Chereads / Laboratory Doctor and Activist / Chapter 21 - Konsultasi

Chapter 21 - Konsultasi

Januar tersenyum lebar setelah membaca pesan dari Adri. Teman-temannya yang sedang berada di Sekbem pun tertarik untuk mengusili ketua mereka itu. Mereka baru saja selesai membahas progress pemberkasan calon pengurus BEM. Kabar baik untuk mereka, sudah tiga puluh orang mendaftar di hari pertama.

"Januar senyam senyum mulu ya di pojokan, curiga Gue," ujar Rehan mulai memprovokasi.

"Tau nih, abis transaksi apa Lo diem diem?" tambah Siska.

"Astagfirulloh, gaboleh suudzon Sis," timpal Rehan.

"Lo pada kayak gak tau aja, lagi chatting sama doinya lah," ujar Gandhi kali ini, Ia menimbrung sambil melahap batagor yang baru saja Ia beli.

"Itu siapa sih yang nyebarin gosip di menfess?"

Januar yang sedari tadi tidak tertarik kini mulai menunjukan ketertarikan.

"Gue tau siapa adminnya, tapi belum tau siapa sendernya," ujar Januar.

"Reaksi Adri gimana Jan? Kayaknya dia gak biasa deh diekspos begitu," tanya Revitha kali ini. Entah apa yang membuatnya bisa bertanya seolah Ia sangat perhatian dengan Adri.

"Gak masalahin sih dia, biarin aja katanya ntar juga orang-orang lupa," jawab Januar sembari tersenyum tipis. Januar bangga, Adri itu bijaksana menurutnya.

"Gimana sih Jan rasanya deket sama mapres? Terus Lo nya presma," tanya Faqih kali ini.

Januar kembali menyandarkan punggungnya ke tembok, "Jabatan atau gelar gak bikin itu jadi standar. Balik lagi ke karakter masing-masing, karakter asli," jawab Januar.

"Iyasih,"

"Tapi Gue masih gak nyangka, ini plot twist banget. Oke, Gue gak bermaksud mengintervensi Lo sih Jan, cuma kayak ... Adri itu beda dunia banget sama Lo kan," ujar Revitha tiba-tiba.

"Terus Gue kira dia deketnya sama Bang Haikal, atau Theo temennya yang Mapres tiga," lanjutnya.

Januar melirik cepat ke arah Revitha, Januar rasa pertanyaannya terlalu personal, tidak bisa dibahas di ruang publik seperti ini.

"Ya apapun bisa kejadian lah Rev. Bisa aja Lo juga nanti sukanya sama Gue," ujar Gandhi asal sembari tertawa. Ia sedang berusaha mengalihkan topik.

"Asekk pepet terus Gandhii,"

"Gimana nih Rev? Terima gak usulannya Gandhi?"

Januar kembali pada aktivitasnya, melupakan pertanyaan sensitif dari Revitha.

"Apalagi ya?" batin Januar. Ia sedang menuliskan kira-kira apa yang akan dibicarakannya dengan Adri besok. Astaga Januar, ini bukan rapat.

****

"Eh Dri, Lo gak minat ikut organisasi tahun ini? Udah mau last year loh," tanya Yola. Mereka sedang makan malam di luar, di kedai bakso dekat kost mereka. Katanya Adri sedang malas masak.

"Gak dulu Yol,"

"Kenapa?  BEM sama DPM lagi buka, padahal,"

"Iya tadi Januar tiba-tiba ngirim link oprec ke Gue coba,"

"Yah, itu kode kali Dri biar Lo join periode dia,"

"Gak Yol, Gue masih ada proyek penelitian, jadi koor asdos, gak akan kepegang,"

Yola mengangguk, "Iya sih bener, tapi dalam hati Lo nih, gak minat sama sekali gitu ke BEM atau DPM?"

"Ada,"

"Apa tuh?"

"Senbud. Gue sempet mau daftar tahun kemaren, tapi lagi-lagi, gak sempet,"

Yola mengangguk paham, "Tapi Lo liat gak sih Bang Haikal?"

Adri terkesiap mendengar nama itu kedua kalinya hari ini. Pertama Januar, kedua Yola.

"Dia kan mapres, sibuknya kayak Lo, tapi sempet aja dia jadi Sekretaris satu BEM. Berarti emang bisa Dri, tinggal manajemen waktunya aja,"

Adri tampak berpikir, "Iya sih emang. Gue juga masih banyak waktu kosong sebenernya dalam seminggu, cuma ya gitu, porsi me time Gue agak banyak,"

"Lo pikirin lagi deh, senbud BEM FT tuh setau Gue rame banget, asik gitu prokernya. Apalagi Lo juga suka seni banget kan?"

****

Selesai makan malam, Adri kembali ke kamarnya. Besok hari sabtu, tidak ada kegiatan. Artinya malam ini Adri libur belajar dan bertugas. Ia juga sudah selesai packing untuk besok dibawa pulang ke Bogor.

Disela-sela aktivitasnya membaca buku, Adri teringat saran Yola tadi.

"Tanya Januar aja apa ya?" gumamnya. Akhirnya Adri meraih ponselnya di meja, mengirimkan pesan pada Ketua BEM itu.

[WhatsApp]

(Adriana Gerrie)

Jan, mau konsul dong, hehe

Beberapa menit berlalu, Januar belum membalas pesan Adri itu, hingga akhirnya ponsel Adri berdering. Januar meneleponnya.

"Halo?"

"Halo Dri. Udah di kost?"

"Iya ini lagi free juga. Aku ganggu gak nih?"

"Oh enggak kok. Jadi ada apa ini kok tiba-tiba mau konsul?"

Adri tersenyum, "Iya ini Aku tadi ngobrol sama Yola kan, soal ikut organisasi atau enggak tahun ini. Terus Aku kepikiran aja,"

"Oh Kamu mulai tertarik gitu ceritanya?"

"Hmmm mungkin?"

"Iya atau enggak, gak ada opsi mungkin," ujar Januar sembari tertawa.

"Hmm iya. Tahun lalu Aku hampir daftar BEM, di Senbud. Tahun ini Aku pertimbangin lagi. Menurut kamu gimana?"

"Oh gitu. Menurutku ... menurut kamu, hehe,"

"Jan, serius loh ini,"

"Iyaa iyaa. Jadi gini ya Dri, kalo kamu mau berorganisasi, pertimbangin sejauh mana kamu bisa berkomitmen. Komitmen artinya prioritas. Sejauh mana kamu bakal memprioritaskan BEM diantara kesibukan kamu yang lain,"

"Aku cukup ada gambaran kesibukan kamu gimana sih, cuma Aku gabisa kasih saran mutlak semacam kamu daftar aja atau kamu jangan daftar, karena kamu lebih paham kapasitas kamu. Makanya kubilang tadi, menurutku, menurut kamu," jelas Januar.

Adri mengangguk paham, "Gitu ya."

"Benar, Adriana," ujar Januar dengan nada yang sangat playful.

"Hmm sebenernya Aku masih di level merasa butuh sih Jan, bukan karena memang ingin,"

"Kamu tau gak Dri, level-level integritas seseorang yang paling tinggi itu karena keinginannya sendiri, bukan faktor dari luar, jadi yakinkan lagi, apa iya BEM itu passion kamu, terus apa tujuan dasar kamu mau daftar, jangan sampe kamu menyesal pas udah running,"

"Lagipula kalau kamu butuh pengalaman organisasi di CV kan gak harus ikut BEM. Kamu jadi koor asdos aja itu udah organisasi,"

"Bener juga, kayaknya Aku terlalu ngikutin standar orang-orang,"

"Ngikutin standar gak masalah Dri, asalkan kita filter,"

"Ya, itu bener,"

"Gimana? Masih bingung?"

"Sedikit, Aku perlu mikir lagi. But thanks to you, masukannya membantu banget,"

"No problem, that's what we should do for each other. Kita harus berkembang bareng-bareng Dri,"