Chereads / twenty four hours / Chapter 16 - Bab 16/Dia Zafran

Chapter 16 - Bab 16/Dia Zafran

Sarah mengeluarkan buku-buku dan peralatan alat tulis lainnya dari dalam tas-nya. Cewek itu menaruh buku-bukunya yang sebagian besar terdiri dari Buku Besar Kimia, Buku Besar Fisika, Buku Besar Biologi, Buku Besar Matematika. Semuanya yang serba besar! yang bahkan ampuh untuk membuat otak menjadi hancur berkeping-keping oleh 4 buku tersebut.

Kini Sarah mengeluarkan buku catatan kecil persegi berwarna kuning miliknya dari dalam tas, duduk di kursi depan cermin, memandangi dan membaca catatan yang tertera di sana. Mata Sarah membaca tulisan pada lembar pertama.

'Hari senin:- ulangan IPA, pemeriksaan catatan mingguan Bahasa Inggris, menyerahkan hasil merangkum di perpustakaan, dan pengumuman persiapan hari Festival Olahraga Sekolah'

'Tertanda, teman bangku sebelah, Shela! ingat!Shela'

Sarah mengembangkan senyumnya, membaca tulisan Shela sangat dapat membuat Sarah merasa jika teman sebelahnya itu sungguh baik dan perhatian terhadapnya. Sarah menarik kertas catatan dari Shela, menempelnya dengan senyum bahagia di depan cermin.

Kini mata Sarah berakhir dengan membaca catatan kedua dari bukunya. Mata Sarah membaca tulisan di sana dengan seksama, menyitari setiap tinta yang terukir disana.

'Sangat wajib untuk diingat! Nama anak yang duduk di meja sebelah kiri, nomor dua dari depan adalah Zafran. Bukan yang paling pojok! kalau itu adalah anak titisan Ultraman dan Wonderwoman.'

Sarah membalik halaman berikutnya,

'Ini harus diingat juga! anak paling tampan mapan dan sopan di bangku itu nama panjang keduanya adalah Andara!"

Sarah mengernyitkan dahinya, membalikkan kertas ke halaman berikutnya. Sarah ingin tahu, ada berapa lembar catatan yang telah ditulis oleh pria Penjaga Perbatasan Negara tadi.

'Anak yang sudah dengan senang hati mengingatkan Mbak Sarah soal hari yang Mbak Sarah lupakan, nama panjang ketiganya adalah Romero. Jadi, nama anak tampan yang baik hati ini adalah Zafran Andara Romero'

Sarah tidak bisa menahan senyumnya untuk terangkat, Ia membalikkan kertas ke halaman berikutnya.

'Otak Bintang digigit lipan, otak Raka sebesar buaya, nama saya Zafran yang tampan, tolong diingat ya, Mbak Amnesia!'

Tanpa sadar Sarah tersenyum kecil, apalagi setelah membaca lembar terakhir yang berisi pantun dari Zafran. Sarah menarik 4 kertas sekaligus, menempelkan satu-persatu catatan Zafran di cerminnya. Sarah menatap dalam catatan tersebut, menghembuskan nafasnya panjang.

"Nama dia Zafran!"

***

'6 FEBRUARI 2017'

Dua pasang sepatuh sekolah berwarna putih bertapak selaras di atas aspal. Tidak ada yang tahu alasan kekompakan kaki itu, hanya saja setiap langkah seperti sudah berirama dengan sendirinya.

"Kamu yakin nggak pulang dulu?" tanya anak lelaki dengan nametag bernama 'Zafran Andara Romero'. Di tangannya merangkul bola basket yang berukuran lebih besar dari kepalanya. Raut wajahnya terlihat cemas semenjak pulang sekolah tadi.

"Nanti lapangannya diambil sama orang," jawab anak perempuan tanpa nametag. Cewek itu selalu mencabut nametag miliknya. Sampai sekarang, Zafran masih tidak tahu alasan cewek di sampingnya suka melepas nametag di seragamnya.

"Duh... kenapa nggak pulang aja, Gembul?" tanya Zafran bertanya dengan gadis yang biasa dipanggilnya dengan nama Gembul itu. Zafran berkali-kali meng-aduh dan merengek.

Gembul itu menatap heran pada Zafran, merasa heran dengan sikap Zafran saat ini.

"Kenapa? kamu nggak bisa tahan lapar saat memikirkan keripik tempe di rumah?"

Zafran menggeleng, menghembuskan nafasnya berat, bibirnya mengerucut seperti anak kecil. Bahunya menurun pasrah.

"Aku nggak sengaja ngali tanah buat tanam bunga pucuk merah pakai termometer Kak Eggy. Padahal, aku baru sadar kalau itu termometer untuk praktek kuliahnya Kak Eggy. Aku mau pulang buat memastikan kalau Kak Eggy nggak sadar."

Zafran menatap Gembul sendu, "menurut kamu nasib aku gimana?"

Gembul menepuk-nepuk bahu Zafran, ia tersenyum dengan cengiran. "palingan keripik tempe di sita selama seminggu oleh Kak Eggy, dan uang saku dikurangin Papa kamu," jawab Gembul semakin memperburuk keadaan.

"Makasih atas jawabannya Kak Gembul yang tembem!" ucap Zafran memaksakan senyumnya, membuat Gembul terkekeh pelan.

Mereka berjalan menyusuri trotoar menuju lapangan basket tempat biasa mereka bermain. Namun, sebuah bola kaki menggelinding di depan mereka. Seorang anak laki-laki kira-kira kelas 3 SD mengambil bola tersebut, tersenyum pada bolanya karena tidak menggelinding jauh.

Anak itu berbalik dan berjalan kembali membawa bola kakinya. Zafran menunjuk ke arah anak itu, mata Gembul pun ikut mengarah pada Anak tersebut.

"Dia pernah tinggal di sekitar rumah aku" info Zafran pada Gembul, "setiap aku main basket, dia selalu ngajak buat main bola."

Zafran memiringkan kepalanya menatap punggung anak itu, ia mendesis pelan.

"Kenapa dia nggak kenal aku ya?"

Gembul menepuk bahu Zafran berkali-kali, "itu berarti kamu bukan orang yang mau dia ingat!" tajam Gembul menusuk kalbu Zafran.

"Seharusnya aku yang tampan, mapan dan sopan ini dengan mudah diingat"

"Kamu terlalu percaya diri!" ledek Gembul

"Aku lebih percaya duduk daripada percaya diri," ucap Zafran bercanda.

Gembul tertawa kecil, melihat Zafran yang seperti ini selalu membuatnya bahagia. Entahlah, Gembul sangat bersyukur jika Zafran ada di sampingnya. Karena Ia tidak ingin jika Zafran jauh-jauh ataupun meninggalkan dirinya.

"INI PUNYA AKUUU!!!" Terdengar teriakan bercampur isakan. Zafran dan cewek gembul itu sontak menatap kearah sumber suara. Anak laki-laki tadi menangis sembari menarik bola miliknya dari tangan seorang pria yang lebih dewasa darinya.

"Jangan ngaku-ngaku! ini punya gue!" balas lelaki itu tidak mau kalah.

Anak yang masih Sekolah Dasar itu tetap dengan kuat menarik bola miliknya, air matanya bercucuran, tidak terima jika bolanya diambil begitu saja. Dengan sekuat tenaga ia merebut kembali bolanya.

"ITU BOLA YANG DIKASIH MAMA!! ITU BUKAN PUNYA KAKAK! KEMBALIIN!!!"

Lelaki yang lebih dewasa atau bisa dikira jika ia anak SMA itu mendorong kecil bahu anak tersebut, menyebabkan anak itu tersentak kebelakang. Zafran dan Gembul yang menyaksikan hanya bisa menatap dalam diam, tidak tahu mau berbuat apa, dan jika ada pun, mereka tidak akan berbuat apa-apa.

Zafran menunjuk kearah dua orang yang ribut tersebut, "kenapa aku nggak pernah mau membantu orang, ya?" heran Zafran pada dirinya sendiri, ia menanyakan pendapat pada Gembul.

"Padahal aku tahu kalau adek itu nggak salah, aku selalu mau bantu, tapi takut!"

Gembul menatap Zafran dengan tatapan dingin, memancarkan tatapan penuh arti pada Zafran, Gembul menggeleng.

"Kamu udah benar! kita nggak perlu campuri urusan mereka. Pada akhirnya, kita yang nggak tahu apa-apa terkadang malah jadi korban. Biarkan mereka mengatasi masalah mereka sendiri! kita cuma perlu menjalani tugas kita juga." ujar Gembul mengenai pendapatnya. Tatapannya tidak seperti biasanya menatap Zafran. Kini tatapan Gembul berubah dingin, memancarkan sesuatu yang sangat dalam.

Zafran mengangguk, "aku udah janji nggak akan ikut urusan orang lagi!" ucapnya sambil mengepalkan tangan.

Sarah tersenyum tipis, mengelus rambut Zafran usil, membuat sang pemilik kepala menatap dengan sinis.

"Kamu harus janji! ingat itu!" Gembul mengingatkan dan diangguki oleh Zafran.

Gembul menurunkan tangannya dari kepala Zafran, menarik lengan cowok itu untuk pergi dari sana. berjalan dengan cepat, Gembul pun menghembuskan nafasnya berat.

"Hidup seperti ini lebih tenang,"