Pintu menuju alam baka telah terbuka sejak matahari mulai tenggelam. Tama berjalan menuju cahaya yang dipandu oleh gelang pemberian bapak tua penjual es doger itu. Tama terus berjalan menyusuri hutan yang tak dikenal. Karena hutan yang nampak seperti itu, sepertinya tak pernah ada di kawasan Provinsi Banten.
Semakin jauh Tama melangkah maka cahaya itu semakin menguning dan nampak begitu kuat. Tidak ada suara binatang apapun yang terdengar di hutan itu. Ia hanya dapat mendengar bisikan suara angin yang ikut menuntunnya ke pintu menuju alam baka.
Tama sudah berada di depan sebuah pintu gerbang yang cukup tinggi. Pintu itu seperti terbuat dari kayu yang sangat tebal. Ia melihat pintu itu secara perlahan telah terbuka. Sinar yang terpancar dihadapannya semakin menyilaukan.
Seseorang bapak tua keluar dari pintu itu, dan ternyata dia adalah bapak tua penjual es doger dan mimuman gerobak di senayan tadi pagi.
"Kau.. kau? si amang pe.. pe.. penjual es doger?", Tanya Tama sambil gemetaran.
"Selamat datang di alam baka", jawab bapak tua itu sambil tersenyum.
Kaki Tama seolah ikut gemetar melihat bapak tua penjual es doger yang memberikan gelang padanya kini berada di hadapan nya.
"Kau, kau menipu ku! ternyata kau lah penjaga pintu alam baka! mengapa tidak kau katakan saja dari tadi pagi!", teriak Tama.
"Tidak mungkin aku mengataknnya sejak tadi. Jika aku mengatakannya, kau tak akan percaya".
"Tutup mulutmu, aku harus segera pergi dari sini, perasaanku tidak enak", teriak Tama yang sudah sangat kecewa.
"Kau sudah datang jauh - jauh kemari, mengapa ingin buru - buru pergi?"
Tama mengatakan bahwa ia sudah tidak tertarik lagi dengan hand phone yang dimiliki penjaga pintu alam baka. Saat ini, Tama hanya ingi ian kembali ke Villa Putri.
"Sudah terlambat, siapapun yang datang kemari tidak akan bisa keluar kecuali mereka dapat menjawab pertanyaanku", kata penjaga pintu alam baka.
Tiba - tiba, tama terseret oleh angin yang membawanya ke alam baka bersamaan dengan tertutupnya pintu alam baka. Tidak ada yang tau bagaimana nasib Tama setelah ini.
****
Kirana, Denok dan Limbur sudah ada di depan pintu menuju alam baka. Mereka sedang memikirkan bagaimana caranya agar mereka dapat membawa Tama pulang. Sementara itu Kirana tidak punya koneksi sama sekali dengan penjaga pintu alam baka.
"Ah, Denok ada ide nih tuan putri", kata Denok.
"Ide apa?", tanya Kirana.
"Nok kamu jangan sembarangan loh, Putri lagi pusing tuh kasian", sahut Limbur.
"Ihhh.. dengerin dulu makanya", kata Denok.
"Yasudah, apaan nok buruan", kata Kirana.
Denok meminta Kirana untuk menghubungi Malaikat Maut, karena hanya malaikat maut lah yang mereka kenal yang dapat akses menuju ke alam baka.
"Wah bener tuh putri, tumben kamu pinter nok", kata Limbur.
"Iya putri coba telepon babang Malaikat Maut", ucap Denok dengan penuh semangat.
"Ya.. ya.. sebentar".
Kirana mengeluarkan hand phone nya dari tas. Ia pun mencoba menelpon Malaikat Maut namun sayangnya nomor hand phone Malaikat Maut tidak dapat di hubungi.
"Sial, nomor nya tidak aktif", kata Kirana.
Mereka bertiga terus berdiskusi untuk memikirkan bagaimana caranya untuk membuka pintu alam baka. Tanpa mereka sadari, saat mereka sibuk berdiskusi, pintu alam baka terbuka secara perlahan. Dan Malaikat Maut pun keluar dari pintu alam baka.
"Loh, ada apa ini warga Villa Putri datang kemari?", kata Malaikat Maut.
"Loh ini babang malaikat maut", Denok langsung menepuk pundak Kirana.
"Loh, kamu dari mana?", tanya Kirana.
"Abang dari dalem neng", jawab Malaikat Maut sambil menunjuk pintu alam baka yang sudah tertutup kembali.
Kirana langsung pendekati pintu itu dan memukul - mukul pintu itu.
"Yaah udah ketutup.. hweee... hiks.. hikss..", kata Kirana sambil meraba - raba pintu alam baka yang sudah tertutup kembali.
Denok yang kesal, memukul manja dada Malaikat Maut.
"Ayo bukain pintu nya!" teriak Denok.
"Gak bisa neng, Pintu alam baka bukan otoritas abang, abang cuma bisa masuk kalau abang bawa arwah yang mau dibawa ke dalam", tegas Malaikat Maut.
"Lalu mengapa kau tidak angkat telpon ku tadi babang? Budak ku ada di dalam, bagamana cara mengambilnya?", teriak Kirana.
"Abang kan lagi kerja, kalau lagi kerja mana sempat pegang HP"
Lalu Kirana bertanya kepada Malaikat Maut bagaimana caranya agar Tama bisa keluar dari alam baka. Kemudian Malaikat Maut mengatakan bahwa Tama hanya bisa keluar jika ia berhasil menjawab pertanyaan penjaga pintu alam baka.
"Haduh,, sepertinya aku harus mencari budak baru, padahal belom ada setahun", Kirana langsung lemas.
"Iya nih, mana diantara semua pelayan, cuma mas Tama yang paling ganteng", kata Denok.
"Dasar wanita genit", kata Limbur.
"Eh,, sudah - sudah, jangan ribut! Kalau penjaga pintu alam baka tidak senang, dia bisa saja mengurung Tama di dalam selama yang dia mau", kata Malaikat Maut menasihati mereka.
Tiba - tiba terlintas dipikiran Kirana mengenai perkataan Malaikat maut sebelumnya mengenai malaikat maut yg hanya bisa masuk untuk mengantar arwah.
"Hmm.. kalau gitu kita harus cari orang yang baru dimakamkan hari ini", ucap Kirana.
"Tidak ada, semua yang dimakamkan hari ini sudah ku bawa masuk ke alam baka", kata Malaikat Maut.
"Aaaarrgggh!! Menyebalkan!!", teriak Kirana dengan kesalnya.
Kirana kembali terdiam, dan memikirkan cara yang lain nya. Sejenak nama Nadia terlintas dipikirannya.
"Ah, Nadia! Dia pasti rela melakukan apapun demi pacarnya, bagaimana jika kita bunuh dia malam ini", kata Kirana.
"Hus!! Jangan ngawur atuh neng", tegas Malaikat Maut.
"Hwaa terus gimana lagi dong? aku nyaris putus asa, bagaimana bisa aku kehilangan budak ku", kata Kirana merengek kepada Malaikat Maut.
Sementara itu belum ada tanda - tanda mengenai Tama. Ia tidak jelas bagaimana nasibnya setelah ini. Apakah Tama baik - baik saja? Kirana masih terus bertanya - tanya didalam hatinya.
****
5 jam yang lalu di Jakarta, Nadia terus memikirkan Tama. Ia berpikir jika ia tidak pernah sekalipun bisa jogging bareng Tama karena kesibukannya. Tiba - tiba terlintas dipikiran Nadia sebuah ide yang sangat cemerlang baginya. Ia berniat untuk pergi ke Serang hari ini. Ia ingin berkunjung ke rumah Tama dan menemui keluarga Tama. Selama mereka berpacaran, Tama sudah sering bertemu dengan orang tua Nadia. Tetapi sayangnya Nadia belum sekalipun berkunjung ke rumah Tama. Ia merasa bahwa dirinya tidak seperti calon menantu yang baik.
Nadia segera meminta izin kepada ibu nya untuk pergi ke Serang hari itu. Ibu nya Nadia pun telah memberi izin untuk Nadia. Nadia pun segera bersiap - siap. Setelah itu Nadia pamit kepada ibunya.
"Hati - hati ya nak, kamu harus naik kereta berjam - jam", kata Ibunya Nadia.
"Tentu, aku akan baik - baik saja", teriak Nadia yang berlari meninggalkannya.
Nadia sudah sampai di stasiun kereta. Tidak lama kemudian kereta jalur hijau yang akan membawa nya ke banten telah datang. Nadia langsung bergegas masuk ke dalam kereta. Ia sangat bersemangat untuk bisa memberi kejutan pada Tama.
Beberapa jam kemudian, sampailah Nadia di Serang. Ia menaiki ojek hingga sampai tepat di depan rumah Tama. Namun sayangnya rumah itu nampak seperti sudah lama ditinggalkan. Saat Nadia sedang memperhatikan sekitar rumah Tama, seorang ibu muda yang merupakan tetangga Tama datang menghampiri Nadia.
"Nona mencari siapa?"
"Oh, ini benar rumahnya keluarga bapak Pratama kan ya bu?", tanya Nadia.
Bapak Pratama adalah nama ayah dari Tama.
"Benar, tapi semenjak anaknya meninggal Pak Pratama dan keluarganya sudah pindah", jawab tetangga rumah Tama.
"Oh begitu ya, terima kasih ya bu info nya, kalau begitu saya permisi"
Nadia nampak sangat kecewa. Ia berjalan meninggalkan rumah Tama.
"Loh, tapi siapa yang meninggal?"
Nadia bergumam dalam hati.