Chereads / Inevitable Fate [Indonesia] / Chapter 37 - Kejutan

Chapter 37 - Kejutan

A job that slowly kills you

Bruises that won't heal

You look so tired, unhappy

- No Surprises by Radiohead -

========

Selama seminggu ini, Reiko terus diperlakukan dengan baik oleh Bu Sayuki. Wanita paruh baya itu menjadi sosok yang ramah dan bersahabat dengan Reiko, dan ini semakin membuat Runa tenang.

Runa harus kembali ke kampus minggu depan dan ketika sikap ibunya ke Reiko semakin baik, itu akan menentramkan hatinya.

"Aku janji, aku pasti akan kembali setiap akhir pekan, jangan khawatir, oke?" Runa berkata saat dia sedang mengepak barang-barangnya untuk pergi ke asrama kampus besok pagi.

Meski sebenarnya Reiko cukup keberatan ditinggal oleh Runa, tapi dia tidak memiliki pilihan lain selain mengangguk setuju saja. Dia tidak ingin membebani perasaan Runa. Dia ingin Runa bisa tenang berkuliah nantinya dan fokus pada pelajarannya.

Karena itu, meski enggan ditinggal Runa, Reiko harus bertahan dan semoga saja dia lekas mendapatkan pekerjaan setelah ini, sehingga tidak lagi hidup menumpang di tempat Bu Sayuki. Meski itu adalah rumah sahabatnya, namun tetap saja rasanya risih jika terlalu lama menumpang.

Bahkan, jika dia memiliki uang pun, dia akan membayar uang sewa selama tinggal di rumah Bu Sayuki. Namun, saat ini belum bisa karena dia belum mendapatkan uang itu.

-0-0-0-0-

Keesokan paginya, Runa pergi ke asrama kampus diantar ibu dan Reiko menggunakan mobil yang disetir Bu Sayuki sendiri.

"Selalulah memberi kabar padaku, oke?" Reiko menepuk lembut lengan Runa.

"Tentu saja. Kau juga harus terus memberi kabar padaku, yah!" Runa membalas, Reiko mengangguk dan kemudian dia beralih ke ibunya dan berkata, "Bu, aku titip sahabat terbaikku ini, yah! Tolong jaga dia seperti Ibu menjaga aku, oke?"

"Tsk! Kau ini bicara apa? Tentu saja Ibu akan menjaga dia seperti putri Ibu sendiri, kau tenanglah dan kuliah yang benar, mengerti? Jangan bersantai-santai dengan pelajaranmu. Jaga kondisi juga, jangan sampai sakit." Bu Sayuki menasehati putrinya, sebuah kalimat klise yang biasa diucapkan orang tua pada anak saat mereka hendak berpisah karena studi.

Kemudian, tak berapa lama kemudian, Reiko pun kembali bersama Bu Sayuki ke rumah.

"Reiko, nanti setelah ini, tetaplah membantu Ibu berjualan, oke? Kau mau, kan?" Bu Sayuki bertutur sambil Beliau menyetir.

"O-ohh, iya, Bu, umm ... tidak masalah." Reiko menjawab sambil melirik Beliau. Dalam hatinya, dia sedikit merasa kacau. Padahal, rencananya, dia akan mencari pekerjaan di kota itu, dan bukannya malah membantu Bu Sayuki berdagang.

Tapi, sekarang, Bu Sayuki malah memintanya untuk membantu Beliau kembali berjualan seperti biasanya. Walau Reiko sedikit enggan, tapi dia tidak kuasa untuk menolak.

Mungkin, Reiko harus mencari pekerjaan khusus untuk siang hari, sehingga pada malam harinya, dia bisa membantu Bu Sayuki. Yah, seperti itu saja.

Tiba di rumah, mobil diserahkan pada Tomoda yang harus mengambil ayam dari rumah potong.

"Reiko, apa kau bisa memasak untuk makan siang? Aku lelah." Bu Sayuki menaruh mantel tipisnya ke rak penyimpanan di dekat ruang tamu.

"Ahh, ya, bisa, Bu." Lagi-lagi, Reiko tak bisa menolak. Beginilah tipikal orang Jepang, tak bisa menolak jika orang lain meminta pertolongan, hanya karena tak enak hati. Apalagi pada kasus Reiko, dia sedang menumpang tinggal di rumah itu.

Maka, Reiko pun memasak secepatnya, karena dia ingin keluar rumah untuk mencari pekerjaan.

Ketika Reiko sudah bersiap untuk keluar dan dia mencari Bu Sayuki untuk meminta ijin keluar rumah sebentar, Bu Sayuki menanyainya, "Kau mau ke mana?"

"Um, ano ... itu ... aku ingin keluar sebentar untuk mencari pekerjaan, Bu. Karena ... aku ... aku merasa tak enak apabila tinggal gratis terus di sini." Reiko terpaksa mengungkapkan alasan kenapa dia harus mecari pekerjaan.

"Ohh, kau ingin bekerja untuk mendapatkan uang membayar sewa tinggal di sini? Kalau begitu, tidak perlu repot-repot kau bekerja di luar. Tetap saja jadi pegawaiku dan aku akan anggap itu bayaran sewa tinggalmu di sini." Setelah mengucapkan itu, Bu Sayuki berlalu.

Reiko termangu. Apa tadi Beliau bilang? Dia harus bekerja menjadi karyawan Bu Sayuki agar bisa dianggap membayar sewa tinggal di rumah itu?

"Ohh, Reiko," imbuh Bu Sayuki sebelum dia masuk ke kamarnya, "Nanti bantu Tomo membersihkan ayam kalau dia sudah pulang." Setelah itu, Beliau benar-benar masuk ke kamar.

Tanpa senyum.

Ini sungguh di luar dugaan Reiko. Jadi ... dia akan dijadikan pegawai Bu Sayuki? Kalau memang demikian, apakah ... upah dia bekerja di Beliau sepadan dengan harga sewa tempat tinggal?

Masih memikirkan ini dan itunya, Reiko mendengar klakson mobil dengan Tomoda di kursi kemudi dan mobil itu pun memasuki pelataran rumah, membawa berpuluh-puluh kilo ayam di bak belakangnya.

Sesuai dengan perintah Bu Sayuki, Reiko harus membantu Tomoda, meski dia sangat enggan melakukannya. Dia merasa risih dengan cara Tomoda menatap dia.

"Reiko-chan, kau akan membantuku? He he he ...." Lelaki itu tertawa senang melihat Reiko mendekat ketika dia turun dari mobil.

"Ibu ... yang menyuruh." Dia harus menegaskan bahwa ini bukan kemauan dia, melainkan perintah dari ibunya, maka jangan susah-susah ge-er, Tomoda!

Walaupun itu atas perintah ibunya, Tomoda masih saja senang karena itu artinya dia bisa berlama-lama bersama Reiko. Apalagi tidak ada lagi Runa yang mengganggu dia untuk mendekati Runa.

Maka, dengan suka cita, Tomoda melakukan pembersihan ayam bersama Reiko, dan ini sebaliknya bagi Reiko, dia merasa susah hati. Selain Tomoda terus mengajak bicara hal tak penting, lelaki itu juga terus memandangi dia seakan ingin menelannya.

Tapi Reiko harus bertahan, demi Runa, demi sahabatnya tidak kepikiran akan dia dan memengaruhi konsentrasi Runa belajar di kampus.

Baiklah, Reiko akan mencoba bertahan di rumah ini. Toh, Bu Sayuki sudah baik, ya kan?

.

.

Petang tiba dan Reiko harus bergegas ikut naik ke mobil bersama Bu Sayuki dan Tomoda untuk pergi ke pasar jajanan.

Tiba di sana, Tomoda segera mempersiapkan segala sesuatu dari mendirikan kain terpal untuk menaungi lapak itu, juga mengatur meja etalase yang akan digunakan, setelah itu mengatur kompor dan menuang minyak.

"Reiko, bantu Tomo." Bu Sayuki memerintah dengan tegas sambil bermuka lurus.

Ehh, ke mana sikap ramah penuh senyum Beliau sebelum ini?