

.

.

Kondisi Sasya belum berubah sama sekali.

Belum ada satupun warga yang melewati jalur ini.

Keadaan mobilnya sangat parah, menabrak tiang listrik dan pohon besar disaat bersamaan membuat bagian depan mobil rusak.

Jangan lupakan bahan bakar yang mengucur akibat kecelakaan tersebut.

Mungkin beberapa menit lagi mobil itu akan meledak!

Tapi memang hari ini kesialan sekaligus keberuntungan bagi Sasya.

Sebuah mobil mewah berhenti tepat di depan mobilnya.

"Ceroboh sekali, sudah tau baru turun hujan. Malah membawa mobil dengan kecepatan tinggi." Ucap pria itu ketika melihat mobil Sasya, decakkan halus diakhir kalimatnya.

Pria tersebut membuka pintu mobil Sasya.

Mengangkat Sasya penuh dengan kehati-hatian. Takut ia melakukan kesalahan meskipun orang yang ditolongnya memang sudah terluka.

"Bertahanlah.. aku akan menyelamatkanmu." Bisik pria itu lirih.

Ia memasukan Sasya kedalam mobilnya, sebelum meninggalkan tempat tersebut.

Tak lama setelah Sasya keluar, mobil tersebut meledak.

.

.

Dimas menghentikan laju mobilnya saat melihat kebakaran didepan mata.

"Dasar aneh.. mobil kok di bakar." gerutu Dimas.

Nara mengernyitkan dahi saat melihat plat mobil yang terbakar terbakar tersebut.

Dengan tergesa, Nara keluar dari mobilnya.

"Ini... ini..."

Lidah Nara terasa kelu, benar. Ini mobil milik keluarga Sasya, bahkan Nara pernah menaikinya.

"KAK DIMAS CEPETAN KELUAR!!!"  Jerit Nara tiba-tiba.

Dimas segera keluar dari mobil, memandang Nara bingung. Kenapa Nara malah menangisi mobil terbakar ini?

"Sstt.. hei. Tenanglah. Kenapa kamu menangis huh?"

"Kak! Ini mobil Sasya!" Jerit Nara histeris. Dimas menggelengkan kepala.

"Gak mungkin, lo pasti bohong kan?" Dimas tampak shock. Wajahnya mendadak pucat.

'Gak mungkin kan? Lo gak mungkin mati kan sya?' Batin Dimas.

"Woy kalian lagi ngap-"

Suara itu, Nara menoleh keasal suara.

Menatap bengis sang kakak, penyebab semua hal ini terjadi.

"DIEM LO SETAN! BAJINGAN BRENGSEK!" maki Nara didepan wajah kakaknya.

Bagas terdiam, ia masih terpaku pada plat mobil milik keluarga Sasya.

"GARA-GARA LO SASYA MATI!!" Teriak Nara lagi. Kali ini Nara mendapat atensi dari Bagas.

Menyeringai sinis, Nara kembali berteriak.

"PUAS LO BANG HAH?! UDAH PUAS LO SEKARANG?!"

Sungguh, Bagas tidak tahu akan begini jadinya.

Semalam, kemarin, bahkan kemarinnya lagi. Hubungannya dengan Sasya masih baik-baik saja.

Lantas... kenapa sekarang jadi begini?

Kenapa Sasya malah memilih membakar dirinya sendiri didalam mobil?

Apakah Sasya masih belum  bisa menerima perasaannya?

Nara yang tahu ke bimbangan Bagas berdecak kesal.

Ia tak habis pikir, kenapa Kiara mampu mengendalikan Bagas hingga seperti ini?

Kenapa pula Bagas tak menyadari statusnya dengan Sasya!

"Hanya karena kedatangan wanita ular itu ke Indo, kak Bagas jadi orang bego begini." Ucap Nara kesal.

Api itu belum padam, bahkan melahap habis kerangka mobil tersebut.

Bagas masih terdiam, kenapa semuanya jadi begitu sulit untuknya?

Hatinya sakit melihat api di mobil Sasya.

Ingin melangkah menolong, tapi kaki Bagas tak mampu bergerak.

Pecundang sialan!

Bagas memaki dirinya berkali-kali.

.

.

Disisi lain.. seorang pria berlari ke dalam rumah sakit dengan tergesa sambil  menggendong seorang gadis.

"Tolong siapkan kamar, panggilkan dokter Lian!" Teriaknya pada salah satu suster.

Suster itu mengangguk patuh, dengan cepat ia melakukan tugasnya tadi.

Satu menit kemudian, perintah dari pria itu sudah dilaksanakan.

"Tumben lo kalap begini, gua baru tau. Pangeran es kayak lo bisa khawatir juga." Gumam Lian di sela membersihkan luka Sasya. Gadis itu.

"Apa dia bakal selamat?" Tanyanya pelan. Lian melirik lewat ekor mata.

"Gua belum bisa jamin, tergantung dia mau masih hidup atau nggak." Kini tangan Lian mengambil perban. Dahinya berkerut saat melihat kedua mata Sasya.

"Koh, kayaknya dia buta."

Bryan mendelik tajam, yang ditatap hanya tersenyum.

Lian berkata seadanya! Dia melihat kelopak mata gadis ini menghitam.

"Kalo memang dia buta, tolong cariin mata buat dia." Ucap Bryan tenang.

Luka Sasya sudah selesai di balut, tinggal memasang alat pernafasan saja. "Kalo gua ga dapet pendonornya?"

Iseng bertanya, Lian hanya menguji sampai mana sahabatnya ini peduli terhadap pasiennya.

"Nanti sebagai gantinya, mata lo yang gua ambil buat dia." Jawab Bryan enteng.

Lian mendengus, salah memilih teman bercandaan.

"Gimana pun, berapapun biayanya. Saya bakal nyelamatin kamu. Sampai kamu sembuh seperti tidak terjadi apa apa." Bryan membatin.

T A M A T

*** Jangan lupa baca "Menara Cinta" yaaa ^^