Chereads / Laboratory Doctor and Activist / Chapter 36 - Jumat Sibuk

Chapter 36 - Jumat Sibuk

Jumat adalah hari terlonggar sekaligus tersibuk bagi Januar. Ketua BEM itu memang tidak harus menghadiri kelas kuliah dan praktikum, tapi Ia menjadwalkan Jumat untuk rapat dimana-mana. Bukan tanpa alasan, empat departemen FT tahun ini kebetulan hanya kuliah sampai jam 11 di hari jumat, jadi mudah untuk mereka menyesuaikan jadwal.

"Rapat di Halimun aja gimana?" tanya Gandhi begitu Ia dan Januar keluar dari kelas terakhirnya.

"Boleh deh, minta tolong siapa yang gak jumatan ambil kuncinya di TU ya," ujarnya. Lagipula mereka mungkin bosan hanya rapat di Sekretariat BEM lagi dan lagi. Sesekali mereka harus menggunakan ruangan khusus konferensi fakultas mereka yang difasilitasi menjadi eksklusif; pendingin ruangan, coffee maker, toaster, lemari es, proyektor. Ruangan itu sudah seperti studio apartemen dan dikategorikan paling mewah oleh para mahasiswa FT. Ruangan yang hanya digunakan untuk latihan presentasi mahasiswa yang akan konferensi penting, atau rapat ormawa.

Gandhi kemudian mengetikan pesan di grup chat BEM soal rencana tempat rapat mereka siang ini. Keduanya kemudian segera menuju masjid kampus untuk shalat jumat. Januar dan Gandhi yang super sibuk itu selalu ingin datang ke masjid lebih dulu. Bagi mereka, tempat ibadah adalah sarana penyembuhan mental terbaik. Bukan tidak mungkin aktivis seperti mereka mengalami namanya depresi, stress, atau cemas ketika akan melaksanakan sesuatu.

****

Adri baru saja selesai dengan kelas terakhirnya yang terlambat tiga puluh menit karena dosen yang mengajar itu memberikan kuis dadakan di akhir sesi kuliah. Kuis dadakan bukan masalah bagi Adri, karena soal kuis adalah apa yang dibicarakan dosen selama kuliah, Ia hanya perlu menyimak dengan benar. Namun masalahnya adalah, Ia akan terlambat ke SITH untuk menemui Jevan siang ini. Ditambah lagi Ia lapar dan ingin makan siang.

"Lo kemana abis ini?" tanya Yola.

"Ke SITH."

"Jauh amat mainnya. Makan dulu gak? Laper Gue," tawarnya.

"Gak deh Yol, udah telat Gue."

"Yaudah deh. Dah, Gue ke kantin dulu."

Adri kemudian lanjut menuju halte, karena Ia tidak membawa mobil. Sudah kebiasaannya untuk tidak membawa kendaraan di hari jumat. Tidak ada alasan khusus, Ia hanya ingin berjalan-jalan dan naik kendaraan umum di hari tersantainya.

Beberapa belas menit menunggu, bus menuju SITH itu belum muncul. Adri memeriksa jadwal kedatangan bus di ponsel, lalu Ia mendengus sebal.

"Masih lama banget," ujarnya pelan.

Tak lama kemudian, seseorang dengan motor pria berhenti didepannya. Si pengendara motor itu kemudian membuka helm fullface nya.

"Mau kemana?" tanyanya. Itu Haikal.

"Hah? Mau ... ke itu ... SITH," jawab Adri. Entah kenapa Ia masih saja kikuk jika berhadapan dengan Haikal.

"Nungguin bus? Lama. Bareng Gue aja sini, sekalian mau ke masjid jumatan," tawarnya.

Adri tampak berpikir, sebenarnya Ia enggan, tapi Ia sudah terlambat, khawatir Jevan terlalu lama menunggu. Akhirnya Ia mengangguk.

"Sorry ngerepotin, buru-buru Gue soalnya," ujarnya sembari naik ke jog belakang motor Haikal itu.

Haikal menutup kembali helm fullfacenya, "Santai sih, lebay Lo. Mau ngapain ke SITH? Penelitian lagi?" tanyanya. Haikal mulai melajukan motornya.

"Iyalah, masa main doang ke SITH," ujarnya ketus. Oh, beginilah Adri mengatasi kecanggungannya.

"Ya kali kan. Mau apply kemana sekarang penelitiannya?" tanya Haikal lagi.

"Belum tau, cuma disaranin Prof Ravi ke conference di Aussie Maret ini," jawabnya dengan suara keras. Ya wajar saja, mereka sedang diatas motor, dan jalanan kampus itu cukup ramai.

"Bagus lah. Lo ada rencana exchange kayak Gue gak?"

"Ada sih, tapi belum serius mikirinnya."

"Seriusin lah. Jangan setengah-setengah kalau melangkah," ujar Haikal. Tepatnya Ia sedang menasihati Adri tanpa diminta.

"Iyaa, ntar Gue pikirin. Butuh konsul sama Lo banyak-banyak."

"Always available. Tanya aja, semau Lo. Selama penting pasti Gue jawab."

Adri tidak membalas ucapan Haikal barusan, Ia sibuk melihat kesibukan mahasiswa di fakultas lain sepanjang perjalanan. Rasanya sudah lama sekali semenjak ospek fakultas dan Tingkat Persiapan Bersama Adri mengunjungi sisi lain kampus ini. Tahun kedua dan ketiganya hanya berada di FT, perpustakaan, kedai kopi, dan kantin.

Tak lama kemudian, mereka sampai di depan SITH. Adri segera turun dan berterimakasih pada Haikal. Haikal kemudian memutar arah menuju masjid, sementara Adri berjalan menuju Laboratorium Biokimia SITH di lantai empat.

"Kenapa lift nya mati ya Allah," gumamnya pelan. Terpaksa Ia harus menaiki puluhan anak tangga agar sampai ke laboratorium tujuannya.

Begitu sampai di laboratorium biokimia itu, Adri langsung saja masuk dan menghampiri Jevan yang sedang berkutat dengan laptopnya. Laboratorium itu sangat sepi, mungkin karena semua orang sedang istirahat shalat jumat atau makan siang, sedang Jevan tidak shalat jumat dan Ia menunggu Adri hingga melewatkan makan siang.

"Jev? Aduh sorry banget tadi dosen Gue ngaret setengah jam," ujar Adri.

"Oh? Kapan dateng Lo Dri? Santai santai. Duduk dulu, capek pasti."

Benar saja, nafas Adri tersenggal-senggal. Ia duduk dan minum, rasanya sudah seperti lari sprint di siang hari.

"Jadi gimana Jev? Kulturnya udah siap semua?" tanya Adri kemudian.

Jevan mengangguk, "Iya udah. Sini Gue tunjukin," ujarnya kemudian menuntun Adri menuju tempat inkubator berada.

"Kultur kita semua mesofilik kan? Ini udah di inkubasi 72 jam, tinggal panen, isolasi," ujarnya membuka inkubator itu. Adri meraih beberapa tabung berisi medium cair dan padat disana.

Adri kemudian mengangguk, "Ini bagus pertumbuhannya. Nice job Jev. Hari ini Gue perlu bawa beberapa ke lab mikrobiologi pangan ya, biar besok lanjut fermentasi di sana," ujarnya.

"Oke. Gue udah siapin juga medium multipikasinya, Lo bisa bawa hari ini," ujarnya.

"Oke sip."

"Katanya Theo balik hari ini. Mau Gue jemput sore. Kasian dia masa balik dari rumah sakit naik grab," ujar Jevan setelah mereka menutup pintu inkubator.

"Oh iya? Emang keluarganya ..." ujar Adri menggantung.

Jevan mengangkat bahunya, "You know what happened kan?"

****

Seperti yang dijadwalkan, Januar dan Gandhi sudah berada di Ruangan Halimun pukul 12.45 untuk rapat. Hari ini mereka akan membahas konsep acara dies natalis fakultas, sekaligus partisipasi mereka di dies natalis universitas.

"Ingetin yang lain ya, lima belas menit lagi, gak ada yang terlambat," ujar Januar pada Gandhi yang sibuk dengan ponsel. Januar sendiri sedang menyantap makan siang instannya, rice box ala kantin FT. Makan siang paling mudah bagi Januar tanpa perlu membuang waktu.

"Siap pak bos," jawab Gandhi.

Sesuatu kemudian terlintas di benak Januar begitu melihat rice box miliknya yang tinggap seperempat itu. Ia kemudian meraih ponselnya.

[WhatsApp]

(Darren Januar W)

Makan belum?

Picture sent

Tak lama kemudian, muncul balasan dari Adri.

(Adriana Gerrie)

Harus banget laporan apa yang kamu makan?

Send picture

Januar tertawa sendiri melihat pesan dari Adri, baginya itu lucu. Gandhi disampingnya sampai heran, kenapa pria itu tertawa sendiri.

"Napa Lo?"

Januar menggeleng, "Kaga," ujarnya cepat.

Gandhi menggelengkan kepalanya, "Lagi bucin kan Lo nih pasti? Bisaan banget Lo modusin mapres," ujarnya.

"Bucin apaan ya sorry nih?"

Gandhi hanya memutar bola matanya malas, Ia kembali fokus pada ponsel.

[WhatsApp]

(Darren Januar W)

Harus, biar kamu gak tipes

Lagi dimana?

(Adriana Gerrie)

Halah

Di SITH, jagain anak-anak

(Darren Januar W)

Anak-anak??

(Adriana Gerrie)

Mikroba adalah anak-anakku

Lagi-lagi Januar tertawa membaca pesan Adri itu, "Anjir," ujarnya pelan. Berbeda dengan sebelumnya, Gandhi disampingnya itu tidak bergeming melihat tingkah laku temannya itu.

(Darren Januar W)

Kirain apaan

Semangat penelitiannyaaaaaa

(Adriana Gerrie)

Semangat rapatnya.

(Darren Januar W)

Harus banget pake titik?

Kok tau Aku rapat?

(Adriana Gerrie)

Aku kan intel. Tau kamu ngapain

(Darren Januar W)

Hahaha

Yaudah ya, udah mau mulai rapatnya

(Adriana Gerrie)

Oke