Chereads / Dear Ruby / Chapter 11 - Rajutan Waktu

Chapter 11 - Rajutan Waktu

Surga melihat dari atas untuk memberikan rahmat yang baru setiap hari

Rajutan sang waktu memberi kesempatan untuk hidup yang baru

Ku sadari jika semuanya tidak akan pernah sama lagi

Biarlah kerinduan menemukan jalannya sendiri untuk membujuk takdir agar rela mempertemukan hati yang terpisah

***

Aku berdiri di antara pohon-pohon tinggi nan hijau. Hujan rintik-rintik juga mulai membasahi gaun putih yang ku kenakan. Tidak ada siapapun di sana. Tidak ada ketakutan. Aku hanya heran mengapa tidak ada seorangpun di sini. Seolah terjebak dalam dimensi lain yang tidak ku pahami. Ku putuskan untuk melangkahkan kaki ku yang telanjang. Tanah kini menghiasinya namun aku tak merasa risih. Aku hanya ingin menemukan seseorang di sini. Seseorang tolong... Aku terjebak dalam kabut putih berlari tanpa arah. Aku berlari entah sampai berapa lama hingga seseorang menggenggam tangan ku dari dalam kabut memaksa ku berhenti di tempat. Aku hendak melihat siapa yang berani memegang tangan ku dengan berani namun yang ku dapati hanyalah pria yang memakai topeng dengan bunga Mawar putih dan berubah menjadi Mawar merah dalam sekejap di tangan kirinya. Ia tersenyum sinis.

"Tunggu aku." Kemudian pria itu menghilang ditelan kabut pekat setelah itu segala kabut menyingkir dan digantikan oleh hujan deras beserta guntur. Tangan ku terasa sakit ku sadari aku telah menggenggam setangkai Mawar merah.

Kring.....kring...

Suara alarm? Aku kembali pada realitas. Ku buka mata perlahan dan menyadari jika saat ini aku berada di kamar tidur ku sendirian. Guling masih berada dalam dekapan ku. Aku masih belum rela untuk terbangun. Save me....

"Ruby."

Suara Mama? Kapan Mama masuk kamar ku? Aku kembali berusaha membuka mata dengan penuh perjuangan tentunya. Aku mengusahakan agar tubuh ku bisa berdiri walau agak sedikit pusing apalagi setelah begadang semalaman untuk menyelesaikan pesanan beberapa customer.

"Ruby, kamu katanya udah janji mau nganterin Mama ke rumah Tante Astrid. Ini udah jam berapa? "

Aku melirik ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul delapan. "Iya, Ma."

"Jam sembilan sudah harus sampe lho. Mama gak mau telat pokoknya."

"Iya, Ma." Jawab ku setengah sadar namun tetap melangkah menuju kamar mandi dengan santai.

Dalam waktu setengah jam aku sudah siap untuk mengantarkan Mama namun aku tidak menemukan Mama di rumah. Hanya Mbak Asti yang tampak sibuk memasak di dapur.

"Mbak Ruby nyari ibu, ya?" Tanya Mbak Asti. Ruby hanya mengangguk. "Ibu tadi udah diantar Bapak, Mbak."

Eh? Kalau tahu aku pasti akan meneruskan tidur ku. Aku bergegas untuk kembali ke kamar namun suara handphone membuat ku berhenti sesaat untuk menjawab panggilan dari Mama.

"Iya Ma."

"Ruby, Mama minta tolong. Kue nya ketinggalan di meja. Ruby, tolong antarin ke tempat Tante Astrid, ya."

"Iya Ma." Jawab ku singkat.

"Kalau gitu kita ketemu di tempat Tante Astrid, ya."

"Iya Ma."

Aku mengecek kotak kue yang ada di atas meja makan benar saja di sana terdapat kue tart beserta tulisan ucapan untuk Tante Astrid. Aku segera membuka aplikasi untuk memesan kendaraan online yang akan datang sekitar lima menit lagi. Aku segera melihat penampilan ku di cermin yang ada di ruang tengah. Cantik. Rambut panjang terurai. Lipstik tipis merah muda serta eyeliner coklat tipis. Perfect!

"Mbak, nanti kalau ada yang mau ambil paket tolong dibantu ya, Mbak. Itu udah saya masukkan ke kardus. Tinggal diangkat sama bapaknya."

"Iya Mbak."

"Saya pergi dulu ya, Mbak. Ini taksinya udah di depan."

"Hati-hati ya Mbak."

"Iya, Mbak. Dah..."

Aku masuk ke dalam taksi online. Meletakkan kue tart di samping ku dengan sangat hati-hati karena akan jadi bencana jika terjadi sesuatu pada kue itu.

Jalanan jam segini mulai macet sebenarnya jam berapapun akan tetap macet karena kami melalui jalan utama. Beberapa kali aku mendapatkan pesan dari Mama yang menanyakan aku sudah sampai di mana. Aku membalas dengan menyebutkan jalan yang ku lalui saat itu.

Cit!

Aku terkejut dan yang ku lakukan adalah melindungi kue tart yang ada di samping ku. Tubuh ku telah maju ke depan dan terbentur pada jok depan.

"Maaf, Mbak gak apa-apa?" Tanya supir online yang terlihat cemas.

"Gak apa-apa, Mas."

"Maaf ya, Mbak. Soalnya itu mobil nge-rem mendadak."

"Gak apa-apa kok, Mas, yang penting kita selamat."

"Iya Mbak."

Sopir online melanjutkan perjalanan kembali. Aku juga tidak ingin marah hanya karena masalah sepele, yang terpenting kami masih sehat. Mungkin umur yang matang membuat ku lebih tenang. Aku hanya melihat mobil hitam beserta plat mobilnya. Mobil itu selalu berada di depan hingga berhenti juga di depan rumah Tante Astrid.

"Di sini Mas."

Aku segera mengeluarkan sejumlah uang yang ditunjukkan pada layar handphone Mas sopir taksi online. Aku keluar dengan mengangkat kue dan masuk ke halaman.

Rumah Tante Astrid terlihat indah dengan hiasan bunga serta meja-meja tamu yang tertata. Tugas utama ku mengantarkan kue pada Mama. Aku melihat sekeliling dan mencari mama. Aku menemukan Mama bersama Om Tio sedang berbicara dengan Tante Astrid. Aku segera mendekati Mama.

"Ini, Ma." Kata ku sambil tersenyum pada Tante Astrid.

"Ini Ruby, ya?" Tante Astrid menepuk punggungku beberapa kali. "Ruby terima kasih banyak buat kuenya." Aku hanya tersenyum. "Nanti Ruby jangan lupa datang ya. Ada acara kecil-kecilan." Tante Astrid melihat kembali ke arah Mama. "Jeng, nanti Ruby jangan lupa diajak lho."

"Iya Jeng."

Tante Astrid memberi tanda dan seorang wanita muda datang untuk mengambil kue. Aku tidak terlalu nyaman berada di acara pesta. Berharap agar aku bisa segera keluar dari tempat ini secepatnya namun sepertinya itu tidak semudah yang ku kira.

"Gimana Ruby, nanti datang ya. Acaranya jam enam. Bisa, ya?"

Walah! Kalau sudah begini aku sudah susah untuk menghindar. Aku akhirnya berkata, "Iya Tante, nanti Ruby datang."

"Iya. Nanti ada anak Tante juga. Mungkin bentar lagi sampai sini. Ruby lagi buru-buru, ya?" Tanya tante Astrid. Mungkin ia melihat ku yang agak canggung.

"Ruby kebetulan harus nyelesaikan pesanan, Tante."

"Owh begitu. Kalau gitu ya udah balik duluan saja. Ini juga masih persiapan. Nanti jam enam datang, ya. Dandan yang cantik."

"Iya Tante. Kalau gitu Ruby pamit dulu."

Aku melihat Mama yang masih senyum-senyum. Tidak heran kalau Mama menyukai suasana pesta tapi aku kebalikannya. Aku hanya ingin segera kembali pulang ke rumah. Om Tio tentu saja masih bersama Mama. Mereka memang pasangan yang serasi.

Delapan tahun banyak yang berubah. Aku hanya tersenyum jika mengingat banyak hal yang sudah kami lalui selama ini. Kini aku bukanlah anak yang berkekurangan lagi. Aku harus mengakui cinta Om Tio untuk Mama perlu ku acungin jempol. Cintanya yang menerima keadaan Mama apa adanya. Menerima keadaan ku. Menolong kami. Aku merasa saat ini sudah sangat bahagia. Aku sudah lulus kuliah dan kini mencoba membuka toko pakaian kecil-kecilan dan juga memasarkannya secara online. Hasilnya lumayan. Aku sudah dapat menghidupi diri ku sendiri.

Sayup-sayup ku dengar seseorang memanggil nama ku. Aku berbalik mencoba meencari tahu siapa yang memaggilku namun aku tidak menemukan siapapun karena banyak orang yang berlalu lalang di sana atau ini hanya perasaan ku saja? Apalagi kalau bukan karena kelelahan setelah menyelesaikan banyak pesanan online yang harus selesai secepatnya.

Aku hanya ingin segera beristirahat meski hanya sebentar. Aku memesan taksi online melalui aplikasi yang ada di ponsel ku dan menunggu taksi pesanan ku di teras depan yang terlihat lebih sepi. Sejujurnya aku tidak membayangkan kalau Tante Astrid akan merayakan ulang tahunnya sebesar ini.

Namun kemudian aku menyadari seseorang sedang menatap ku lekat. Pria itu ada di hadapan ku dan membuat senyuman aneh melengkung di wajahku. Aku tidak pernah menyangka kalau tatapannya masih sama seperti dulu. Apa yang harus aku lakukan? Pria itu tahu segalanya.