Sebuah tangan tersodor di depan wajah Sarah. Membuat lamunan cewek itu buyar seketika, Yah! Sarah duduk di tribun lapangan sepakbola bukan untuk menonton sepakbola, tapi hanya untuk menghabiskan waktu dengan melamun karena ia tidak tahu ingin melakukan apa. Bagi Sarah, lebih baik hari dengan belajar daripada seperti ini, Setidaknya Sarah punya kegiatan.
Anehnya, di depan wajah Sarah tidak hanya tangan seseorang, melainkan satu botol susu coklat.
Sarah mendongak mencari pemilik tangan sekaligus susu coklat tersebut, dan alhasil, Sarah melihat pria tinggi sedang tersenyum lebar padanya.
"Ini, susu coklat yang terbuat dari susu sapi pilihan, dan biji coklat yang sudah dicoklatkan. Sehingga menjadi susu coklat. Dibeli atas kebaikan dua pria yang terlalu baik." ucap Pria itu panjang lebar.
Sarah membalas senyumnya, dengan senang hati menerima susu coklat di tangan cowok tersebut.
"Makasih Zafran!" ucap Sarah lembut. Ya! dia Zafran. Orang asing yang pertama kali ia ingat di pagi hari setelah mamanya. Orang dengan pantun lucunya setiap hari, orang yang mengatakan dirinya sebagai pengingat hal-hal penting bagi Sarah. Orang yang selalu diingatnya setiap hari. Ya! Nama cowok ini Zafran!
Zafran ikut duduk di samping Sarah, menatap lapangan yang sedang berlangsung pertandingan sepakbola antar kelas. Sesaat, cowok itu menghembuskan nafasnya panjang.
"Kenapa lo malah di sini?" tanya Zafran tanpa beralih dari lapangan.
"Saya hanya nggak tahu mau ngapain." jujur Sarah.
Zafran tiba-tiba mendesis panjang, menatap Sarah dengan tatapan menyelidik, matanya menyipit mencari jawaban. "Kenapa lo selalu pakai 'Saya-Anda' saat bicara dengan orang lain?"
Bukan tanpa sebab, hanya saja Zafran selalu dibuat penasaran setiap harinya oleh Sarah. Alih-alih berbicara informal, cewek di sampingnya ini lebih memilih berbicara formal. Sampai sekarang Zafran masih penasaran.
Sarah tersenyum tipis, "Saya lebih nyaman seperti ini."
"Tapi tetap aja. Lo pikir lagi di kantoran? Saya-Anda itu sangat nggak tepat buat anak seumuran kita!" Protes Zafran.
"Saya nggak tahu apakah orang di sekitar saya lebih tua, lebih muda atau sebaya dengan saya." Jelas Sarah, "Dengan berbicara seperti ini, setidaknya saya nggak akan menyakiti perasaan orang lain."
"Saya nggak tahu, apakah saya sudah pernah bertemu mereka atau belum. Yang pasti, dengan begini saya lebih nyaman."
Zafran mengulum bibirnya ke dalam. Tiba-tiba rasa kasihannya terhadap Sarah datang lagi. Ternyata, semua yang dilakukan cewek ini ada alasan di baliknya. Dan alasan itu membuat Zafran jadi orang paling menyedihkan karena seorang cewek amnesia saja bisa berpikiran baik seperti itu.
Zafran berdehem, "Karena itu lo selalu panggil 'Anda' pada orang yang baru lo lihat. Dan saat lo udah kenal mereka pada satu hari, lo berubah dengan memanggil mereka 'Kamu'. Sudah nggak diherankan lagi." tebak Zafran setelah mengerti dengan gelagat dan sifat Sarah akhir-akhir ini.
Sarah mengangguk, membenarkan ucapan Zafran. Namun, Zafran dengan sontak memutar tubuhnya untuk berhadapan langsung dengan Sarah.
"Tapi tetap aja!" ucap Zafran tiba-tiba, "Meski lo nggak ingat mereka, tapi mereka pasti ingat dan kenal dengan lo."
"Setidaknya, coba aja berbicara lebih santai dengan teman-teman di kelas atau di sekolah! Seperti yang gue katakan. Lo mungkin nggak ingat dan kenal mereka, tapi mereka tetap kenal dengan lo."
Sarah menggeleng, menolak anjuran dari Zafran. Membuat Zafran menghela dengan panjang sembari memijit pelipisnya.
"Gini aja!" Zafran mementik jarinya, "Coba lo bilang 'gue-lo'!"
Dengan ragu, Sarah mengikuti. "Gu... gue-lo!"
Zafran tersenyum puas dengan sumringah, "Nah! coba bicara dengan gue seperti itu!" Pinta Zafran.
"Saya nggak bisa!" Pasrah Sarah.
Zafran menghela dengan lemah, "Coba lagi! Panggil diri lo dengan sebutan 'Gue'! bukan 'Saya'! dan panggil gue dengan 'Lo'!"
Sarah berdehem pelan, "Saya-Anda!"
"Bukan! Tapi, 'Gue-Lo'!" Kukuh Zafran.
"Saya-kamu?"
"Gue-Lo, Mbak!"
"Aku-Kamu? gimana kalau itu? sepertinya saya sudah terbiasa bicara seperti ini. Sangat susah kalau diubah."
Zafran menghembuskan nafasnya pasrah, "Terserah, deh!"
Tidak ada yang dapat dilakukan oleh Zafran lagi. Nyatanya, Sarah memang cewek seperti itu. Yang penting baginya adalah, bagaimana dirinya bisa nyaman dengan orang di sekitarnya. Dan Zafran bisa memahami itu.
Zafran langsung teringat sesuatu. Dengan cepat, cowok itu merogoh sakunya, mengeluarkan kertas putih yang dilipat jadi empat, memberinya pada Sarah seperti hari-hari sebelumnya.
"Ini catatan untuk hari ini."
Sarah menatap kertas dari Zafran, ia tidak perlu bertanya lagi. Sarah sudah tahu kebiasaan Zafran setiap harinya, karena itulah yang selalu dibacanya setiap hari.
Sarah menerima kertas dari tangan Zafran. Sekilas, Zafran mendapati tangan Sarah yang mulus dan lembut. Tiba-tiba saja, cowok itu mengangguk berkali-kali.
"Tangannya mulus, memang tangan yang jarang memegang bola." Lirih Zafran sendiri, kini Zafran beralih menatap wajah Sarah. "Wajah dia yang tirus, rambut panjang, dan suara yang sangat lembut. Sangat berbeda!"
"Hah? Apa?" Sayang sekali, ucapan Zafran ternyata didengar oleh Sarah.
Dengan cepat, Zafran mengibaskan tangannya. Menggeleng dengan senyum kikuk pada Sarah. "Nggak ada! Akhir-akhir ini, gue hanya banyak pikiran. Nggak usah terlalu dipikirkan ucapan gue tadi!"
"Pikiran seperti apa?" tanya Sarah, "Kamu tahu, kalau bercerita sedikit. Bisa membuat perasaan lebih baik."
Zafran terdiam, memutar kembali posisinya menghadap lapangan. Tatapan Zafran terlihat sangat kosong, pikiran tentang teman masalalunya yang selalu muncul ketika melihat Sarah selalu berputar di kepalanya. Dengan berat, cowok itu menghembuskan nafasnya.
"Akhir-akhir ini, gue selalu kepikiran seseorang." ucap Zafran memulai.
"Seseorang?" tanya Sarah.
Zafran mengangguk, "Dia... teman masa kecil gue. Yang udah nggak gue temui hampir empat tahun."
Sarah tersenyum hangat, ikut memutar tubuhnya menatap Zafran. "Apa yang bakal kamu lakuin kalau ketemu dengan dia lagi?"
Zafran mendengus pelan, tersenyum dengan masam, bergidik tidak tahu. "Gue nggak tahu! Mungkin gue akan bahagia? Senang? Kecewa? Marah? Benci? Bertanya-tanya kenapa hilang tanpa kabar? Entahlah!"
Sarah kembali berbalik, menengadah ke langit. Cewek itu tersenyum manis sembari menghembuskan nafasnya panjang. "Pasti enak ya, punya teman masa kecil?"
Sontak, Zafran malah berputar pada Sarah, menatap Sarah dengan tatapan tidak percaya. "Lo nggak punya teman masa kecil?"
Sarah bergidik dan menggeleng pelan, "Ingatan aku hilang sekitar tiga tahun terakhir. Aku hanya nggak bisa mengingat kejadian dalam kurun waktu itu,"
"Tapi, kejadian sebelum itu bisa aku ingat. Mungkin masa-masa Sekolah Dasar dan SMP." Cerita Sarah. Dan Zafran menyadari jika Sarah mulai menyebut dirinya dengan kata 'Aku'. Setidaknya ada perkembangan untuk cewek itu.
"Lo bisa ingat?" tanya Zafran tidak santai. Ia baru mengakui, jika amnesia Sarah memang sangat langka.
Sarah mengangguk, "Hanya saja, semakin kesini, kejadian-kejadian yang pernah aku alami itu mulai menghilang."
"Aku hanya dapat mengingat nama-nama orang yang dekat dengan aku dari dulu. Seperti mama, kerabat-kerabat mama, saudara, sepupu. Tapi, tidak ingat lagi pengalaman yang pernah aku lalui dengan mereka."
"Dan selama itu, aku yakin kalau nggak ada yang namanya teman masa kecil." Sarah menatap sendu. Sesaat, Sarah merasa bersalah pada Zafran. Padahal, dia ingin mendengar cerita Zafran, tapi malah ia yang jadi bercerita.
Zafran ingin takjub karena sudah mendengar sebuah penyakit yang sangat langka. Tapi, rasa kasihannya lebih besar daripada rasa takjubnya pada Sarah. Zafran mengakui jika ia memang tidak bisa jika diminta untuk tidak mengasihani Sarah. Nyatanya, Sarah sudah sangat banyak bercerita tentangnya. Zafran jadi merasa bersalah karena sudah bertanya.
Dan satu hal yang membuat Zafran semakin yakin. Yaitu, ia yakin jika pikirannya tentang Sarah adalah Salah. Sudah jelas tidak benar. Karena, Sarah mengatakan jika ia tidak pernah punya teman masa kecil. Sementara orang yang Zafran kenal tidak mungkin seperti itu.
"Kalau gitu, jangan lupa diminum susunya!" Zafran mengingatkan, sebagai isyarat jika ia sedang merasa kasihan.
Sarah mengangguk, tersenyum menatap susu coklat di tangannya. "Iya, makasih!"
"Oh iya, gue mau nanya." Ucap Zafran, "Gue dengar, lo suka coklat mint. Sebenarnya, apa yang lo sukai dari coklat seperti itu? Gue nggak ngerti kenapa ada orang yang suka."
Sarah masih menatap susu coklat di tangannya, mengelus pelan susu tersebut. Dengan senyum hangat, Sarah menjawab pertanyaan Zafran.
"Aku juga nggak tahu. Yang pasti, setiap aku makan coklat mint, aku jadi lebih semangat. Aku seperti menghadapi suatu tantangan yang dibenci orang-orang."
Sarah beralih menatap mata Zafran, mata mereka saling bertemu dan mengikat. Dengan lebar, Sarah menampilkan senyumnya. Sarah yang hari ini lebih banyak tersenyum hangat dan tulus, mungkin dari semua saat, ia lebih senang hari ini karena mengingat satu orang. Hanya saja, senyum kali ini terlihat seperti pahit dan penuh sakit.
"Dan tantangan itu jadi sangat manis dan menyenangkan." Lanjut Sarah pada akhirnya.
Zafran terdiam, matanya tak lepas menatap mata Sarah. Entah kenapa, darahnya jadi berdesir kencang. Ingin sekali Zafran berbicara, tapi bibirnya malah terasa keluh. Matanya tak berkedip sedikitpun.
Zafran sadar, seharusnya ia benar-benar tidak pernah bertanya sama sekali. Karena Zafran baru tahu, semakin banyak ia ingin tahu, semakin banyak rasa campur aduk yang harus dihadapinya.
Zafran juga sadar. Bukan kebiasaanlah yang telah membuat Zafran mengingat orang di masa lalunya. Melainkan....
Setiap kata dan ucapan yang keluar dari mulut cewek ini.
Kata yang hanya dikeluarkan oleh orang tertentu..