Apakah semesta tak terlalu kejam
Mempertemukan jiwa namun tanpa kenangan
Walau ku sadari yang tersisa hanyalah lara tanpa asa
Namun tak dapatkah seseorang masih mematri namaku di hatinya
Apa aku yang terlalu egois?
***
Bagaimana mungkin bisa aku benar-benar terhapus dari ingatan Aldo? Baiklah. Aku memang mengakui jika dulu aku berharap Aldo melupakan ku namun mengapa melupakan dengan cara yang seperti ini benar-benar membuat hati ini rasanya seperti diremas hingga tak berbentuk.
Aku tidak tahu apa yang ku rasakan saat aku tahu aku adalah salah satu yang terhapus dari ingatan Aldo. Aku hanya tidak menyangka jika aku masih bisa merasakan rasa sakit karena aku tahu bahwa aku sudah dilupakan. Aku tak pernah ada dalam ingatan Aldo. Pria yang kenangan tentangnya selalu ku simpan di dalam hati.
"Ruby…" Aldo memanggil nama ku. Mungkin karena aku sudah terlalu lama tenggelam dalam dunia ku sendiri
"Jadi kamu udah gak ingat aku lagi." Aku tak tahu apa aku bertanya pada Aldo atau aku menyampaikan kekecewaan ku padanya namun aku sadar…
Hak apa yang ku miliki untuk merasa marah pada semesta? Saat ini, aku hanya bisa menahan airmata ku agar tidak jatuh di sini. Aku tidak ingin menangis di hadapan Aldo dan Winner. Ku katakan pada diri ku jika aku sanggup untuk menahan laju air mata yang kini telah menumpuk di sudut mata ku. Aku harus bisa dan aku pasti bisa. Aku hanya tidak ingin tampak lemah ataupun terkesan aneh di hadapan Aldo maupun Winner.
"Mungkin saja kalau kamu cerita aku bisa ku ingat sesuatu." Kata Aldo yang berdiri di hadapan ku dengan senyum nakal. "Dan aku pasti juga senang kalau kamu mau pergi sama aku. Nanti kamu bisa cerita kenangan pas kita masih sekolah dulu." Kata Aldo sambil menatap ku dengan tatapan mautnya itu.
Eh? Aku menatapnya dengan hampa. Aku hanya bingung jika kesempatan semacam itu memang ada, apa yang dapat aku ceritakan pada Aldo? Aku tidak mungkin mengatakan kalau aku yang menyebabkan Aldo kecelakaan'kan? Aku bahkan tidak bisa membayangkan jika Aldo tahu semuanya apa Aldo akan membenci diriku? Dan apakah aku sudah merasa siap jika Aldo mengingat semuanya?
Dan temukan jika aku tidak siap dengan segalanya. Aku belum siap untuk menerima tatapan sinis dari Aldo maupun orang tuanya. Aku masih membutuhkan sedikit waktu lagi. Bukan berarti aku ingin menutupi semuaya dari Aldo selamanya. Aku hanya butuh sedikit waktu lagi untuk mempersiapkan hati ku. Apa aku salah?
Aku manarik nafas dalam dan berusaha menenangkan hati ku. Aku tidak pernah membayangkan jika aku bisa bertemu dengan Aldo setelah kami berpisah di rumah sakit waktu itu.
"Sorry bro. Aku mau ngantarin Ruby pulang dulu" Winner menepuk pundak Aldo di saat yang sama menggenggam tangan ku agar mengikutinya untuk meninggalkan Aldo.
"Winner kok kamu buru-buru?" Tanya Aldo yang keheranan dengan sikap Winner. Sebenarnya tak hanya Aldo yang bingung, aku juga heran dengan Winner yang seolah ingin aku segera meninggalkan tempat ini.
"Aldo, ini udah malam dan aku udah janji sama mama nya Ruby untuk nganterin Ruby sampai ke rumah." Jawab Winner tenang namun entah mengapa sikap Winner yang seperti ini terasa sangat aneh bagi ku. Ada apa dengan Winner?
"Win, apa kamu pacaran sama Ruby sekarang ini?" Tanya Aldo tiba-tiba dan pertanyaan dari Aldo itu membuat nafas ku hampir berhenti. Aku melihat Aldo sejenak karena nada bicara Aldo terkesan sangat mengintimidasi dan jujur saja, aku tak pernah melihat Aldo seperti ini sebelumnya jadi aku sedikit merasa kaget.
"Aku? Pacaran sama Ruby?! Yang benar saja? Kami dari dulu selalu bertengkar jadi gak mungkin aku pacaran sama Ruby." Kata Winner dengan suara lantang dan penuh keyakinan,
Lagi pula siapa juga yang mau pacaran dengan orang aneh semacam Winner dan menurutku, Winner juga tidak pernah menunjukkan tanda-tanda kalau dia memiliki perasaan lebih pada ku. Winner hanya merasa bahagia jika melihat ku menderita.
"Aldo, aku gak pacaran sama Winner dan kayaknya itu gak mungkin." Jawab ku singkat. Winner menarik tangan ku kembali agar aku segera menjauh dari Aldo.
"Kalian beneran gak pacaran?" Tanya Aldo sekali lagi.
"Enggak!" Teriak Winner. Sebenarnya ada apa dengan Winner mengapa orang ini selalu bersikap aneh jika sudah berhadapan dengan Aldo. Aku rasa Winner juga tidak perlu berteriak pada Aldo hanya untuk mengatakan kalau aku dan Winner memang tidak berpacaran.
Sorot mata milik Aldo kembali tertuju pada ku. Aku merasa ini sangat aneh dan aku tidak terbiasa dengan tatapan Aldo pada ku yang seperti ini. Tatapannya lekat namun tetap hangat. Ini sangat berbeda saat Aldo menatap ku saat pertama kali kami bertemu tadi.
"Gimana kalau menurut Ruby?" Aldo bertanya pada ku.
"Gimana apanya?" Tanya Winner. Aku heran, perasaan akulah orang yang ditanya Aldo lalu mengapa Winner yang buka suara?
"Ya, aku tanya sama Ruby, kalau menurut Ruby, Winner itu kayak apa?" Tanya Aldo lagi tanpa melepaskan tatapannya pada ku.
"Winner itu teman yang hebat." Jawab ku singkat. Aku tidak bisa memikirkan hal lain selain itu.
Winner memandang ku sesaat. Senyumannya merekah. Untuk alasan yang tak bisa aku pahami. Aku menyukai senyuman Winner. Mengapa kedua pria ini memiliki senjata yang sama? Senyuman memikat serta wajah tampan yang membuat para wanita akan ingin berada di dekat mereka.
"Ruby, apa kita bisa ketemu di lain waktu?" Tanya Aldo yang kembali mendekati ku namun kali ini wajah Aldo terlihat lebih serius.
"Ya gak apa-apa. Kapan-kapan kita bertiga bisa jalan bareng. Aldo, aku harus pulang sekarang." Kata ku.
Jujur saja saat ini kepalaku pusing sekali memikirkan kejadian di sepanjang hari ini yang membuat jantung ku rasanya mau copot. Kebetulan demi kebetulan yang tak terduga dan membuatku heran pada semesta.
"Okay kalau kayak gitu. Kapan-kapan kita keluar bareng." Kata Aldo dengan senyum cerahnya. "Ruby, aku boleh minta nomor hp kamu?" Tanya Aldo lagi.
Eh? Aku tertegun mendengarkan permintaan Aldo. Untuk sesaat aku berada dalam dilema dan tak tahu apa yang harus aku lakukan. Apa aku harus menyambung tali yang telah putus selama bertahun-tahun ini? Jujur saja, aku memiliki kerinduan dalam hati walau itu hanya sekedar untuk menyapa Aldo namun jika aku memberikan nomor ponsel ku pada Aldo apakah itu adalah sebuah tindakan yang bijaksana? Namun di sisi lain, tidak memberikan nomor ponsel ku pada Aldo hanya akan membuat hubungan ku dan Aldo semakin terlihat aneh dan tak wajar.
"Ruby, ada apa?" Tanya Aldo dengan suara lembut.