Chereads / Tale of The Sad Ghost / Chapter 25 - Perjuangan Cinta Nadia

Chapter 25 - Perjuangan Cinta Nadia

Nadia masih ada di Serang, Banten. Tepatnya disekitar rumah Tama yang sudah lama tidak di tinggali. Nadia terdiam sejenak memikirkan perkataan tetangga Tama mengenai anggota keluarga yang meninggal.

"Siapa yang meninggal?"

Nadia terus bertanya - tanya dalam hati.

"Apakah mungkin yang meninggal adalah adiknya Tama? Lalu mengapa saat kami bertemu, Tama tidak bercerita sama sekali padaku", ucap Nadia di dalam hati.

Nadia sangat penasaran dengan hidup Tama yang kini begitu misterius. Padahal saat mereka kuliah dulu, Tama sangat terbuka dengan Nadia.

"Ini tidak bisa dibiarkan", ucap Nadia.

Nadia bergegas menuju kosan Devan untuk mencari informasi mengenai keluarga Tama. Nadia memesan ojek online untuk menuju kos Devan.

Hari itu Devan sedang sibuk menyusun laporan penelitiannya mengenai dunia siluman ular. Ia akan menyerahkan berkas informasi itu kepada tim produser untuk dapat segera diproduksi tayangan kisah misteri itu.

15 menit kemudian Nadia sampai di depan kos Devan.

"Devan!", teriak Nadia memanggil dari luar.

Devan mendengar samar - samar suara Nadia tetapi ia tidak yakin karena Nadia tinggal di Jakarta. Tidak mungkin rasanya Nadia akan datang ke kosan Devan yang mana perjalanan mungkin memakan waktu kurang lebih 3 jam.

Tetapi tidak lama kemudian, ada tetangga kos Devan yang baru saja sampai di kos itu. Tetangga kos Devan mengajak Nadia untuk langsung menuju depan pintu agar Devan mendengar namanya di panggil.

Tok.. tok.. tok..

"Mas Devan, Ada temannya nih", teriak tetangga kos.

Devan melepaskan headset yang sedang menepel ditelinganya.

"Hah, paling juga si Tama. Tinggal nembus tembok apa susahnya sih".

Devan membuka pintu dan sangat terkejut ketika melihat Nadia di hadapannya.

"N.. Na.. Nadia!",

"Ini mas Devan nya sudah ada, kalau gitu saya pamit ya mba, mas", kata tetangga kos Devan.

"Ia, terima kasi ya", kata Nadia.

Devan masih terkejut serasa tak percaya jika Nadia telah datang ke kos nya. Ia masih menunjuk Nadia dan menatapnya sambil membuka mulutnya. Nadia memukul lembut wajah Devan.

PLAAKK

"Apaan sih van, kamu kaya abis ngelihat hantu aja", kata Nadia.

"Ma.. ma.. ma.. masuk Nad", kata Devan dengan bicara nya yang gelagapan.

Devan membawa Nadia ke ruang tamunya. Ia mengatakan bahwa hari ini Ia mengunjungi rumah Tama untuk memberi kejutan pada Tama. Tetapi sayangnya Tama sudah pindah rumah dan Tama tidak bercerita tentang kepindahannya pada Nadia. Nadia bertanya kepada Devan apakah Devan tahu dimana Villa tempat Tama bekerja, karena Nadia ingin mengunjunginya. Bahkan Nadia bersedia untuk menyewa Villa nya.

"Duh, setau aku sih Villa itu nggak disewain Nad, cuma Tama kerja di situ sebagai pengurus Villa. Udah gitu bos nya juga galak", kata Devan.

Nadia merasa prihatin setelah tau bahwa bos nya Tama galak. Ia berpikir bahwa seharusnya Tama bisa mencari pekerjaan yang lebih baik.

"Terus kamu ada nomor Tama gak?", tanya Nadia.

"Nggak ada nad, tapi aku ada nomor telepon bos nya, coba ku telepon ya"

"Iya van, tolong bantu aku ya"

"Ia, sebentar ya nad"

Devan pergi ke kamarnya untuk menelpon Kirana. Di dalam hati Nadia, ia bertanya - tanya mengapa Devan harus pergi ke kamar, padahal menelpon di hadapannya pun Nadia tidak keberatan.

"Ah, punya temen nyusahin amat ya si Tama, nggak masih hidup, sampe mati pun dia masih menyusahkan ku", kata Devan.

Setelah mencoba menghubungi beberapa kali, nomor Kirana masih tidak aktif, akhirnya Devan pun kembali menemui Nadia dan mengatakan bahwa bos nya Tama tidak dapat dihubungi. Nadia sedikit merasa kecewa.

"Oh ya, tadi kata tetangga Tama, keluarga Tama pindah untuk menenangkan diri karena ada yang meninggal, memangnya siapa van yang meninggal", tanya Nadia.

Devan menjadi gugup, bibirnya seolah bergetar. Ia tidak tau bagaimana seharusnya ia menjawab pertanyaan Nadia. Tetapi Devan menyadari bahwa ia tidak berhak memberitahu Nadia bahwa Tama sudah meninggal karena Tama yang seharusnya mengatakannya lebih dahulu kepada Nadia.

"Wah, Tama gak cerita apa - apa nih Nad, aku juga kurang tau", kata Devan.

"Oh, begitu ya. Kayanya sekarang Tama banyak menyimpan rahasia ya".

"Mungkin dia gak mau bikin kita khawatir nad, makanya dia gak cerita", kata Devan yang berusaha menenangkan hati Nadia.

Nadia meminta izin Devan untuk menginap di kos Devan karena hari sudah larut. Ia takut jika harus melakukan perjalanan yang cukup jauh. Tetapi Devan menolaknya karena ia takut di labrak oleh warga sekitar, meskipun mereka tidak melakukan apapun, wanita dan pria single yang bermalam bersama akan menyebabkan kecurigaan warga, terlebih di negara Indonesia, pria dan wanita single tinggal bersama merupakan hal yang tidak dapat diterima oleh warga sekitar.

"Duh Nad, nanti kita ditangkap pak RT. Kita ke kos Ara aja yuk, tapi ara kos di BSD sekarang, soalnya dia kerja daerah situ"

"Oh jauh juga ya, tapi gak apa - apa deh van"

"Yaudah kamu tunggu di depan, aku ambil mobil dulu, kita naik mobil aja ya"

"Ok deh van"

Nadia menunggu di luar, sementara Devan pergi ke parkiran untuk mengambil mobilnya. Devan menelpon Ara, ia memperingatkan Ara agar Ara tidak keceplosan saat membicarakan Tama. Ara pun mengatakan bahwa ia akan pura - pura tidak tahu mengenai kehidupan Tama. Setelah itu Devan dan Nadia pun berangkat pergi ke kos nya Ara.

****

Kirana, Denok, Limbur dan malaikat maut masih ada di depan pintu gerbang menuju alam baka. Mereka semua masih menuggu Tama yang terkurung di dalamnya.

"Ternyata memiliki koneksi dengan malaikat mautpun tidak ada gunanya", Kirana terlihat sangat kesal.

"Duh sekali lagi abang minta maaf ya neng, soalnya pintu alam baka bukan otoritas abang", tegas malaikat maut.

Kini sudah pukul 12 malam tetapi Tama masih terjebak di dalam. Kirana, Denok dan Limbur sudah terlihat sangat kelelahan. Merekapun akhirnya duduk di lantai.

Tidak lama kemudian, pintu gerbang alam baka terbuka perlahan - lahan dan terlihat cahaya kuning yang begitu menyilaukan.

KREKEK,, KREKEK..

Pintu gerbangpun mulai terbuka lebar. Suara tepakan kaki selangkah demi selangkah dapat di dengar oleh Kirana, Denok dan Limbur. Saat mereka menoleh ke arah pintu gerbang, mereka mereka melihat Tama yang berjalan keluar dengan tatapan kosong.

"Itu... itu mas Tama!" teriak Denok sambil menunjuk ke arah Tama.

Tama masih berjalan dengan tatapan kosong, hingga ia akhirnya sampai di depan pintu gerbang. Pintu gerbang menuju alam baka pun akhirnya tertutup kembali. Kirana langsung berlari mengejar Tama dan memeluknya.

"Tama, akhirnya", Kirana memeluk Tama dengan erat.

Denok dan Limbur pun ikut memeluk Tama bersama Kirana. Tetapi Tama masih terdiam sehingga Kirana melepaskan pelukan nya.

"Dasar kau anak bucin (budak cinta)! Bisa - bisa nya kau pergi ke alam baka demi handphone!" kata Nadia sambil menjewer kuping Tama.

"Aduh,, aduh,, saya maaf putri", kata Tama.

Melihat mereka yang sudah kelelahan, akhirnya malaikat maut merasa iba. Malaikat maut menawarkan mereka untuk memandu mereka pulang melalui jalan pintas.

"Ah, ternyata berteman denganmu ada guna nya juga", kata Kirana.

"Eh tapi ada biaya jasa calo nya gak nih?", tanya Denok.

"Wah iya nih, jangan - jangan ada maunya", kata Limbur.

"Tenaanggg,, kalian ini curigaan terus, kita kan teman sejak ratusan tahun lalu", kata malaikat maut.