Pernah dengar istilah I hate monday gak? Kalau kalian pernah dengar dan menjadi kaum pengikutnya, oke berarti kita seserver. Buatku hari Senin itu ibarat maju ke medan perang, wihh keren gak sih. Kenapa aku bilang gitu? Jelas. Hari Seninku selalu di warnai dengan keribetan, dan keruwetan itu dimulai dari setelah aku memakirkan motorku dan menaiki tangga menuju lantai dua dimana ruangan kerjaku berada.
Perusahaan ini menjadi tempatku mengais rejeki setelah lulus kuliah. Bertugas sebagai staf keuangan yang mengurusi segala keperluan karyawan dan perusahaan menjadi tugasku sehari-hari. Dan Senin merupakan awal dari tugasku yang akan mengikuti setiap harinya.
Jam setengah delapan aku sudah sampai di kantor, dan setumpuk berkas biaya yang sudah aku kerjakan akhir pekan kemarin sudah siap menantiku. Menyalakan komputer untuk memulai aktivitas menjadi pilihan pertama yang aku kerjakan. Tak lupa aku juga berdoa, semoga Senin ini semua pekerjaanku lancar dan tak ada hambatan, ingat ora et labora. Bekerja sambil berdoa.
Mas Sani Office Boy yang bertugas membersihkan kantor memasuki ruanganku.
"Pagi sekali mbak Luna udah datang." Katanya sambil mengambil keranjang sampah dan memasukan isinya ke dalam kantung plastik.
"Wah, nyindir nih" jawabku sambil mulai membuka lipatan kertas biaya.
"Hehehe,, kan biasanya mbak Luna datangnya mepet-mepet jam masuk." Katanya yang hapal kalau aku sukanya ngepasin jam masuk.
Mau tak mau aku tertawa mendengar jawaban Mas Sani yang hapal di luar kepala dengan kelakuanku.
"Biasalah Mas, Senin buka biaya jadi ya harus datang pagi biar ntar ke bank nya nggak kesiangan." Mataku tak beralih dari kertas dan monitor yang menyala.
"Masih sepi mbak Lun, belum ada yang datang lo yang lainnya." Kali ini Mas Sani mulai mengelap meja dan benda lain di ruangan.
"Iya biasahlah Senin emang bawaannya males, soalnya kan habis libur minggunya." Aku menghela napas lega setelah selesai memvalidasi berkas-berkas yang kemarin. Tinggal sedikit pekerjaan yang harus kulakukan.
"Nggak bawa makan mbak Lun? Sudah sarapan?" Tanyanya seraya menyapu kotoran yang ada dilantai.
"Ndak bawa aku. Ntar pesenin aku indomie kuah aja di warung Mak Eni ya. Jangan lupa pake telur sayur, sama cabenya di rebus juga 3 biji." Ku buka laci kerjaku dan mengambil selembar uang sepuluh ribuan. Mas Sani yang sudah selesai dengan tugasnya segera mendekat dan mengambil uang yang ku ulurkan.
"Minum apa mbak Lun?"
"Nggak usah aku minum air putih aja."
"Siap." Mas Sani yang sudah mendapat misi membeli sarapan segera menghilang dari ruangan dan tinggallah aku sendirian dengan kerjaannya yang hampir tandas.
Sepuluh menit kemudian kantor mulai ramai dengan karyawan yang mulai berdatangan.
"Wiee datang pagi kamu Lun?" Sapa Mbak Rere seniorku yang baru datang.
"Ya iyalah datang pagi dia pasti. Senin nya kan ribet dia." Sahut mbak Lita yang ada di belakangnya. Mereka berdua segera duduk di tempatnya masing-masing.
"Iya lah mbak coba bayangin aku ada kliring, masih buka biaya ada brefing lagi. Kalau nggak dateng pagi ribet aku tuh." Jawabku sambil bersiap memasukkan giro yang baru diambilkan mbak Lita dari brangkas ke dalam tas kerja.
"Yo wes ndang budalo kliring biar nanti bisa ikutan brefing."
(Ya sudah cepat berangkat kliring biar nanti bisa ikutan breafing)
"Eh, Lun titip nasi bungkus pertigaan ya. Yang telor aja 1. Kamu titip juga nggak Lit?"
"Aku mau juga donk yang telor 1 juga." Bu Yeni yang baru datang tak mau ketinggalan.
"Waduh aku barusan pesan mie kuah di Mak Eni."sahutku sambil menepuk jidat.
Baru ingat aku kalau habis ini masih keluar. Terus nasib si mie kuah jelas bakalan mengembang kalau nunggu aku datang.
"Wah mie kuah kayaknya enak tuh." Celetuk Mbak Lita yang habis dengar kalau aku pesan mie.
"Aku juga pesan mie aja dah." Putusnya kemudian.
"Oke, berarti ini nasbungnya 2 aja ya. Telur semua. Ada pesanan lain nggak Mbak Re?" Tanyaku lagi sambil bersiap memakai masker dan sarung tangan.
"Nggak ada. Udah kamu langsung cuss berangkat aja."
Tanpa perlu panjang lebar lagi aku segera keluar ruangan dan turun ke tempat parkiran. Setelah mampir ke warung Mak Eni sebentar memastikan mie sudah di eksekusi atau belum aku segera mengeber motorku membelah jalanan kota.
Antrian kliring ternyata cukup banyak. Jadi sepertinya aku tidak akan sempat ikutan breafing, belum juga beli titipan nasi bungkus. Sambil nungguin antrian yang masih 2 orang lagi aku sempetin buat cekrek cekrek trus upload di status sosmed.
Beginilah nasib jomblo yang bisanya cuma upload kerjaan. Lah gimana nggak setidaknya dengan pamer kerjaan itu menandakan bahwa aku jomblo bermartabat seperti motto ku selama ini.
Tanpa sadar aku ketawa sendiri, mengingat tingkahku yang yang masuk diakal. Biarin lah. Hidup hidupku sendiri juga.
Ku masukkan segera ponselku ke dalam tas setelah nomor antrianku di sebutkan oleh mbak mesin antrian untuk segera ke teller. Selesai dengan urusan kliring aku segera meluncur ke tempat nasi bungkus berada. Ini baru mau jam 9 dan kerjaanku baru saja 20 persen berjalan.
Seperti dugaanku aku nggak sempat ikut breafing. Aku baru sampai saat mereka mulai keluar dari ruang meeting.
"Lun, besok Bu Endah datang. Tolong siapin keperluannya ya. Sama kerjaan kamu juga ya. Mbak Rere, Lita sama Mbak Indah juga. Tolong beresin kerjaannya masing-masing."
Aku dan para Mbak senior hanya menganguk dengan permintaan Bu Yeni. Hal kayak gini sering terjadi jadi aku tidak heran. Bu Endah itu audit yang biasanya dikirim oleh pusat kalau mau ada pergantian pimpinan. Karena pekerjaanku yang masih segunung aku tak mendengarkan lagi apa yang di bahas mbak-mbak senior itu setelah menyerahkan pesanan mereka. Yang aku dengar cuma ada yang mau mutasi.
Seninku di tutup dengan lumayan lancar tanpa drama berjilid jilid kayak sinetron ikan terbang. Semua kerjaan sudah beres dan aku sudah bersiap pulang setelah setoran dengan Bu Yeni kelar.
"Masih muda ya Bu? Ada fotonya nggak?" Kudengar Mbak Rere sedang bertanya dengan Bu Yeni yang sedang memperlihatkan isi ponselnya.
"Belum jelas Mbak Re. Infonya ini PL. Jadi ini orang bukan dari pusat atau dari cabang."
Ini mereka lagi bahas apaan isi. Kok ada PL, PL segala. PL itu apa? PL itu penunjukan langsung gaes.
"Bu, aku boleh pulang?" Kataku memotong dua orang yang sedang asik ngibah itu. Bu Yeni hanya mengangguk dan tersenyum tipis.
"Mau kemana kamu kok duluan pulangnya?" Tanya Mbak Rere penuh selidik dengan mata memincing tajam persis emak tiri siap menerkam mangsa tak berdaya macam aku.
"Pacaran ya?" Tebaknya.
"Pacaran apa sih mbak. Aku mau ke Market beli keperluannya pantri ini loh." Jawabku sambil menunjukkan list belanjaan yang sudah aku buat.
Mbak Rere tersenyum manis mendengar jawabankku.
"Kirain mau pacaran. Habis aku tuh kepo sama kamu. Mau aku kenalin temen-temennya abang Dani nggak Lun?" Tawarnya dengan seringai lebar.
"Nggak mauuu.. please, jangan ibunda ratu. Jangan lakukan itu padaku. Biarlah ke jombloan ini menemani daku" Sedikit drama korea mulai ku peragakan yang langsung di sambut dengan timpukan di kepalaku.
"Kabuuurrr.... " segera ku tinggalkan Mbak Rere yang tadi sudah bersiap dengan jurus serangan mautnya.