Pagi itu Devan menemui Tama. Devan datang dan menunggu di bawah sebuah pohon di tepi danau tempat dimana Villa Putri berada. Setelah Tama datang menemuinya, Devan mengatakan bahwa saat ini Nadia sedang ada di kosan Ara. Devan juga menceritakan pada Tama jika kemarin Nadia datang ke rumah Tama untuk menemui Tama, sayangnya tetangga Tama memberitahu Nadia bahwa keluarga Tama sudah lama tidak menempati rumah itu. Rumah itu sudah kosong semenjak ada anggota keluarga yang meninggal.
Tama terduduk lemas, ia sangat khawatir apabila rahasianya terbongkar disaat ia belum sanggup untuk berpisah dengan Nadia.
"Terus Nadia bilang apa?", kata Tama dengan suara yang lemah.
"Tenang aja, dia pikir adek lu yang meninggal"
"Terus gue mesti gimana ya?", Tama masih kebingungan.
"Eits, si kamfret,, ayo buruan ikut gue ke kosan Ara, urusan gimana - gimana entar aja lu pikirin belakangan", kata Devan sambil menyeret Tama masuk ke mobilnya.
Sementara itu di Villa Putri, Kirana berbaring di atas kasurnya. Ia terus saja terbayang - bayang wajah Tama yang sedang tersenyum nakal padanya. Setelah itu ia mengucek - ngucek matanya. Lalu Kirana mencoba memejamkan matanya tetapi muncul ingatan ketika Tama memeluk Kirana di gazebo sambil tertidur.
"HWAAAAA MENYEBALKAN!!!!"
Kirana bangun dari kasurnya. Ia memakan sarapan yang sudah disediakan Denok di atas meja. Ia memakan dengan lahap seperti seseorang yang sedang kerasukan. Tiba - tiba bayang - bayang wajah Tama muncul dihadapannya sambil tersenyum.
"SETOOOOPPPP!!"
BYURRR
Kirana menyiram bayang - bayang Tama dengan air minumnya.
"Sial, kenapa aku jadi gila seperti ini, aku harus menemui anak itu dan membuat perhitungan! Berani - beraninya dia tidur disampingku".
Kirana pergi ke kamar Tama. Setelah sampai ternyata Tama tidak ada di kamarnya. Kirana pergi menemui Denok dan menanyakan kemana Tama pergi.
"Oh itu putri, mas tama pergi sama mas devan", kata Denok.
"Devannn,, beraninya kau menculik budak ku disaat jam kerja".
Kirana langsung pergi meninggalkan Denok dengan raut wajah yang kesal. Denok hanya tersenyum melihat tingkah Kirana yang tidak karuan semenjak tidur di gazebo bareng Tama.
"Sebetulnya di banding ketika bersama jendral, tuan putri terlihat lebih bahagia dengan mas tama", kata Denok.
Kirana duduk di depan kolam, ia memandangi kolam dengan tatapan kosong. Tiba - tiba ia mengingat perkataan seorang nenek yang telah mengutuknya.
FLASH BACK
"Kesombongan dan ke egoisanmu membuat kau tak layak menjadi seorang putri, kau akan hidup sebagai ular, hanya cinta sejati yang dapat menghilangkan kutukan itu!".
Dalam sekejap Kirana berubah menjadi ular, dan Puri tempat tinggalnya tenggelam menjadi danau.
****
Kirana tersadar dari lamunannya. Ia mengambil sebuah kerikil lalu melemparkannya ke dalam kolam.
"Cinta sejati, apa itu? sepertinya tidak akan ada. Nenek itu hanya menipuku saja. Sesungguhnya dia ingin aku menjadi ular selamanya".
Kirana langsung berdiri dan meninggalkan kolam. Ia kembali ke kamarnya dan mulai menyusun rencana untuk festival sihir yang akan ia adakan di malam bulan purnama nanti.
Sementara Tama dan Devan sudah sampai di depan kosan Ara. Nadia terlihat di depan kos Ara. Ia menyapa Devan yang baru saja datang. Ara hampir keceplosan, ia hendak menyapa Tama tetapi Tama langsung terbang kehadapan Ara untuk menutup mulut Ara. Di siang hari, Tama tidak dapat dilihat oleh manusia biasa.
"Mmmmhhh... mmmmhhh", Ara seolah menutup mulutnya padahal ia berusaha melepaskan tangan Tama.
"Loh, kamu kenapa ra?", tanya Nadia.
Tama langsung melepas kedua tangannya dari mulut Nadia.
"Ah asma kamu kambuh lagi ra?", tanya Devan.
"Eh, ia nih sekarang kadang suka tiba - tiba"
"Loh, Ara, kamu punya penyakit asma?", tanya Nadia.
"Nggak parah kok nad, sekarang udah baikan"
Ternyata Nadia berhasil di kelabuhi oleh Devan dan Ara. Ia percaya bahwa Ara memiliki penyakit asma.
"Kalau gitu ayo masuk ke mobil, kita antar Nadia pulang ke jakarta", ajak Devan.
"Wah terima kasih banyak ya, kalian emang teman terbaikku", kata Nadia.
Disepanjang perjalanan mereka mengobrol bersama. Nadia duduk di depan menemani Devan yang menyetir mobil, sementara itu Ara duduk di belakang mereka dengan Tama.
"Van, ra, sebenarnya ada hal yang aku rahasiain dari Tama, mumpung gak ada Tama nih jadi aku mau minta pendapat kalian", ucap Nadia.
Tama langsung terkejut, ia mendekatkan kepalanya dan bersandar di belakang bangku Devan sambil menatap Nadia.
"Hah, rahasia? kalo rahasia yaudah simpan saja jangan kasih tau kita nad", kata Devan sambil melirik Tama dari kaca spion nya.
"Oh begitu ya", jawab Nadia.
Tama langsung memukul kepala Devan.
"Aduh", teriak Devan.
"Loh kenapa van?", tanya Nadia.
"Kepala kamu sakit lagi van? apa mau mampir beli obat dulu?", tanya Ara mengalihkan pembicaraan.
"Ah, nggak usah gais, ini nanti juga ilang sendiri kok", kata Devan.
Devan berbicara dalam hati, "Dasar arwah sialan, awas ya gue bakarin lada lagi sama taburin garam tau rasa lu".
Tama mendengar ucapan Devan, lalu ia berbisik ditelinga Devan, "Van, ntar lu gue traktir dah, plis gue pingin tau apa yang dirahasiakan Nadia".
Akhirnya Devan menanyakan pada Nadia mengenai rahasia yang ingin Nadia ceritakan padanya. Lalu Nadia pun menceritakannya. Ia berkata bahwa ia mendapatkan promosi dari kantornya, namun ia harus pergi ke Korea Selatan.
Nadia sudah berpikir dengan kerasnya, ia memilih melepas promosi itu karena ia memilih Tama, tetapi sepertinya ia kecewa dengan Tama karena Tama terlalu banyak rahasia dan sungkan untuk bercerita dengannya. Ia merasa bahwa Tama sudah berubah.
"Dia kekasihku, tapi aku sepertinya tidak memilikinya", kata Nadia.
Tama langsung lemas mendengar curhatan isi hati Nadia kepada Ara dan Devan. Tama berbicara di dalam hatinya, "Jadi selama ini aku telah mempermainkan perasaan wanita yang paling ku ingini"
Devan dan Ara mengatakan bahwa mereka tidak bisa mengomentari masalah Nadia dengan Tama. Mereka menyarankan Nadia untuk jujur kepada Tama mengenai apa yang ia rasakan. Mungkin hubungan Nadia dan Tama akan menjadi lebih baik.
Tama meminta Ara untuk menuliskan nomor hand phone nya untuk diberikan pada Nadia. Kemudian Ara pun memberikan kertas yang bertuliskan nomor handphone Tama kepada Nadia.
"Oh iya nad, kapan hari aku ketemu Tama, dia titip ini padaku, tapi aku pun belum membacanya", kata Ara.
"Oh, coba aku lihat"
Nadia membuka kertas yang sudah dilipat dengan rapih itu. "Ternyata ini nomor hand phone Tama", kata Nadia dalam hati.
Perjalanan dari kosan Ara ke rumah Nadia menempuh waktu 45 menit melalui jalan tol. Kini mereka semua sudah sampai di rumah Nadia.
Nadia langsung turun dari mobil Devan, ia menawarkan Devan dan Ara untuk mampir ke rumahnya terlebih dahulu tetapi Devan dan Ara menolaknya. Mereka mengatakan bahwa mereka sedang ada urusan lain. Tidak lama kemudian, Devan melaju mobilnya kembali.
Setelah mengantar Nadia, Tama mengajak teman - temannya untuk berhenti di sebuah restoran terlebih dahulu untuk memenuhi perjanjian antara Deva dan Tama yang telah terucap sebelumnya.
Sampailah mereka di sebuah restoran masakan sunda. Tidak sengaja Tama melihat wanita yang mirip dengan Kirana yang sedang duduk makan namun mengenakan kaca mata hitam.
"Apakah itu Kirana?", ucap Tama di dalam hatinya.