Andini masih menunggu di ruang tunggu, beberapa penjaga memperhatikannya dengan tatapan tanpa berkedip. Sepertinya ia mulai terbiasa dengan tatapan orang-orang terhadap dirinya. Andini menyadari betapa kini ia tengah menjadi sorotan publik sejak pemberitaan di media dan televisi.
Andini terlihat sangat tidak tenang, jari-jari tangan kanannya ia ketuk berkali-kali di atas pangkal paha. Beberapa kali juga ia melirik jam besar bertengger di dinding tepat di hadapannya. Kali ini tak ada pengunjung, hanya ia sendiri.
Ruangan yang pengap tanpa AC dan tatapan para penjaga semakin membuat Andini tak tenang. Untuk yang kesekian kali ia datang ke tempat ini dan untuk yang kesekian kali pula ia tak diterima. Seharusnya ia mendengar perkataan Dhea, tapi walau bagaimanapun ia harus menemuinya.