Chereads / Bosku Mantan Gebetanku / Chapter 4 - Pak Arya mutasi

Chapter 4 - Pak Arya mutasi

Alarmku sudah berbunyi dari tadi, hanya saja rasa malas dan kantuk tidak bisa ku lawan dengan kuat. Dan untuk yang kesekian kali bunyi nyaringnya benar-benar menyadarkanku. Tergagap dengan kesadaran yang nyaris belum terkumpul sempurna aku langsung duduk terbangun. Mencari dimana letak ponsel yang alarmnya sedang berbunyi itu. Ku sibakkan selimut dan bantal tapi masih belum juga ketemu dan ketika pandangnku ku arahkan ke bawah di sana benda yang sedang aku cari berada.

Tujuh lebih lima belas menit dan aku belum apa-apa. Dengan gerakan kilat aku berlari ke kamar mandi, menguyur tubuh dengan tergesa dan segera menyelesaikan ritual mandi yang harusnya menyenangkan. Cukup lima belas menit mandi dan berganti baju selesai aku kerjakan.

Aku hanya punya waktu tiga puluh menit untuk sampai ke kantor. Inilah kebiasaan burukku, selalu datang mendekati jam masuk kerja setelah Senin lewat.

Matic merahku ku kendarai cukup tergesa, baru aku ingat jika Bu Endah akan datang hari ini. Aku harus sampai dengan cepat.

Ku tempelkan segera jariku di mesin absensi setelah tergesa memarkirkan motorku. Masih sempat ku dengar celotehan Pak Sajid saat aku setengah berlari menaiki tangga ke lantai dua.

Aku mengambil napas sekuat kuatnya begitu sampai di ruangan. Tiga orang yang sudah ada di sana menatapku dengan wajah heran.

"Kenapa Lun? Kayak di kejar hantu aja kamu?"

" Ish, Mbak ini aku tuh di kejar waktu. Kesiangan aku tadi bangunnya."

"Hilih bukannya kamu emang sukanya datang mepet-mepet jam masuk." sindirnya sambil melewatiku yang cuma nyengir kuda.

"Bu Endah udah dateng Bu?" tanyaku ke Bu Yeni yang sedang fokus pada layar komputer di depannya.

"Belum, keretanya jam 9 baru sampai nanti Bapak yang jemput." jawabnya tanpa mengalihkan tatapannya dari layar datar itu.

Aku yang mendengar jawaban itu segera mengambil kursi ku dan menaruh tas ku di laci bawah meja. Menyalakan komputer dan memgecek email yang masuk kemudian membuat list pekerjaan yang harus ku kerjakan hari ini.

"Eh, gimana bu udah dapat fotonya belum? info-info lainnya mungkin bu?" suara mbak Rere yang kepo terdengar dari meja ku berada.

"Nggak dapat info sama sekali. Nanti aja nunggu Bu Endah datang tak tanya ke beliau aja."

"Wah, betul juga Bu."

Aku tak lagi mendengarkan apa yang mereka obrolkan karena sudah sibuk dengan kertas-kertas pekerjaanku sendiri. Jam sepuluh aku baru selesai dan sekarang jadwalku untuk pergi ke bank setoran.

Selesai pamit dengan orang-orang di ruangan aku bergegas berangkat ke Bank. Pak Sajid yang melihatku bersiap mengambilkan motorku dan menghidupkannya.

" Makasih lo pak Sajid, motorku udah di siapin." ucapku tulus pada pria yang sudah berumur itu.

"Sama -sama mbak Luna. Langsung berangkat ini mbak?"

"Iya pak. Mumpung Bu Endah belum datang."

"Jadi beneran ya Mbak, Pak Arya mau di mutasi?" tanyanya yang cukup mengagetkanku.

"Pak Arya di mutasi? Lha, bapak denger kabar dari mana emang."

"Itu mbak di group wa anak-anak security infonya gitu Pak Arya mau mutasi." jelasnya

"Waduh kok aku malah nggak tahu ya. Eh, tapi wajar juga sih. Ooohh.. pantes aja Bu Endah kunjungan kesini." kataku kemudian setelah menyadari kenapa Bu Endah datang ke kantor sini.

"kenapa mbak Lun?" tanya Pak Sajid yang melihatku menganguk anggukan kepala.

"Oh, gak apa-apa pak. Aku cuma lagi keingentan sesuatu aja. Ya udah aku mau jalan -jalan dulu. "

"Siap Mbak Luna hati-hati di jalan jangan ngebut lo ya." pesannya yang ku anggukin dengan mantap

Motorku melaju dengan tenang jam segini jalanan sudah tak terlalu ramai. Lima belas menit kemudian matic merahku sudah memasuki area parkir bank.

Antrian kasir ternyata tak begitu ramai jadi lumayan mempermudah aku untuk segera menyelesaikan transaksi hari ini. Kakiku baru menapaki pintu keluar saat ponsel pintarku berbunyi nyaring. Sedikit menepi ku ambil ponsel itu dan segera mengangkat pangilan dari mbak Rere.

" Ya Mbak Re, what happen?" kataku dengan logat jawaku yang medok

" Hiyuhhh, what heppen, what heppen. Nangdi iki Lun (dimana ini Lun)?" inilah percakapan lintas bahasa asing versus bahasa lokal yang sering terjadi diantara kami. Di tanya pakai bahasa apa balik di tanya pakai bahasa apa. "Isih nang bank aku mbak, iki tas mari. Kenopo?"

"(Masih di bank aku mbak, ini baru seleaai. Kenapa)?"

"Ooh, terus mau kemana kamu sekarang? Balik kantor ta?"

"Ndak Mbak, aku masih ke Sinar Jaya ini ngasihkan slip pembayaran kemarin. Kenapa?"

"Oh, sip lek gitu titip belikan makan sekalian aku ya sama Lita juga. Bu Yeni kan nanti keluar sama Bu Endah trus Mbak Indah biasalah dia pulang ke rumahnya."

"Oo.. Emang mau makan apa?"

"Ayam hainan aja ya. Trus sekalian belikan jajan. Biasa di depannya dispenduk."

"Hmmmm,, njajan teroooos"

"Wes ojo protes ilang mengko ayu mu. Oke ndang budal lo. Ojo lali pesenanku."

"(Udah jangan protes hilang nanti cantikmu. Oke cepet berangkat. Jangan lupa pesananku)."

"O... "

Klikk

Ish kebiasaan belum juga di iyaain telepon udah di putus sepihak. Aku bergegas menuju parkiran motor, memakai helm dan segera menstaternya menuju tujuan selanjutnya.

Jam sebelas urusanku diluar akhirnya selesai dan aku sudah kembali ke kantor dengan bawaan yang sudah seperti delivery order saja. Kanan kiri nenteng plastik yang sudah pasti isinya makan. Awas aja aku mintain ongkos titip.

"Mbak Re, nyohh pesenanmu (ini pesanmu)." kataku sambil menyerahkan kantung plastik untuk nya.

"Wes, joss tenan iki Lun. Anceno enak titip kamu pasti komplit." aku mencebik menanggapi kalimatnya.

"Ojo lali jastip e lo mbak Re, ndak gratis. Kwkwkwk.." aku tertawa melihat ekspresi kesalnya.

"Tumben nggak pulang makan siang?" ku dudukan pantatku di kursiku. Menaruh tas dan mengeluarkan Hp dari sana.

"Iya nggak enak aku ada Bu Endah."

"Halah, gayamu mbak. Pake nggak enak segala." dan akupun di hadiahi jitakan di kepala.

"Wes ngek ndang gelut ." sebuah suara dari pintu masuk membuatku yang sudah bersiap menyerang Mbak Rere berhenti. Hal yang sama juga di lakukan Mbak Rere yang sudah pasang kuda-kuda. Kami berdua refleks senyam senyum melihat siapa yang berada di pintu masuk. Pak Arya dan Bu Endah.

"Eh, ibu... " kata mbak Rere sambil menahan malu.

"Gimana kabarnya Re, sehat ya?" tanya Bu Endah sambil mengulurkan tangan dan segera disambut anak-anaknya.

"Ya sehat lah Bu, wong itu sudah siap adu jotos sama Luna." jawab Bu Yeni yang dari tadi diam. Aku dan Mbak Rere hanya cengar-cengir sambil sikut sikutan.