Chereads / twenty four hours / Chapter 15 - Bab 15/Note Kecil Persegi Berwarna Kuning

Chapter 15 - Bab 15/Note Kecil Persegi Berwarna Kuning

Sarah mengeluarkan note persegi berwarna kuning miliknya, bolpoin dengan warna yang serasi dengan buku catatannya ia putar-putar di atas kepala. Apa hal penting yang harus ia catat untuk hari Senin? Sarah biasanya mengumpulkan banyak catatan di hari Sabtu untuk sekolahnya di hari Senin.

Sarah merasa buntu karena tidak tahu apa yang harus dicatatnya. Sarah beralih pada teman cewek di sampingnya, dengan ragu Sarah mengetuk lengan cewek itu dengan telunjuknya. Sarah berdehem lama, memikirkan pertanyaan ketika cewek yang tak lain adalah Shela itu kini menatapnya.

"Itu... untuk hari senin kita ada ulangan atau semacamnya nggak?" tanya Sarah tanpa menyebut nama Shela.

Shela mengangguk, "ada, ulangan IPA sama Bu Nani."

"Cuma itu?"

"Kalau nggak salah, ada pemeriksaan rutin catatan Bahasa Inggris, pengumpulan tugas merangkum di perpustakaan hari-hari yang lalu, juga...." jawab Shela sudah hafal dengan yang dibutuhkan oleh Sarah. Shela mengetuk dagunya memikirkan apa-apa saja hal yang penting untuk Sarah, gadis itu kini mengambil buku catatan kecil milik Sarah.

"Biar gue catat yang penting, bolpoinnya mana?" Shela mengulurkan tangan meminta bolpoin pada Sarah.

Sarah mengembangkan sudut bibirnya, memberi Shela bolpoin miliknya. Sarah hanya masih tidak bisa menyangka jika ada orang yang peduli dengannya dan mengerti dirinya di saat kondisi dirinya seperti ini.

Brakk!!!

Sarah kaget ketika mejanya tiba-tiba dipukul. Sarah menatap orang yang memukul mejanya, mengernyitkan dahi ketika seorang lelaki dengan senyum lebar menatap padanya. Lelaki itu ternyata menaruh sebuah buku di atas meja.

"Nama gue Zafran Andara Romero, anak baru, dengan label tampan, mapan dan sopan. Jika ada yang kurang dengan pengenalan saya, mohon beritahu!" Zafran memperkenalkan diri, yang kali ini benar-benar tidak mengungkit insiden sup wortel.

Sarah mengangkat sudut bibirnya kaku, mengangguk dengan ragu, menatap Zafran dengan aneh. 'Ahh... nama anak aneh ini Zafran?'. Kira-kira seperti itulah pikiran Sarah.

"H..hai!" balas Sarah.

Meskipun Zafran sudah tahu kondisi Sarah, ia tetap saja kecewa di saat Sarah tidak pernah mengingat namanya. Pada akhirnya Zafran mengesampingkan kekecewaannya, ia menggeser buku milik Raka di tangannya pada Sarah.

"Ini buku yang dipinjam oleh makhluk titisan ultraman, yang katanya pintar cuma sebatas di otak. Kalau sikap nggak beda jauh dengan Wonder woman" ucap Zafran sekaligus menjelekkan Raka.

Sarah menatap buku Kimia di meja, terdapat namanya di sana. Sarah jadi ingat dengan catatan yang dibacanya tadi pagi di cermin, jika bukunya di pinjam oleh teman sekelasnya bernama 'Raka'.

"Oh, ini buku saya yang dipinjam Raka, ya?" Sarah mengambil buku tersebut, "Raka yang duduk di meja paling kiri nomor 2 dari depan? kalau gitu, makasih!"

Zafran mendengus pelan, menatap Sarah kesal, mengarahkan telunjuknya di meja Raka.

"Kalau yang duduk di sebelah Raka tahu, nggak?" tanya Zafran memastikan.

Sarah menyipit ke arah meja Zafran, lalu bergidik tidak tahu. "memang, ada orang duduk disana?"

"Nggak ada! orangnya lagi menjaga perbatasan Negara!" ketus Zafran menerima saja.

Sarah mengangguk, "semoga dibayar tinggi oleh Pemerintah!" do'a Sarah berlagak polos.

Zafran menghela pasrah, tidak ingin menjawab lagi. Biar saja Sarah berfikir sesuai dengan pikiran dan ingatan terbatasnya. Zafran hanya perlu bersabar. Kini, Zafran menunjuk dirinya dan menepuk-nepuk dadanya.

"Gue sebagai orang yang hampir setiap hari memperkenalkan diri ini, merasa sangat menyedihkan karena nggak diingat oleh cewek amnesia," ketus Zafran. Entah bagaimana, Zafran sangat terobsesi dengan Sarah yang amnesia. Rasanya, merupakan hal paling langka dan membahagiakan ketika orang amnesia mengingatkan nama kita. Dan kini, itulah yang dirasakan oleh Zafran.

"Karena saya amnesia, saya nggak ingat!" Sarah membenarkan, dan diakui oleh Zafran jika yang dikatakan Sarah ada benarnya juga.

"Gue mengatakan ini karena gue nggak sengaja bilang ini kemarin," Zafran mengatakan alasannya yang sebenarnya, "gue pernah bilang, jika gue akan menjadi orang yang mengingatkan, lo. Dan entah kenapa gue mengatakan itu kemarin?" sesal Zafran tiba-tiba.

Sarah mendengarkan dengan serius, Zafran pun melanjutkan.

"Kemarin lo melakukan hal yang menurut gue sangat keren." jelas Zafran.

"Keren? seperti apa?" tanya Sarah tidak mengerti,

Zafran mengangguk, "intinya keren, kalau dijelasin sekali, pun. Sama aja seperti menunggu mie ayam dengan isi bebek dihidangkan."

Sarah menyatukan alisnya, masih mencerna perkataan cowok di depannya ini. Keren? seperti apa? apa hal keren yang mungkin bisa dilakukan olehnya? itulah yang Sarah fikirkan kini. Bukannya Sarah tidak mempercayai ucapan Zafran, hanya saja dengan keterbatasan ingatannya, Sarah ingin mempercayai setiap perkataan seseorang. Meskipun ia tidak mengingatnya.

Zafran mengibaskan tangannya, mengisyaratkan untuk tidak terlalu memikirkan ucapannya barusan.

"Apa hal yang biasa lo lakukan?, apa hal yang biasa lo sukai? apa hal yang membuat lo seperti manusia? seperti itulah hal keren yang udah lo lakuin."

Sarah menunjuk dirinya, "saya? melakukan itu?" tanya Sarah. Hal pertama yang terlintas di pikiran Sarah adalah kebiasaannya menolong orang yang benar. Dari hati paling dalam, dan ingatan paling jauh di kepalanya, hal itulah yang terfikirkan oleh Sarah. Karena batinnya, selalu bertindak dengan kebiasaan tubuhnya.

Zafran mengangguk cepat, "meski ada sedikit masalah, tapi lo tetap keren!"

"Masalah seperti apa?" tanya Sarah,

Zafran mengibaskan tangannya lagi, "itu nggak penting! jadi, lo jangan merasa belum melakukan hal yang benar, ya!" peringat Zafran

Sarah tersenyum lega, pada akhirnya ada orang yang mengingatkan dirinya akan hal itu. Sarah akan tetap percaya dengan ucapan cowok bernama Zafran ini. Sarah akan percaya!

"Satu lagi," tambah Zafran lagi. Kini Zafran menaikkan kedua sudut bibirnya secara manual dengan menggunakan jari telunjuk dan ibu jarinya. Seolah-olah menunjukkan jika itu senyum yang dipaksakan.

"Lo juga udah tersenyum. Melebihi senyum yang bisa lo bayangin, lo lebih bahagia dari yang bisa lo pikirkan. Jadi, jangan berfikir jika lo belum tersenyum!"

"Saya? saya melakukan itu?" tanya Sarah lebih antusias lagi.

Zafran mengangguk mengiyakan. Padahal sifat cewek di depannya ini kemarin sangat berbeda, cewek ini bisa membuat merasa kesal, kasihan, dan merasa sangat menyedihkan karena ucapan-ucapannya. Sepertinya gadis itu bertingkah tergantung dengan moodnya saja.

"Makasih! makasih udah ingatkan saya!" Sarah tersenyum lega dengan kebahagiaan yang diperlihatkan dengan ekspresi biasa.

Zafran menghela nafasnya, menyangga kepalanya dengan siku di atas meja, lalu memijit pelipisnya.

"Dan karena lo gue jadi ikut camput urusan orang!" lirih Zafran sendiri.

"Nih, catatannya!" ucap Shela tiba-tiba menengahi. Ia menaruh buku persegi kuning dan bolpoin dengan warna serasi di atas meja Sarah. Sarah mengambil buku tersebut.

"Makasih, hm...." Sarah berfikir.

"Shela! nama gue, Shela!" Shela mengingatkan.

"Oh, iya. Makasih, Shela!"

Zafran megakkan tubuhnya, matanya tertuju pada catatan di tangan Sarah, apakah ini catatan milik Sarah yang selalu didengar olehnya? apakah ini catatan yang digunakan Sarah untuk mengingat sesuatu? itu yang dipikirkan oleh Zafran kini.

Karena sudah yakin dengan pertanyaannya, Zafran langsung merebut note persegi kuning tersebut dari tangan Sarah. Membuat Sarah kaget karena tiba-tiba saja benda itu dirampas oleh Zafran.

"Ada apa?" tanya Sarah kebingungan,

"Sedang mengerjakan urusan negara." jawab Zafran tanpa menatap lawan bicaranya. Tangannya sibuk menulis dan membalikkan halaman pada note kecil itu.

"Anda ada urusan apa dengan catatan saya?" tanya Sarah lagi.

"Jangan tanya! Negara harus nomor satu." jawab Zafran lebih ngaur.

Sarah hanya menatapi Zafran yang sibuk dengan buku catatan miliknya. Cowok di depannya ini dengan cepat menulis menggunakan bolpoin kuning yang memiliki bentuk padat dan gendut itu.

Zafran mengembangkan senyumnya lebar ketika membaca tulisannya sendiri, menghela nafasnya lega, dan kembali memberikan note kecil tersebut pada Sarah. Ia mengetuk-ngetuk catatan tersebut.

"Gue nggak tahu cara lo mengingat menggunakan ini," ucap Zafran "tapi, setidaknya lo harus mengingat jasa orang-orang seperti gue. Apalagi orang yang tampan, mapan dan sopan ini."

Sarah mengambil note kecil itu, membacanya dengan senyum kikuk, menatap Zafran dengan tidak percaya. Sementara Zafran berdiri dari duduknya, melakukan hormat dengan tegap.

"Kalau begitu, tugas Negara gue selesai! laporan segera menyusul!" Zafran berbalik dan berjalan meninggalkan meja Sarah.

Sarah memiringkan kepalanya, menatap Zafran aneh. Apa memang ada cowok aneh seperti Zafran? Sarah sampai tidak habis fikir. Sarah berdecak berkali-kali dan menggelengkan kepalanya.

"Saya harap, dia dibayar mahal oleh Negara."