Malam ini selepas sholat isya aku memyempatkan untuk membuka pesan yang sudah menumpuk di ponsel. Cukup membuatku kaget juga mengingat sudah ada ratusan peaan disana. Chat pribadi dan juga grup sepertinya benar-benar memyemarakkan dunia maya.
Belum sampai dua puluh menit akhirnya aku kembali menutup ponsel itu.
Ku sandarkan tubuhku pada sofabed di depan televisi. Menghembuskan napas dengan kuat. Mataku melirik jam dinding sudah jam delapan malam.
Dengan malas ku ambil tas kerjaku yang aku letakkan di karpet bawah dengan kakiku. Teringat pembicaraan tadi siang dengan Bu Yeni yang memberiku mandat untuk urusan sertijab yang akan di adakan sabtu akhir pekan ini.
Sepertinya aku harus menyiapkan tenaga ekstra untuk beberapa hari kedepan.
"Hari ini datang ya Bu?" bisik Mbak Rere ke Bu Yeni yang baru kembali dari ruangan Pak Arya.
"Iya datang, udah di hotel sama Pak Dito. Paling bentar lagi juga sampai kantor." jawabnya sambil menaruh tumpukkan berkas yang di bawa dari meeting tadi.
"Hmmm,, penasaran aku. "
Aku nggak lagi mendengarkan ocehan Mbak Rere dan lebih memilih fokus menyelesaikan kerjaanku.
Jadwalku hari ini cukup banyak, ke bank, reservasi tempat untuk acara sertijab, cari kado kenang-kenangan juga.
Segera mungkin aku selesaikan kerjaanku sebelum berangkat setoran.
"Mbak Lit, aku berangkat dulu ya. Kalau nanti Bu Yeni tanya." pamitku pada Mbak Lita karena sepuluh menit yang lalu Bu Yeni dan Mbak Rere di panggil Bu Endah ke ruang meeting, katanya ada temuan audit yang mau di tanyakan.
"Oke, hati-hati."
Selama perjalanan aku sudah merancang apa saja yang harus ku kerjakan dalam waktu seminggu ini. Ini bukan hal yang baru buatku, aku sudah sering berurusan dengan hal macam ini. Hanya bagaimana pintar nya aku saja membagi waktu.
Setelah urusan dengan bank selesai aku segera mengarahkan motorku ke resto Bunga tempat biasanya kami mengadakan acara-acara kantor.
Tadi sebelum berangkat aku sudah menyempatkan menelpon managernya Mbak Sita dan menyampaikan maksudku, jadi sekarang aku hanya tinggal memfixkan saja biaya dan apa saja yang aku perlukan.
Dan disinilah aku sekarang berada, galeri lukisan. Jadi sesuai dengan kesepakatan kemarin kalau kita bakal ngasih cinderamata sebuah lukisan karena Pak Arya itu suka dengan hal seperti ini. Aku segera memesankan dan melakukan DP pembayaran untuk orderanku yang katanya dua hari lagi akan selesai.
Nggak terasa kegiatanku diluar membuat perutku berbunyi nyaring. Pantas saja minta diisi ternyata sekarang sudah jam satu. Beruntung tidak jauh dari galeri ini ada warteg, jadi aku memutuskan buat makan siang di sana saja.
Seporsi nasi soto dengan kuah yang masih mengepul membuat perutku bukan cuma keroncongan tapi juga sudah mau dangdutan. Kucuran jeruk nipis dan sambal membuat sempurna makan siang hari ini.
Selesai makan dan membayar aku bergegas menuju arah pulang ke kantor. Pekerjaanku yang lain sudah menunggu jadi tak ada waktu untuk bersantai.
"Mbak Luna baru datang dari bank?" tanya Pak Antok yang melihatku baru selesai memarkirkan motorku.
"Iya pak, dari bank, ke resto terus nyari souvenir buat Pak Arya. Capek banget aku. Mana puaanaas lagi. Pengen cepet-cepet ngadem deh." sahutku sambil tertawa.
"Iya mbak Lun, pasti bentar lagi mbak luna bakalan adem lihat bos baru gantinya Pak Arya."
"Hahahaha... bisa-bisa aja pak. Emang bos baru kulkas apa bisa buat ngadem" aku tak lagi mendengarkan jawaban Pak Antok karena kakiku sudah menaiki tangga menuju lantai dua.
"Ya allah Lun, Ya allah Lun. Kamu lama amat sih baru nyampai? nggak tahu kamu apa kantor heboh banget tadi. Kamu nggak buka HP lagi?" omel mbak Rere yang menyambut kedatanganku sedangkan aku hanya menggeleng pasrah.
"Haaduuhhh emang susah ngomong sama kamu."
"Emang kenapa sih Mbak Re, heboh banget. Aku diluaran tu sibuk mana panas lagi." kataku sambil mengambil kursi untuk duduk.
"Lit, Ndah coba kalian yang jelasin sama ini bocah!" perintahnya sambil menunjuk Mbak Lita dan Mbak Indah.
"Jadi gini Lun, Ya Allah Luna tahu nggak bos baru bener - bener keren buaangettt." Mbak Lita yang biasanya anteng tiba-tiba menjadi histeri tak terduga.
"Iya kan Lit. Keren kan. Masih muda dan ramah lo Lun. Duh kamu sih nggak buru-buru datang dari tadi." kalimat Mbak Rere yang di iyakan dengan anggukan Mbak Lita dan Mbak Indah.
"Lha terus kalau orangnya keren masih muda sama ramah hubungannya apa coba mbak sama aku? tanyaku dengan ekspresi datar yang langsung disambut dengan lemparan tisu sama mereka.
"Heh, emang susyahh ngomong sama kamu itu Lun."
"Lha kan emang bener to mbak. Mau orangnya ganteng, kereen juga kan nggak ada hubungannya sama aku."
"Kamu masih suka cowok kan Lun? Jangan bilang kamu sukanya cewek."
"Yeee aku ya jelas sukanya cowok lah Mbak. Emangnya aku nggak normal apa" protesku kesal.
"Nah makanya itu kamu ngelihat gimana bos baru kita itu."
"Ya kan nanti juga ketemu mbak. Ngapain juga mesti kepo." Aku langsung menyalakan komputerku dan mengeluarkan nota dan slip yang aku bawa untuk segera di buatkan pembukuannya.
"Emang susah ngomong sama Luna. Diajakin kepo juga nggak ada antusiasnya." gerutu Mbak Rere yang kemudian berlalu dan kembali ke kubikelnya.
Jam 4 lebih sepuluh menit akhirnya kerjaanku selesai. Aku segera mengemasi berkas-berkas dan memasukan uang kas kelaci mejaku dan segera menguncinya.
Mbak-mbak yang lain juga sudah pada kelar dengan tugasnya masing-masing. Malah meja Mbak Rere sudah bersih dan rapi sejak dua puluh menit yang lalu. Yah, Mbak Rere bukan cuma mulutnya yang cepet tapi tangannya juga kerja nggak kalah cepat.
Kami sudah bersiap pulang hanya menunggu Bu Yeni yang masih di ruang meeting. Kan nggak etis kalau kita langsung pulang begitu saja.
Tepat ketika aku berdiri dari kursiku nampak Bu Yeni memasuki ruangan dengan Bu Endah.
"Wah, sudah rapi mau pada pulang nih."
"Iya donk Bu. Datang on time pulang juga on time dong." aku tertawa mendengar jawaban Mbak Rere.
"Bisa aja kamu Re. Tak kira mau nungguin Bapak baru?"
"Ya ndak lah Bu kan aku sudah punya bang Dani. Luna itu mungkin yang mau nungguin kan tadi nggak ketemu."
Aku tertegun dengan perkataan Mbak Rere dan otomatis jariku menunjuk mukaku sendiri.
"Aku nggak kepo kok Mbak Re. Sorry ya." sahutku tak terima.
"Ya udah aku periksa dulu setorannya Luna. Jangan bertengkar." sela Bu Yeni yang melihat aku dan Mbak Rere sudah siap saling menerjang.
Lima menit kemudian Bu Yeni menyerahkan berkas laporan hari ini dan uang yang diterima hari ini untuk segera di simpan ke brangkas. Aku pun lalu memasukkannya ke brangkas.
"Bu Endah sudah mau pulang?" Aku yang hendak berdiri dari depan brangkas berasa kehilangan kekuatan. Suara itu. Ya Tuhan jangan bilang kalau, , Ah ini nggak mungkin. Tapi akhirnya dengan sedikit keberanian aku berusaha berdiri dari tempatku.
"Eh Pak Arga, Iya pak ini mau pulang."
"Ya udah sekalian barang kita aja Bu."
Ini tidak mungkin, suara itu. Aku kenal betul dengan suara itu. . Suara itu milik Dia..