Waktu sudah menunjukkan pukul setengah tujuh malam. Adri saat itu baru saja selesai shalat maghrib di mushala perpustakaan. Sebelumnya Ia tengah berdiskusi dengan Jevan sejak jam empat lalu terkait penelitian mereka. Mereka sudah banyak membuat progress sampai hari ini. Untuk itu, mereka memutuskan untuk berdiskusi berdua dulu, dan nanti Adri yang akan meneruskan ke Theo. Padahal bisa saja mereka meminta Theo untuk melakukan conference atau video call dengan mereka, tapi rasanya mereka akan mengganggu waktu-waktu istirahat Theo.
"Udah selesai?" tanya Jevan yang sukarela menjaga barang-barang Adri di bangkunya ketika Ia shalat.
"Iya. Lo langsung balik?" tanya Adri.
Jevan menggeleng, "Enggak, mau ketemuan sama kating dulu, ada yang perlu dibahas," ujarnya.
Adri mengangguk paham, "Lo sibuk banget kayaknya Jev," ujarnya. Ya padahal dia juga sama sibuknya dengan Jevan sih, kuliah pagi pulang malam selalu.
"Kebetulan aja sih ada ekstra meeting hari ini. Biasanya jam segini udah balik juga Gue," ujarnya.
"Oh gitu, yaudah deh Gue pamit duluan ya. Mau jengukin Theo sekalian abis ini," ujar Adri kemudian.
"Oke, salamin ya ke dia, sorry banget gitu gak bisa ikut."
"Oke sip. Duluan ya, dah."
Adri kemudian bergegas menuju parkiran membawa barang bawaannya yang lebih berat dari tadi pagi Ia berangkat. Sepulangnya dari lab tadi, Ia membeli beberapa makanan untuk Theo dan adik-adiknya dan belum sempat ditaruh di mobil. Meskipun Theo mengatakan tidak usah membawa apa-apa, tapi itu kebiasaan Adri untuk tidak datang dengan tangan kosong ketika menjenguk atau sekedar berkunjung ke temannya. Apalagi Theo itu sudah sangat dekat dengannya, kan.
Sesampainya di halaman parkir Fakultas Teknik, Adri segera membuka kunci mobilnya dan memasukan barang-barang itu ke dalam. Baru saja Ia hendak membuka pintu kemudi, seseorang memanggilnya.
"Adri!"
Adri sontak menoleh ke sumber suara. Oh, itu Haikal. Ia berjalan dengan Renatta, Januar, dan Revitha. Adri memicingkan matanya mengingat-ngingat sosok Renatta, ah, rupanya dia adalah MC saat debat calon ketua BEM bersama Adam hari itu. Sementara Revitha, tentu saja dia ingat.
"Hei Kak, baru balik?" tanyanya berbasa-basi. Matanya kemudian melihat ke arah Januar yang turut berdiri disamping Haikal.
"Iyanih. Lo juga?" tanya Haikal.
"Enggak, Gue mau jenguk temen dulu di rumah sakit," ujar Adri.
"Siapa? Theo?" Kali ini Januar yang bertanya.
Adri mengangguk, "Iya. Kenapa? Mau ikut?" tanyanya khusus pada Januar saja.
Januar tampak berpikir, sementara ketiga orang temannya hanya memperhatikan. Haikal dan Renatta sudah senyam senyum saja sedari tadi.
"Boleh, yuk. Aku gak bawa mobil," ujar Januar.
Adri mengangguk, kemudian Ia menyerahkan kunci mobilnya pada Januar, "Nyetir ya, Aku capek," ujarnya tanpa ragu.
Januar menerima kunci mobil Adri itu, "Kita duluan ya," ujarnya pada ketiga rekannya, sementara Adri hanya tersenyum dan menunduk sedikit.
"Oke, hati-hati. Salam buat Theo," ujar Renatta mewakili.
"Siap Kak!" seru Januar.
****
Januar dan Adri akhirnya pergi bersama menjenguk Theo. Jalanan kota Bandung petang itu cukup padat, ya wajar saja, ini jam-jam selesai kerja, dan waktu ideal untuk sekedar berjalan-jalan mencari makan malam dan bersantai.
"Tumben kamu," ujar Januar tiba-tiba.
"Tumben kenapa?"
"Ngajakin jalan," jawabnya.
"Iseng aja tadi sebenernya."
Januar mengangguk paham, "Tapi kayaknya kamu lagi mengkonfirmasi sesuatu aja gitu," ujarnya lanjut tertawa.
Adri tersenyum miring, "Awalnya gak kepikiran gitu sih, tapi setelah dipikir-pikir lagi, eh iya," ujarnya. Adri mengerti cepat apa yang dimaksud Januar : Revitha.
"Big respect sih ke kamu, cuma Dri saranku biarin dan lupain aja. Mana tau dia tersinggung. Ya sebenernya sih dia lebih menyinggung kamu waktu itu, tapi lebih baik kita balas yang buruk dengan yang baik. Itu gak ada ruginya."
Januar sepertinya sedang menasihati Adri kali ini. Adri terdiam untuk beberapa waktu. Ia sedang berpikir.
"Masalah gak Aku bilang gini? Soalnya Aku malah gak pengen kamu terbebani, atau konflik ini membesar kedepannya," lanjut Januar.
Adri menggeleng, "Gak masalah. Aku cuma masih kebawa emosi aja tadi," ujarnya.
Januar tersenyum, "Iya, Aku paham," ujarnya.
"Terus tadi kenapa kalian jalan berempat?"
"Tadi abis makan bareng aja, terus pulang bareng," ujarnya.
Adri mengangguk, "Oh gitu."
"Jadi tadinya kamu mau pulang sama Revitha?"
Januar melirik Adri cepat, "Kok bisa tau?"
Adri mengangkat bahunya, "Nebak aja, kayaknya cuma Kak Haikal sama dia yang bawa mobil. Kak Renatta Aku lebih sering liat dia jalan ke depan kampus naik bus," jelasnya.
"Iya, bener gitu."
Hening.
"Gak masalah kan Aku dianter pulangnya sama dia?" tanya Januar akhirnya. Dia sedang menahan tawa sekarang.
Adri memalingkan wajahnya ke kaca jendela mobil, "Yang jadi masalah kenapa gak bilang kamu mau pulang, sementara Aku masih di kampus dan bawa mobil, kan?" ujarnya pelan tapi masih terdengar.
Januar tersenyum simpul sembari mengubah porsneling mobil ketika mereka sudah sampai di area rumah sakit tempat Theo dirawat inap.
"Jujur aja Aku masih suka gak enak chat kamu diluar jam-jam kerja atau hari kerja. Takut ganggu," ujarnya. Kini Ia baru saja mengambil tiket parkir.
Adri menghela nafas dalam, "Aku juga sebenernya gak suka di chat di waktu-waktu itu," ujarnya menggantung.
"Tuh kan," ujar Januar.
"Tapi kalo kamu ya gak apa apa," lanjutnya yang membuat Januar sontak menoleh ke arahnya. Sekarang kedua orang itu saling bertatapan.
"Parkir yang bener," ujar Adri memecah keheningan. Januar akhirnya kembali ke kemudinya dan parkir dengan benar.
Setelah menarik hand rem, Januar terdiam sejenak, sementara Adri sudah melepas seatbeltnya.
"Bentar Dri," sergah Januar ketika Adri hendak membuka pintu.
"Kenapa?"
"Aku heran ya, kenapa kamu kalo ngomong kalimat kayak barusan itu datar-datar aja gitu. Aku kaget tau, gak nyangka aja kamu bakal ngomong gitu."
Adri tampak berpikir kalimat mana yang Januar maksud. Oh, akhirnya Ia paham.
Adri menyandarkan kepalanya ke sandaran kursi, "Terus? Kamu maunya Aku kayak gimana?" tanyanya santai.
Januar menggeleng, "Gak. Udah bagus gini, jangan berubah."
Tanpa penjelasan lebih lanjut, Januar buru-buru melepas seatbeltnya dan keluar. Adri hanya mengerutkan dahinya keheranan.
"Kamu bawain apa ini si Theo banyak banget?" tanya Januar ketika Ia mengeluarkan barang bawaan Adri untuk Theo dari jog penumpang.
"Banyak soalnya bukan buat Theo dong, adik-adiknya dateng, Aku beliin sekalian," jelas Adri. Januar hanya mengangguk.
Keduanya kemudian berjalan menuju ruangan Theo dirawat di lantai tiga.
"Anyway kamu ngapain aja hari ini? Sampe capek nyetir?" tanya Januar.
"Kayak biasa aja sih, cuma beban pikirnya lebih banyak aja. Tadi ada kesalahan analisis juga selama praktikum jadi kita ngulang," jelas Adri.
Januar mengangguk paham, "Jangan lupa makan. Kalo gak sempet keluar, bilang. Ntar Aku bawain kalo Aku bisa."
"Aku tau kali kamu tuh sibuk juga."
"Ya, Aku emang sibuk juga, tapi lebih fleksibel jam kerjanya dibanding kamu. Kecuali di jam kuliah aja."
Adri mengangguk paham, "I see. Kalo kamu gimana? Ngapain aja hari ini?"
"Kuliah, ada rapat, itu aja. Biasalah, kura-kura," ujarnya tertawa tipis.
Adri menggelengkan kepalanya, "Jaga kesehatan deh kamu, jangan sampe kayak Theo. Rapat juga perlu mikir keras," ujarnya.
"Pasti. Thank you Dri."
"No problem."