Jam sebelas malam, Adri baru sampai di rumahnya di Bogor. Benar saja kata Januar, Adri memang akan sampai sekitar jam itu, bahkan lebih karena jalanan kota Bogor yang tetap macet di malam hari. Mungkin karena memang hari itu weekend.
"Assalamualaikum," salam Adri ketika membuka pintu.
Ibunya segera menghampiri Adri dari dalam, "Waalaikumsalam. Malem banget Teh sampenya, jam berapa dari Bandung?" tanyanya sembari menyalami Adri.
"Jam lima Bu, biasa, Ayah mana?"
"Biasa itu lagi ngerjain dokumen buat naik jabatan katanya," jawab Ibu Adri. Ayahnya itu memang seorang ASN Kementerian Perindustrian.
"Oh gitu,"
"Assalamualaikum," sapa Abi, Kakak laki-laki Adri yang menjemputnya di Stasiun Bogor malam itu.
"Waalaikumsalam,"
"A, belum salim," ujar Adri sambil menarik tangan Abi ketika kakaknya itu langsung melenggang ke dalam.
"Lah iya," ujarnya.
"Yaudah kamu ke kamar dulu, ini kita belum makan malem nungguin kamu soalnya," ujar Ibu.
"Iya Bu,"
Adri kemudian segera menuju kamarnya yang terletak di sebelah kamar Abi. Sudah satu bulan Ia tidak menengok kamar kesayangannya itu. Begitu masuk, Adri segera merebahkan tubuhnya diatas kasur. Tak lama kemudian, Adri teringat kalau Ia belum menghubungi Januar.
[WhatsApp]
(Adriana Gerrie)
Jan, udah sampe nih
(Darren Januar W)
Oh iya, kalo gitu selamat istirahat
Happy weekend!
(Adriana Gerrie)
You too
"Ekhem, apanih senyam senyum?" tanya Abi tiba-tiba. Kakaknya itu sudah ada di depannya entah sejak kapan. Adri terlalu fokus pada ponselnya, padahal itu hanya beberapa pesan saja.
"Lah, dari kapan masuk?"
"Dari tadi, lagi ngapain sih? Fokus amat? Senyam senyum lagi," tanya Abi sambil mengintip layar ponsel Adri.
"Gak ngapa-ngapain A, udah sana, mau mandi,"
"Dih gak usah mandi-mandi lah, Aa laper ini, buru," ujarnya sedikit memaksa sambil menarik-narik tangan Adri.
"Bentar ih lengket banget ini,"
"Buruan-buruan," paksa Abi, akhirnya Ia menyeret Adri ke ruang makan.
Sesampainya di ruang makan, Ayahnya yang tadi belum terlihat itu sudah ada di meja makan.
"Adri, aduh di Teteh udah kayak Bang Toyib gak pulang-pulang, gimana kabarnya? Sehat?" tanya Ayahnya sembari menyalami dan memeluk Adri.
"Alhamdulillah yah, lancar kuliah mah,"
"Baguslah, yuk makan Dri, Bi,"
Keempat anggota keluarga itupun makan malam di waktu yang sangat terlambat, namun kehangatan keluarga itu menghilangkan rasa kantuk mereka. Selesai makan, seperti biasa mereka tidak langsung beranjak ke tempat masing-masing, melainkan mengobrol random panjang lebar di ruang televisi. Inilah yang Adri dan Abi sebagai anak perantauan rindukan jika sedang kuliah.
"Katanya mau ada penelitian baru Dri?" tanya Ayah.
"Iya Yah, lagi running nih, doain ya,"
"Pasti didoain mah. Kalo kamu gimana Bi? Katanya tahun ini naik ke KM?" tanya Ayah kini pada Abi yang juga baru pulang ke rumah tadi pagi. Kakak Adri itu sedang berkuliah di Depok jurusan Ilmu Politik, dan dia merupakan aktivis kampus.
"Iya Yah, tapi Abi gak akan naik ke pimpinan puncak sih, rencananya sampe ke Kepala Departemen atau Biro aja,"
"Kenapa gitu?"
"Udah ngukur waktu dan kemampuan, terakhir Aku di BEM Fisipol jadi ketua juga udah berat Yah, belum lagi tahun ini Aku skripsi kan,"
"Iya sih, bagus deh kalo kamu udah bisa ngukur, jabatan gak terlalu penting, yang penting kamu serius berkontribusi sesuai kapasitas kamu,"
Adri dan Abi mengangguk mendengar nasihat ayahnya itu. Ibu Adri kemudian datang membawakan empat gelas jus mangga.
"Dri, Ibu mantengin instagram kamu loh," ujarnya.
"Oh iya Bu?"
"Oh berarti udah liat dong Bu yang foto sama Theo?" sambung Abi, kakaknya itu sepertinya ingin mengusili Adri.
"Udah, serasi banget ya Bi?" ujar Ibu memanas-manasi. Ibu Adri ini lumayan up to date dengan teknologi dan pergaulan anaknya. Katanya, biar bisa menyesuaikan dan awet muda.
"Theo yang temen olimpiade dari SMP itu bukan?" sambung Ayah.
Abi mengangguk antusias, "Iya Yah, betul. Mereka serasi banget tau Yah, Bu pas di Singapur, terus liat aja tuh komentarnya, si Adri banyak fansnya gitu," ujar Abi.
"Apasih A, fans apaan lagi?" protes Adri.
"Iya Ibu udah liat, terus tadi sore nih ya, Ibu kaget loh." Ibu Adri kini mengeluarkan ponselnya, membuka aplikasi instagram miliknya itu tergesa-gesa.
"Apasih Bu? Kayak orang lagi ngegosip aja," komentar Ayah.
"Emang Yah, nih liat,"
Ibu Adri menunjukan satu postingan instagram milik seseorang, dan Adri ada disitu.
"Ini siapa Dri? Kok Ibu gak tau?" tanyanya sambil menunjukan foto itu pada Adri. Adri sontak terkejut dan diam ditempat. Wajahnya memerah sekarang.
Itu postingan instagram Januar, foto itu yang mereka ambil tadi Sore di Asia-Afrika.
"Weh weh weh, siapa nih? Siape nih Dri?" tanya Abi heboh.
"Cieeee si Teteh, di tag sama siapa nih?"
"Te ... temen itu mah," bohong Adri.
"Alah mana ada temen kok captionnya pake emot emot senyum begitu? Siapa ini tadi namanya? Darren Januar?" tanya Abi.
"Hayo siapa itu?" sambung Ayah.
"Temen Yah, Bu, A, serius cuma temen," bela Adri. Tidak mungkin Ia mengatakan yang sebenarnya pada keluarganya itu.
"Gak papa Dri, kalo kamu deket sama dia asalkan kalian bisa fokus ke tujuan masing-masing, apalagi kalo saling mendukung mah. Ayah Ibu juga dulu gitu," ujar Ayah.
"Ya ... ya emang temen sih Yah, gak sampe sejauh itu,"
"Bentar deh, kok gak asing ya namanya," ujar Abi. Ia sibuk menscroll aplikasi WhatsApp nya.
Adri melirik kakaknya itu tajam dan was-was. Haduh kenapa Ibu segala make cek IG sih, Januar juga kenapa pake upload segala, batinnya.
"Nah kan, ini mah si Januar, Ketua BEM FT ITB kan?" tanya Abi heboh.
Adri hanya bisa mengangguk, "Iya, dia ketua BEM,"
"Wedeeehhhhh," heboh Abi lagi. Pasalnya, Ia dan Januar sama - sama aktivis.
"Aa ketemu dia nih pas BEM SI aksi di Jakarta tahun lalu, ternyata calon adek ipar,"
Adri melempar bantal ke arah kakaknya itu. Alhasil, habislah Adri diroasting oleh keluarganya sendiri malam itu. Salahkan Januar untuk itu.