Mengapa wajah itu harus muncul dalam gelap?
Mengapa wajah tampan itu menyiratkan kekosongan?
Bahkan bulan yang menemani malam tak sanggup untuk mengatakan sepatah kata tentangnya
Semesta berkata semuanya sudah ada garis yang memang harus dilalui
Lalu apa hak ku untuk meyalahkan semesta?
***
Aku hanya mampu terkesiap saat wajah familiar itu tersenyum pada ku. Meengapa ia hadir kembali bak hantu di siang hari? Mengapa kehadirannya membuat mata ini terasa perih bahkan membuat ku tidak sanggup lagi untuk mengeluarkan kata-kata. Aku benar-benar tidak tahu.Yang ku tahu adalah jantung ini berdabar sangat kencang dan dada ini serasa ingin meledak.
Jujur saja aku ingin merengkuhnya namun aku sadar, aku tidak mungkin melakukannya. Pembicaraan kami di malam itu berakhir pada petaka dan setelah itu, aku tidak pernah lagi bertemu dengan Aldo jadi bertemu dengannya saat ini dengan cara yang seperti ini memang hal yang sangat membingungkan.
"Ruby, kamu…"
Dapat ku dengar dengan jelas saat Winner mengatakan hal itu namun pandangan ku saat ini hanya tertuju pada Aldo Prasetya yang berdiri di hadapan ku dengan senyuman nakal yang tak pernah ku lihat selama ini.
"Ruby? Nama kamu Ruby?" Aldo mengerutkan dahinya dan memandangku dengan tatapan aneh yang tak ku mengerti.
Saat itu aku masih tidak dapat berkata apapun karena lidah ini terasa kelu dan mati rasa apalagi saat Aldo maju selangkah dan membuat cahaya lampu taman semakin memperjelas detail wajahnya dan membuat ku mundur selangkah. Aldo semakin tampan walaupun ku lihat beberapa perubahan pada wajahnya.
Terakhir kali saat di rumah sakit, ku lihat wajahnya yang hancur dan lebam membuat hati ini tercekat namun sekarang aku bersyukur karena aku masih dapat melihat sosok Aldo kembali dan ia masih bernafas.
"Ruby, aku Aldo. Aldo Prasetya. Aku temannya Winner." Kata Aldo seraya menyodorkan tangannya namun aku hanya tertegun dan diam di tempat karena masih terkejut dengan yang ku terima hari ini.
Mulai dari kehadiran Papa, Winner dan sekarang… aku melihat Aldo. Ada apa ini? Aku melihat Aldo yang semakin tampan. Selama ini yang ada dalam ingatanku, wajah Aldo itu bagaikan malaikat namun mengapa malam ini aku melihat sisinya yang lain yang tak pernah ku pikirkan selama ini. Aldo adalah pria mesum yang mencumbu seorang wanita di rumah Winner tanpa rasa malu dan segan. Aku merasa terguncang saat menyadari kalau Aldo bukanlah malaikat yang ku kenal dulu karena saat ini Aldo adalah setan penggoda dengan sepasang tanduk tajam di kepalanya.
Aku bahkan tidak tahu harus berkata apa saat aku menyadari waktu telah mengubah sosok Aldo Prasetya yang ku kenal dulu sudah tak lagi ada. Kini Aldo sangat asing dan berbeda dari yang dulu pernah ku kenal. Banyak pertanyaan yang muncul di kepala ku saat aku memilih utuk membalas jabatan tangan Aldo yang hangat.
"Aku tahu kamu Aldo." Jawab ku tenang. Tidak. Aku sebenarnya sama sekali tidak bisa tenang setelah apa yang ku lihat tadi. Aku hanya berusaha untuk tetap tenang walau rasanya aku ingin meledak saat ini juga namun di rumah Winner aku harus bisa menahan diri.
"Jadi Winner sering cerita soal aku ke kamu?" Aldo bertanya pada ku. Wajahya tampak heran namun Aldo terlihat sangat bahagia sedangkan aku melirik ke arah Winner yang seolah merasa bersalah setelah ku tatap tajam seperti itu. Jujur saja aku masih merasa ada sesuatu yang aneh di sini namun aku masih bingung apa itu.
"Winner? Kamu udah ketemu Winner selama ini."
"Ya iyalah. Aku sama Winner satu universitas dan juga satu asrama."
Eh? Apa-apaan ini? Aku melepaskan genggaman tangan ku dari lengan Winner. Saat ini aku benar-benar bingung. Winner satu universitas dengan Aldo? Aku menarik nafas dan menenangkan diri. Mungkin ini yang mau disampaikan Winner pada ku.
Namun apapun itu, aku tidak bisa menyalahkan siapapun kecuali diri ku sendiri. Aku sadar jika kami bertiga baru saja bertemu dan tentu banyak hal yang berubah. Aku hanya terkejut karena hari ini seolah masa lalu datang menghampiri ku.
Perubahan yang mencolok itu ku rasakan pada Aldo karena dia memandang ku dengan cara yang berbeda. Aldo menjabat tangan ku tadi seolah ini adalah pertama kalinya kami bertemu dan aku tak tahu mengapa Aldo sempat bercanda pada ku. Setahuku, Aldo bukanlah orang yang semacam itu. Aldo tidak pernah bercanda bahkan dia terkesan serius baik dalam pertemanan maupun dalam belajar dan itulah yang membuat ku menyukainya.
"Aldo, kamu bercanda,kan?" Aku bertanya pada Aldoo seraya mencoba untuk tertawa sedangkan Aldo tersenyum saat melihat ku dengan senyumannya yang menggoda. Maaf saja, aku tidak terbiasa dengan sosok Aldo yang kini berusaha menggoda ku bak Casanova. "Aldo, kamu itu ga perlu bercanda. Biasa aja." Jawab ku sambil memandang wajah Aldo dengan sikap tenang walau itu semua bukanlah yang mudah untuk ku lakukan.
"Maksud kamu gimana?" Aldo masih berusaha menggoda ku dengan senyuman mautnya itu namun jujur saja, itu terasa aneh bagiku. Aku bahkan tak merasa kalau senyuman Aldo membuatku tergoda tapi membuatku tertawa. "Mengapa kamu tertawa?" Aldo bertanya pada ku lagi dan kini ku lihat wajah Aldo benar-benar keheranan. "Apa ada yang lucu?"
"Aku baru tahu kalau kamu juga bisa akting lupa ingatan kayak di sinetron-sinetron." Jawab ku santai walau sebenarnya aku hanya menutupi perasaan carut marut yang ada di hati ku saat ini.
"Ruby, aku gak suka bercanda." Kata Aldo dan kali ini Aldo mengatakannya dengan nada serius. "Ruby, kamu agak aneh tapi entah mengapa aku suka sama kamu yang begini."
Eh? Aku tertegun melihat Aldo yang seperti ini. Aku sungguh-sungguh tidak terbiasa dengan versi Aldo yang seperti ini di saat yang sama aku mendengar Winner yang berpura-pura batuk dan membuat ku sadar jika di tempat ini, selain aku dan Aldo masih ada Winner.
"Aldo, ini Ruby. Kita dulu belajar di kelas yang sama pas SMA." Kata Winner pada Aldo kemudian beralih kepada ku. Ini agak aneh. Mengapa Winner harus memperkenalkan ku pada Aldo lagi?
"Owh begitu ternyata kita sekelas dulu, pantas aja kamu agak bingung. Aku ngerti sekarang." Aldo menatap ku lagi. "Ruby, aku minta maaf kalau aku gak ingat kamu karena aku dulu pernah kecelakaan trus operasi jadi banyak hal yang gak aku ingat. Aku harap kamu mengerti." Kata Aldo sopan.
Entah mengapa Aku merasa dipermainkan oleh semesta yang mempertemukan kami kembali dengan cara yang seperti ini.