Chereads / twenty four hours / Chapter 32 - Bab 32/ Cara yang Dipilih

Chapter 32 - Bab 32/ Cara yang Dipilih

Tatapannya sayu dan kosong, lututnya ditekuk dan dipeluk dengan erat oleh kedua tangannya. Hari libur pertama dalam hidup Zafran yang tidak bisa ia nikmati. Biasanya guling dan kasur menjadi hal yang dinikmati Zafran di pagi hari seperti hari ini.

Zafran hanya diam membisu sembari duduk di atas sofa. Tidak lupa memeluk lututnya seperti orang yang tengah kedinginan.

"Orang sopan seperti apa yang berani memanggil gue pagi-pagi seperti ini?" Tanya dan kesal Raka pada Zafran. Cowok itu melipat kedua tangannya di depan dada dengan tatapan mengintimidasi.

Dengan lemah, Zafran menatap Raka. "Gue." Jawabnya dengan santai seperti tanpa ada rasa bersalah.

"Orang tampan seperti apa yang sudah berani membangunkan gue di pagi hari seperti ini?" Tambah Bintang yang kini juga bersedekap dada menatap Zafran dengan sinis.

Zafran berbalik pada Bintang, "Sudah pasti itu gue!"

Raka dan Bintang secara bersamaan menghela nafas mereka dengan berat. Sepertinya mereka berdua sudah jadi korban Zafran di hari Minggu yang cerah, bersih, tentram, dan damai ini. Tapi, tidak seindah wajah Zafran saat ini.

"Kenapa lo mau aja dipanggil oleh remahan keripik tempe beli dua gratis satu ini?" Tanya Raka pada Bintang tanpa berhenti menatap Zafran.

"Gue dijanjiin beli monopoli satu lusin lengkap dengan hotel-hotelnya!" Jawab Bintang yang juga tanpa henti menatap Zafran. "Kalau lo?"

"Gue dijanjiin beli ultraman limited edition setinggi badan gue yang langsung dibeli dari Jepang. Tanpa ongkir dan pajak!" Raka dan Bintang sekali lagi hanya dapat menghela pasrah.

Zafran menatap sayu dua temannya, "Seperti yang gue jelaskan tadi di telpon. Gue harus gimana?"

"Maksud lo, apa yang harus dilakukan jika selalu kepikiran hal-hal yang aneh? Dan hal-hal itu adalah sesuatu yang pengen lo lupakan?" Raka mengelus dagunya seperti berfikir, menatap Zafran secara intimidasi.

Zafran mengangguk dengan lemah. Sesaat, Raka dan Bintang menghawatirkan Zafran dengan mata pandanya. Lihat saja mata Zafran yang sayup dan menghitam akibat kurang tidur. Sepertinya, Zafran benar-benar tidak bisa tidur.

Raka berdehem panjang, beralih menatap Bintang yang duduk di sampingnya. Meminta pendapat dari Bintang.

"Gue pernah sangat ingin melupakan sesuatu," Bintang menceritakan sembari membuka toples di atas meja dan mencomoti keripik tempe yang ada. "Dan gue nggak bisa beri solusi."

"Kenapa?" Tanya Zafran dan Raka serempak, sama-sama tidak mengerti dengan Bintang. Bukannya Zafran meminta solusi?

Bintang menepuk-nepuk remahan keripik di tangannya. Menatap Zafran dengan serius, "Karena ini hanya bisa diatasi oleh diri lo sendiri."

"Seperti ini. Gue yakin lo pernah benci dengan sesuatu, dan tanpa lo sadari, apa yang biasa lo lakukan untuk melupakan hal itu? Intinya, gunakan cara lo sendiri! Bagaimana cara lo merasa nyaman untuk melupakan hal itu."

Zafran dan Raka mengangguk bersamaan, merasa takjub dengan Bintang yang hari ini mendadak jadi cerdas, cermat dan tepat. Jarang sekali melihat sosok Bintang yang seperti ini. Apa mungkin ini efek keripik tempe?

"Gitu, ya?" Zafran kini menegapkan badannya. Sedikit lebih bertenaga dari tadi. Meskipun mata hitamnya tidak berubah.

Raka dan Bintang mengangguk bersamaan. "Memangnya orang seperti apa, dan benda berwujud apa yang pengen lo lupain?" Tanya Bintang merasa penasaran.

"Pokoknya ada." Elak Zafran merahasiakan.

Raka dan Bintang pun hanya dapat bergidik pasrah. Memaklumi saja sikap dan kondisi Zafran. Begitu juga dengan kenapa toples di meja ruang tamu Zafran hanya berisi keripik tempe saja, dan berkotak-kotak susu coklat. Serta kenapa harus film Tom and Jerry yang harus diputar sedari tadi?

Bintang mencolek lengan Raka, "Kenapa rumah orang kaya isi toplesnya cuma keripik tempe?" Tanya Bintang sedikit berbisik.

"Mungkin itu keripik tempe limited edition yang dijual cuma seratus buah di seluruh Indonesia. Difermentasi empat puluh hari empat puluh malam, serta pernah dimakan oleh Cristiano Ronaldo. Siapa yang tahu, kan?" Jawab Raka dengan dramatis.

Mendengar itu, Bintang langsung ciut, merasa minder untuk memakan keripik tempenya.

"ARAN!! FLASHDISK PUNYA GUE MANA?" Suara teriakan bergema di penjuru rumah Zafran. Sementara Raka dan Bintang malah celingak-celinguk melihat sekitar mencari nama yang asing ditelinga mereka.

"Aran? Siapa Aran?" Tanya Raka pada Zafran berfikir jika ada orang lain di rumah.

Yang ditanya tidak menjawab. Zafran malah beralih menatap Eggy yang sedang berjalan menuruni tangga dengan raut wajah yang sudah pasti sedang kesal.

"Kemarin gue pinjam. Kalau nggak salah gue taruh di saku seragam" Jawab Zafran ketika Eggy sudah berdiri di sampingnya. Zafran melirik ke arah dapur tempat mesin cuci ditaruh, dan mirisnya, mesin cuci itu sedang dalam keadaan mencuci. "Sepertinya tercuci lagi."

Eggy menarik nafasnya dengan susah payah, memaksakan senyumnya tetap mengembang. Dengan tangan yang berat, Eggy mengelus rambut Zafran.

"Terimakasih sudah menjadi adik yang baik, berbakti dan patuh pada gue. Lain kali, setidaknya coba cuci flashdisk punya papa. Dan rasakan sensasinya!" Eggy tetap memaksakan senyum.

Zafran menelan ludahnya, sedikit merinding membayangkan uang saku dan keripik tempenya dalam kondisi berbahaya. Zafran menampilkan deretan giginya pada Eggy. Mengeluarkan cengiran seperti tidak merasa bersalah.

"Sama-sama kakak Aran yang paling baik tapi nggak sebaik Aran. Karena Aran tahu papa pasti marah, mangkanya flashdisk Kak Eggy yang Aran cuci. Hehe.." Zafran tiba-tiba berlagak manis. Sementara Eggy, hanya dapat menahan diri mendengarkan adiknya yang paling baik.

Eggy baru menyadari jika ada teman-teman Zafran yang kini tengah menyaksikan dirinya dan Zafran. Sepertinya kekesalan Eggy sampai membuat Eggy lupa daratan tapi selalu ingat jika ingin menenggelamkan Zafran ke lautan.

"Ternyata ada tamu." Sapa Eggy berubah drastis, "Dimakan isi toplesnya, maklum, ada anak tampan, mapan dan sopan yang terlalu fanatik dengan keripik tempe. Kalau pengen sarapan, suruh aja Zafran beliin bubur ayam di depan komplek."

Raka mengacungkan jempolnya, "Kalau minta nasi uduk pakai paket komplit boleh, Kak?"

Eggy tersenyum sumringah, menepuk tangannya antusias. "Sangat boleh! Minta aja Zafran pergi beliin! Dia kan, yang panggil kalian pagi-pagi gini?" Eggy tiba-tiba memprovokasi.

"Kalau gitu, gue mau ketoprak dengan kerupuk yang banyak." Giliran Bintang yang mengutarakan keinginannya.

Zafran langsung terdiam tanpa dapat berkata-kata. Matanya menatap tidak percaya pada dua temannya dan kakaknya secara bergantian. Sementara Eggy, mengelus dengan lembut rambut Zafran lagi.

"Jangan lupa olahraga di hari Minggu! Gue mau istirahat di hari Minggu yang cerah ini." Eggy berbalik meninggalkan Zafran yang penuh dengan sumpah serapah di batinnya.

"Kak!" Panggil Raka dan Bintang bersamaan. Membuat Eggy berhenti dan berbalik.

Bintang tersenyum lebar, mengacungkan jempolnya. "Kami di pihak Kakak. Kami dukung Kakak sepenuhnya!"

Raka mengangguk cepat, "Terimakasih karena tidak membiarkan kami terus-terusan memakan keripik tempe."

Eggy balas mengacungkan jempol, tersenyum jahil sembari melirik Zafran. Dan benar saja, Zafran kini malah menatap tajam pada Eggy, Raka dan Bintang. Zafran benar-benar sudah terpojokkan.

Setelah Eggy pergi, Raka dan Bintang beralih menatap Zafran.

"Aran itu siapa?" Tanya Raka merasa belum puas meski sudah mendengar Zafran menyebutnya sendiri tadi.

"Itu gue." Jawab Zafran seadanya.

"Terus? Kenapa di kelas dipanggil Zafran?" Giliran Bintang yang bertanya.

"Orang-orang terdekat gue aja yang panggil gitu. Bisa dibilang, itu panggilan sayang gue. Yah! Sekarang cuma papa sama Kak Eggy yang panggil seperti itu." Zafran menjelaskan. Pikiran Zafran tiba-tiba mengingat jika sebenarnya masih ada satu orang lagi yang memanggilnya 'Aran'. Dan orang itu tidak ada sekarang.

"Kalau gitu, gue dan Bintang akan panggil seperti itu."

Mendengar ucapan Raka, Zafran sontak mengambil remote tv di sampingnya dan hendak melayangkan pada Raka. Membuat Raka sudah bersiap mengambil ancang-ancang.

"Jangan! Gue nggak terbiasa." Tolak Zafran cepat.

Bintang duduk semakin dekat dengan Zafran dan Raka, menaruh tangannya di kedua bahu Raka Dan Zafran, tersenyum dengan lebar.

"Mulai sekarang, kita bakal sering main kesini! Akan kita jadikan rumah Zafran sebagai basecamp kita. Meskipun isi toplesnya itu-itu aja, gue akan setia menemani Zafran di sini. Siapa tahu dapat sarapan lagi?" Ucap Bintang membara.

Zafran mendecih, berusaha memaksakan senyumnya. Berganti merangkul Raka dan Bintang. menatap mereka secara bergantian.

"Gue lagi males, pulang sana! Sarapan di rumah!"

***

Zafran berjalan di lorong kelas sembari menghela nafasnya berkali-kali. Matanya terlihat tidak tenang sejak pagi tadi, tangannya berkeringat dingin. Zafran tidak tahu, dirinya tidak tenang dengan sendirinya.

Seorang gadis rambut kuncir berjalan berlawanan arah dengan Zafran. Sontak, Zafran menghentikan langkahnya. Menatap Sarah yang berjalan dengan pandangan ke depan.

"Lakukan seperti cara gue biasanya!" lirih Zafran tanpa berpaling dari arah datangnya Sarah.

Terakhir kali, Zafran tidak memberi catatan apapun pada Sarah. Dan Zafran yakin, cewek itu tidak akan mengingat Zafran. Karena, seperti yang Zafran tahu, Sarah adalah tipe cewek yang langsung membuang catatan miliknya setiap hari. Tidak mungkin Sarah mengingat apa-apa tentang Zafran.

Zafran mengepalkan tangannya kuat, menatap lurus ke depan tanpa melihat Sarah sama sekali, dengan tekad yang kuat Zafran melangkahkan kakinya.

"Gue benci selalu mengingat hal yang ingin gue lupakan!" Ucap Zafran sendiri.

Apa yang dilakukan Zafran saat ini adalah, hal yang sama yang dilakukannya terhadap Mamanya. Inilah pilihan Zafran.

Tak lama, Zafran dan Sarah berjalan melewati satu sama lain. Tanpa ada yang menyapa, tanpa ada pengenalan, tanpa ada susu coklat, tanpa ada catatan berisi pantun lagi. Yang satu berpura-pura tidak mengenal, dan yang satu lagi benar-benar tidak bisa mengenal.

Setelah melewati Sarah, Zafran berhenti, tangannya tetap terkepal, matanya berpindah menatap sendu ke arah ubin.

"Karena, inilah cara yang biasa gue lakukan."