Hal pertama yang dia rasakan adalah cahaya yang menyilaukan.
Dibalut dengan perasaan sakit disekujur tubuh serta rasa pegal disepanjang ototnya membuat dia begitu malas untuk bangun.
Beberapa saat kemudian rasa sakit itu perlahan pudar digantikan dengan perasaan dingin yang menusuk kulit.
Dengan perasaan dingin itu membawa matanya untuk terbuka.
Kesadarannya mulai pulih seiring berjalannya waktu.
Perlahan dan perlahan, sudut matanya melihat warna hijau yang kian jelas.
Aku masih hidup?
Apa yang terjadi?
Memaksakan tubuhnya yang terasa berat dia bangun.
Memeriksa tubuhnya sendiri dengan cepat dia menyadari ada sebuah kesalahan.
Bukan terluka atau apa, namun hal yang ada dibenaknya adalah sesuatu yang tidak masuk akal.
Seluruh tubuhnya mengecil?! Kedua tangan yang ditempa melalui pelatihan yang intensif dan dibabtis oleh pertempuran panjang kini telah berubah menjadi sebuah benda mungil nan pendek.
Bukan itu saja, bahkan seluruh tubuhnya dimana dia kini tidak berpakaian!
Apa-apaan ini?
Hatinya seolah berkata begitu, tapi pikiran dia masih terfokus untuk melihat dan menganalisi keadaan sekeliling sebagaimana yang sudah menjadi kebiasaanya.
Apakah yang lainnya selamat juga?
Maka dia mengabaikan tentang keadaan aneh yang menimpa dirinya kemudian berfokus untuk sesuatu yang lebih penting.
Seharus masih ada bekas puing dari helikopter atau bahkan rekan-rekan yang seharus ikut terjatuh dari sini.
Dia merasa harus mencari mereka!
Menyibak semak yang ada disekitarnya dia menemukan jejak darah.
Apakah itu darah dari rekannya?
Dia harus pergi memastikan.
Mengikuti jejak itu bukannya sampai ke tempat rekannya berada, dia malah bertemu dengan orang-orang aneh.
Satu pria telentang dengan sebilah pedang pendek menusuk perutnya sementara satu pria lainnya terengah-engah duduk bersender di pohon dengan keadaan yang tidak bisa dibilang baik.
Orang-orang ini mengenakan pakaian yang hanya pernah dia lihat disebuah film-film.
Ada keraguan untuk mendekati mereka. Meskipun mereka tidak terlihat seperti tentara republik timur tapi dia tidak tau juga apakah mereka itu teman atau musuh.
Karena pria yang tertusuk pedang pendek itu sudah tidak bernyawa. Tanpa ragu dia menarik pedang yang ada di perut orang yang terbujur di tanah itu.
Tentu organ dari pria itu ikut tertarik juga. Tapi tidak ada waktu untuk memikirkan itu lagipula dia sudah terbiasa untuk melihat hal yang lebih mengerikan di garis depan.
Dengan sekali hempasan organ itu terlepas.
Dia menyingkirkan belati digengaman tangan orang itu dengan pedang dan menjauhkannya untuk menghindari resiko dia akan diserang dengan tiba-tiba. Walaupun sebenarnya dia tahu bahwa orang di depannya ini sepertinya bahkan tidak kuat lagi untuk mengayunkan tangannya. Namun, resiko tetaplah resiko dan dia tidak ingin lengah sedikitpun.
" Hei Tuan? " Dia memanggil nama orang sekarat itu untuk memastikan keadaannya.
Dengan lemah orang sekarat itu memandang ke arah orang yang memanggilnya.
" T-Tuan muda Alsbert.. Saya senang anda selamat! "
" Allsbert? Siapa? "
Dia dapat memastikan jika tidak ada orang disitu yang hidup selain mereka berdua. Jadi, siapa Allsbert yang dimaksud orang itu?
" Maaf Tuan. Namaku bukan Allsbert, namaku– tunggu siapa namaku? Kenapa aku tidak ingat sama sekali? "
Walau dia masih ingat setiap detil dari peristiwa yang menimpanya, dia sama sekali tidak ingat terhadap namanya sendiri.
Dia tidak tahu kenapa bisa seperti itu ataupun apa yang terjadi, namun ketika dia mengingat tentang namanya entah kenapa kepalanya seperti menjadi sakit untuk beberapa alasan.
" Tidak. Anda adalah Tuan yang saya layani. Anda adalah Tuan Allsbert! " Orang sekarat itu berbicara dengan lemah.
Maka dia mengabaikan mengenai jati dirinya yang sebenarnya, lantas buru-buru langsung menanyakan apa yang sebenarnya terjadi karena tahu jika pria di depan dirinya ini sudah tidak dapat tertolong lagi meskipun dengan pertolongan pertama karena telah kehabisan terlalu banyak darah.
Bukan jawaban langsung yang diterima, namun tangan bergetar pria itu yang terangkatlah yang menjadi jawaban, dia menyerahkan kalung liontin berukir kepala singa kepada pria yang dipanggilnya Allsbert itu.
Dengan lemah kemudian pria itu memberikan wasiat terakhir agar Allsbert segera keluar dari hutan ini dengan menuju ke selatan sebelum menghembuskan nafas terakhir.
Karena tidak ingat nama dia, maka dia memutuskan untuk menggunakan nama Allsbert sampai ingatannya kembali.
Sebenarnya Allsbert memiliki perasaan binggung.
Dia berusaha mencerna apa yang sebenarnya terjadi.
Berusaha berjalan untuk berfikir, Allsbert keluar dari area semak itu dan menemukan sesuatu yang lebih mencengangkan.
Banyak mayat-mayat bergelimpangan.
Tidak hanya satu dua, tapi itu ada lebih dari 20 orang!
Pakaian mereka semua aneh!
Ada dari mereka yang mengenakan seperti pakaian prajurit zaman dahulu seperti sebuah pelindung besi, ada pula yang mengenakan pakaian biasa, namun dengan model yang belum pernah dilihatnya.
" Apa-apaan ini? "
Meskipun keadaan membingungkan semakin lama semakin banyak. Namun, Allsbert bukanlah orang yang tidak kompeten yang membiarkan kebingungan menguasai diri terlalu lama.
Dia langsung berusaha menganalisis apa yang sebenarnya terjadi melalui pengamatan-pengamatan di sekitarnya.
Sepertinya telah terjadi pertarungan disini. Kedua belah pihak tidak dalam keadaan seimbang.
Allsbert mengindikasi dari pakaian mereka ada yang serupa dan ada yang berbeda. Sepertinya pihak orang yang sekarat itu mengalami kalah jumlah dan akhirnya kalah.
Kemudian ada 4 wanita tanpa busana, beberapa dari mereka terlihat meninggal karna shok serta ada yang mengalami kekerasan dileher, tubuh serta sepertinya mereka mendapatkan kekerasan seksual.
Ada juga beberapa mayat yang tercabik-cabik dan mengarah ke sebuah arah. Mengindikasi ada situasi tidak terduga, dimana entah bagaimana ada hewan buas yang datang menyerang mereka yang kemudian membuat mereka lari tunggang langgang.
" Mungkinkah beruang? Tapi bekas cakaran dan jejak kaki ini tidak mirip sama sekali. "
Allsbert menyentuh bekas jejak kaki besar serta bekas cakaran dipohon.
Alsbert kemudian mengecek kereta yang telah terbalik.
Dia mendapati di kereta itu banyak barang-barang seperti pakaian, beberapa gulungan kertas, serta barang-barang yang terbuat dari emas.
Apakah pihak yang menyerang adalah perampok? Tapi kenapa barang-barang berharga masih ada?
Apakah ada maksud lain?
Alsbert mengambil pakaian yang cocok untuk dirinya di sebuah kotak yang ada huruf yang tidak bisa dibaca Allsbert. Kemudian Allsbert juga membuka sebuah gulungan kertas.
Gulungan kertas itu memiliki warna putih yang agak kusam dengan huruf yang sama sekali tidak dapat dibaca Alsbert.
" Huruf apa ini? "
Alsbert mencoba membolak-balik dokumen itu untuk mengeceknya.
Siapa tahu jika huruf ini merupakan sebuah sandi.
" Ah percuma saja. Aku tidak paham tulisan ini. "
Tulisan itu sepertinya bukanlah sebuah sandi dan Allsbert sendiri belum pernah melihat tulisan semacam itu.
Setelah itu Allsbert mengecek barang-barang yang ada di kereta itu lagi dan mendapatkan sebuah kantong yang terdapat makanan seperti roti dan buah-buahan di dalamnya.
Merasa tidak ada lagi yang ada di kereta itu dia memandang sekitarnya.
" Sekarang. Apa yang harus dilakukan dengan mayat-mayat ini? "
Meskipun Alsbert telah terbiasa untuk meninggalkan mayat dimedan perang, namun hatinya seolah menyuruh untuk menguburkan mereka.
Sebuah perasaan tidak nyaman terasa benar dihatinya.
Maka dari itu Alsbert segera mengambil sekop yang terdapat di bawah kereta dan mulai membuat lubang dengan tangan kecilnya.
Bukan lubang yang dalam, namun cukup untuk menguburkan mayat-mayat ini.
Tidak semua. Allsbert hanya menguburkan 10 orang yang termasuk 4 wanita tadi, orang sekarat tadi dan mereka yang memiliki pakaian sama.
Allsbert tau jika dia tidak dapat berlama-lama disini karena ada kemungkinan hewan buas akan datang lagi.
Allsbert berusaha untuk menggali lubang secepat yang dia bisa walau dia sempat beristirahat beberapa kali karena bagaimanapun dengan tubuh yang mengecil ini membuatnya cukup kelelahan dalam membuat sebuah lubang.
Setelah empat jam menguburkan orang-orang, Allsbert akhirnya selesai setelah hari telah menjadi gelap.
Allsbert kemudian segera naik ke atas pohon untuk menghindari hewan buas dimalam hari. Karena sudah terbiasa dengan keadaan tidur dihutan, Allsbert tidur namun dengan tetap tidak mengendurkan kewaspadaannya.