Hiii...
Happy Reading!
****
"Yuhuuuuu! Putaran kedua abis, tersisa bagian terakhir!"
Teriakan dari Eduard membuat semuanya terdiam. Suasana terasa suram begitu Rindu dan Samudera menatap dengan tatapan horor karena belum memakan BBQ tersebut, mereka semua bahkan tidak bisa dimaafkan jika putaran ketiga dimakan anggota yang lain karena mereka hanya memesan tiga putaran.
Tap!
Tap!
Tidak cukup dengan tatapan suram, Rindu kini tampil berbeda dibanding hari biasanya. "Lu pada berniat ngabisin dagingnya Samudera dan gue, kan?"
"Ehehehe ... ."
Tawa dari Eduard membuat nya semakin emosi, Rindu mengangkat kursi kosong di sampingnya yang kosong, tempat itu sengaja kosong karena paksaan Samudera.
"LU PADA JAN MALU-MALUIN! COBA TENANG SEDIKIT!"
Rindu kini menjadi singa yang baru bangun dan kelaparan, kursi yang dia angkat membuat pelanggan lain memekik takut terkena lemparan kursi. Matanya memerah, entah menahan tangis atau menahan emosi. Tidak ada yang tahu tentang perasaan Rindu selain Samudera.
Pria itu dengan sigap memeluk Rindu dan meletakkan kursi kembali pada lantai, kondisi gadisnya tidak memungkinkan untuk melanjutkan acara BBQ mereka. Pasalnya, Rindu sudah terlalu jengah pada sifat rakus anggota klub voli yang berstatus teman Rindu. "Gue pulang duluan sama Rindu, daripada hal yang gak diinginkan terjadi, gue pamit." begitu berpamitan pada Galang dan Eduard, Samudera membawa Rindu keluar dari tempat tersebut.
Karena sebelumnya pergi menaiki mobil pick up, sekarang masalah mereka berganti menjadi, bagaimana caranya sepasang kekasih itu pulang?
"Mau telfon sopir?" tanya Samudera, dia tahu persis supir di kediaman Rindu sangat menunggu dimana tenaganya terpakai.
Pasalnya, keluarga Clerick, a.k.a orangtua Rindu senantiasa mengemudikan mobil masing-masing. Ketika Rindu membalas pertanyaan dirinya dengan gelengan, Samudera pun paham. "Mau nyewa sepeda itu? Gue anter pakai sepeda yah?" tawar Samudera tersenyum manis.
Pipi Rindu memerah ketika membayangkan adegan mesra dimana dirinya memeluk perut Samudera yang mengendarai sepeda, dia segera mengangguk setuju dan akhirnya Samudera pamit sebentar untuk mengurus sepeda.
"Rindu, yuk pulang ... ." ajak Samudera dengan wajah berseri seri, pria itu datang dengan sepeda yang tidak pernah Rindu bayangkan.
Doeng!
Ah, benar juga ... terlalu berharap pada sosok Samudera juga tidaklah baik, lihat lah sekarang! Kekasihnya dengan polos membawa sepeda dengan dua stir dan empat pengayuh! Itu adalah sepeda ganda, sangat berbeda dengan apa yang dia hayalkan!
"Samuu, gaada sepeda yang pengayuhnya cuma dua? Kaya boncengan ala film film gitu?" tanya Rindu penuh harap, dia bahkan merengek sedemikian rupa supaya Samudera peka dan mengganti sepedanya.
Sayangnya sekarang kekasihnya dalam mode No peka-peka alias tidak akan menangkap maksud tersirat yang Rindu lontarkan, "Ada kok, tapi kalo gitu gue nya yang capek Rindu.. Ayo naik, walau sedikit elo bisa kan bantu gue?"
"T-tapi ... gue pengennya dibonceng bukan sepedaan bareng.." rengek Rindu menggoyang-goyangkan lengan kanan Samudera.
Dengan tegas Samudera menggeleng, "Nanti kalau gue sakit, siapa yang bakal ngurus elu? Gaada kan? Yaudah cepet nurut dan naik sepedanya!" suruh Samudera naik terlebih dahulu.
Melihat Rindu yang enggan naik, kecaman bahwa Samudera akan meninggalkan Rindu pun berhasil membuat gadis itu naik. Dengan mood yang buruk Rindu berakhir harus mengayuh pedal sepeda selama 10 menit, karena jarak dari tempat BBQ dan kediaman Rindu lumayan jauh.
"Haaaa ... aku berharap bisa mati sekarang juga,?" gumam Rindu seraya menyeka keringat yang berjatuhan karena kelelahan.
Ckiit!
Betapa shock nya Rindu ketika Samudera menarik rem secara tiba-tiba, keningnya bahkan menubruk punggung keras dari Samudera!
Sambil meringis kesakitan Rindu bertanya dengan nada sebal, "Samuu! Ih, kok remnya di tarik?"
Samudera menoleh ke belakang, tangannya bergerak untuk menarik kedua bibir Rindu hingga termaju beberapa saat lalu melepasnya kembali. "Sekarang tangan gue yang mendarat di sana, kalo ngomong ngawur lagi kaki gue yang bakal nyumpel tuh mulut!"
Tanpa berprikemanusiaan Samudera mengancam Rindu, dia mendengar dengan kelas gumam-an yang gadisnya keluarkan. Jika Rindu pergi, lalu siapa yang akan bersamanya hingga tua? Samudera tentu tidak akan menerima orang baru!
Rindu mencibir pelan, menyuruh Samudera kembali mengayuh sepeda. Dia kira itu adalah akhir masalah hari ini, tapi Rindu salah besar. "Anjir, gue lupa ada tanjakan sebelum rumah gue!" pekik Rindu dalam hati.
Benar saja, ketika tanjakan berada di depan mata Samudera meminta Rindu turun dan mendorong dari belakang. "Woilah! Samu, masa lo tega nyuruh pacar cetar lu ini dorong sepeda?!" protes Rindu.
Bagaimana tidak protes, dirinya disuruh turun dan mendorong sepeda. Sedangkan Samudera sendiri, duduk ganteng di atas sepeda! Bukannya ini terbalik? Samudera lah yang harusnya mendorong sepeda dengan Rindu duduk di atas sepeda!
"Dikit doang kok, kaki gue sakit." keluh Samudera dengan entengnya.
Ah, benar-benar ... hari ini Samudera sangat menyebalkan! Awas saja nanti pacarnya itu, Rindu berjanji akan membalas semua kecapekan yang dia rasakan!
Tes!
Di saat Rindu asik mendorong sepeda sekuat tenaga, sebuah cairan kental menetes begitu saja tanpa diminta. Dorongan yang dia berikan terhenti sejenak sebelum akhirnya sadar dan mendorong kembali sepeda sewaan Samudera.
"Umm, Samu ... bisa ambilin permen aku? Ini jam makan permen," ujar Rindu ragu.
Dia berharap kekasihnya tidak menyadari apa yang tengah di rasakan oleh nya, sekuat tenaga Rindu berdoa supaya Samudera tidak menoleh karena dirinya tengah mimisan. "Kok tumben minta nya ragu, pake Aku-kamu lagi ... lu sehat, Rin?" tanya Samudera tidak sadar apa yang terjadi.
Rindu menyugar rambutnya setelah tanjakan berhasil di lewati, meraih tas yang di berikan Samudera dan berbalik membelakangi pria itu untuk membersihkan darah pada hidungnya. "Rin? Kamu ngapain?" tanya Samudera penasaran.
Jika di perhatikan Rindu memang suka bersikap aneh seperti ini, terkadang Samudera juga penasaran apa yang Rindu sembunyikan. Tangan kanannya bergerak untuk menarik bahu Rindu supaya pria itu bisa menatap wajah yang Rindu sembunyikan.
Degh!
Tubuh Rindu membeku dan membiarkan Samudera menatapi wajahnya, jantungnya berdetak tak karuan karena khawatir Samudera akan mengetahui rahasia yang tidak pernah dia beritahu pada kekasihnya. "Ciee, pipinya merah ... pasti senang karena di anterin ala film film sampai rumah kan?" goda Samudera berhasil membuat Rindu mendesah lega.
Keduanya berhenti di depan gerbang kediaman Clerick, Samudera memeluk Rindu terlebih dahulu untuk beberapa saat sebelum menaiki sepedanya. "Istirahat yang cukup yah, besok mau di jemput pake apa? Mobil? Motor? Sepeda? Gerobak? Becak? Delman? Jalan kaki? Taxi? Bus? Kereta? Pesawat? Atau--"
"Ebuseeet! Samu, kamu niat menjemput sekolah atau jualan kendaraan?! Gak sekalian di jemput pake Tank milik aparat?!" sarkas Rindu pusing bukan main.
Cengiran konyol muncul di wajah yang jarang berekspresi selain pada Rindu, aah, sifat childish Samudera muncul hari ini. Gemas dengan tingkah pacarnya, Rindu mencubit kedua pipi tirus Samudera sampai pria itu mengeluh kesakitan.
"Udah, sakit ih! Gue pulang!" ketus Samudera yang terlanjur kesal dengan Rindu yang mencubiti pipinya. Tapi, seolah kurang, dirinya kembali di kejutkan oleh wanita paruh baya yang menatapnya curiga. Di belakangnya pula ada seorang pria paruh baya yang menatapnya penuh minat.
"Rin, dia siapa?" tanya wanita paruh baya berhasil membuat Rindu terlonjak, gadis itu berkeringat dingin dan menatap ketiganya panik.
"Mama! Papa! Kalian udah pulang?! Ini baru jam berapa?!" pekik Rindu panik, dia segera berlari untuk menyembunyikan Samudera di punggung kecilnya sampai membuat kedua orang itu terkekeh.
"Pacar Rindu, yah?" tanya mereka bersamaan, melihat pria itu mengangguk polos dan menatap mereka berdua kagum, siapa saja akan senang melihatnya.
Pikiran yang sama dari sepasang suami istri itu membuat Rindu berdebar tak jelas, "Kalau pacarnya Rindu, berarti ayo masuk! Kita makan malam bersama!" seru keduanya.
Doeng!
Apa? Makan malam bersama?
****
Makasih sudah baca, luv yuuu!