"Perkenalkan saya Mikael Atha Dayyan. Anak tunggal pemilik Victorius Baskara. Perusahaan yang sudah lama menyuplai bahan tambang ke perusahaan anda." ucap Mikael memperkenalkan dirinya. Tangannya pun telah terangkat bersiap untuk menjabat tangan ayah Aleena. Senyum seringai pun telah terbit di bibirnya. Sungguh mengerikan raut wajahnya.
Sedangkan Aleena dan kedua orang tuanya pun hanya bisa terdiam meresapi setiap kata yang telah terlontarkannya. Mata mereka kompak menatap dengan rasa keterkejutannya. Sungguh menyesal Aleena membawa seseorang seperti Mikael untuk masuk ke dalam urusan keluarganya.
Surya yang terdiam pun sontak merutuki kebodohannya. Bagaimana mungkin ia tak mengenal anak dari seorang yang amat sangat penting jabatannya. Bahkan kata- kata yang tak sepantasnya pun telah meluncur dari mulutnya. Usaha Surya untuk menyelamatkan bisnisnya dengan menjodohkan Aleena kini akan sia- sia. Usahanya pasti akan benar- benar bangkrut karena seorang anak yang baru saja dimaki karena mengantarkan putrinya.
Surya pun langsung terduduk tepat dihadapan Mikael yang saat itu tengah menatap intens kearahnya. Kepalanya pun tertunduk dalam seolah memohon ampun kepada seorang pemuda.
"Maaf. Maafkan saya, Tuan. Saya tak tahu," ucap Surya langsung memohon tepat dibawah kaki Mikael.
Aleena dan ibunya pun langsung melotot menandakan keterkejutan mereka. Air mata Varah pun langsung keluar saat melihat Surya bersujud tepat dihadapannya. Tanpa pikir panjang, Varah pun langsung mengikuti sujud yang dilakukan suaminya. Kepalanya pun ikut tertunduk seolah meminta belas kasihan akan Mikael yang tengah menatap sengit kearah mereka.
"Maafkan kami, kami tidak tahu." ucap Varah ditengah- tengah tangisnya. Ia benar- benar tak tega kalau bisnis yang selama ini dirintis suaminya hancur seketika.
Aleena pun hanya bisa diam terpaku ditempatnya. Matanya menatap nanar kearah kedua orang tua yang telah bersujud didepannya. Bagaimana bisa dia? batin Aleena mengalihkan pandangannya.
Mata Aleena kini menatap pada Mikael yang juga tengah menatapnya. Manik Aleena seakan mengerti arti dari tatapan yang tengah diterimanya. Senyum khas yang tersungging tinggi dibibir Mikael membuat Aleena paham kalau ia menyukai sujud kedua orang tua Aleena. Sifat Mikael sudah tak sama dengan sifat yang baru saja diketahuinya. Kini Aleena sadar, ia telah menunjukkan karakter aslinya.
Tak terasa sebutir air mata lolos dari matanya. Air mata yang sedari tadi ditahannya setelah melihat karakter asli serigala berbulu domba.
"Lo nggak mau ikut sujud juga?" tanya Mikael meremehkannya. Sungguh sifat Mikael telah berubah sepenuhnya. Senyuman liciknya kian tinggi melengkung menghiasi bibirnya.
"Pa, Ma! Bangun!" teriak Aleena dengan penuh emosi. Tangannya pun telah terkepal kuat menahan rasa sesak di dada. Tatapannya pun belum juga berpindah dari penjahat didepannya.
"Bodoh kau, Aleena! Cepat sujud dikakinya!" bentak Surya untuk kesekian kalinya. Namun bedanya, kali ini pun tak berdaya. Wajahnya tampak waswas takut akan nasib bisnisnya.
Aleena semakin tak terima. Maniknya kian menatap tajam pada Mikael. Tangannya mulai bergerak melepas sepatu kirinya. Dengan cepat, Aleena langsung melemparkannya kearahnya. Namun cepatnya pergerakan Aleena masih mampu dibaca Mikael yang sedari tadi tak lepas menatapnya. Hingga tubuhnya bisa menghindar dari lemparan sepatu yang ditujukan padanya.
"Pergi kau!" teriak Aleena dipuncak emosinya. Dengan cepat kakinya mengayun meninggalkan tiga orang yang berhasil kepalanya hampir pecah disana.
"Kembali Aleena!" bentak sang ayah kian meninggikan suaranya. Dilihatnya sang anak mulai memasuki rumah dengan egonya.
"Rupanya anak anda tidak mau sujud di kaki saya. Jadi apa boleh buat," ucap Mikael dengan santainya. Kepalanya pun bergeleng- geleng seolah menyayangkan perbuatan Aleena.
Langkah kaki Mikael membawanya mendekat kearah motor besarnya. Ditatapnya satu helm yang berada dibelakang jok motornya. Helm yang tadi telah digunakan Aleena.
Dengan santai, tangannya bergerak mengambil helm itu lalu segera melemparkannya ke tempat sampah yang tak jauh dari tempatnya. Setelah itu tangannya pun bertepuk seolah menghilangkan debu.
"Menyebalkan." ucapnya dengan nada jijik yang teramat jelas. Mikael pun langsung duduk diatas motornya segera meninggalkan tempat yang berhasil menghancurkan harga dirinya.
Motor Mikael melaju pesat membelah jalanan ibukota. Alisnya mengerut menahan emosi yang meluap.
"Tunggu balasanku!"
Sedangkan disisi lain, Aleena tengah menangis sesegukan dikamarnya. Ia melihat kedua orang tuanya dari balik jendela. Ia menyesal telah meremehkan kakak kelasnya. Seharusnya dari awal ia menjauh dari Mikael.
"Bodoh! Bodoh! Bodoh!" hardik Aleena pada dirinya. Tangannya pun terus menerus bergerak memukuli kepala. Air matanya tumpah semakin parah disana.
Braak!
Suara terbantingnya pintu mengagetkan Aleena. Disana tampak sang ayah yang menatap dengan tatapan mautnya. Tangannya pun telah terkepal kuat menahan emosi yang membara.
Surya mengambil langkah besarnya mendekat kearah Aleena. Tangannya pun langsung menarik kasar lengan Aleena memintanya bangun dari posisinya.
"Pa, sakit!" ringis Aleena ketika lengannya merasakan nyeri karena tarikan paksa ayahnya. Namun setelah bangun dari posisinya, Aleena malah mendapatkan tamparan bertubi- tubi dipipinya.
"Dasar benalu kau!" hardik Surya dengan nada penuh penekanan disetiap kalimatnya. Mata Surya pun memerah menatap anaknya.
"Kejar kembali pacarmu itu! Dan ingat, dapatkan kata maafnya!" bentak Surya dengan nada memerintahnya. Selalu saja. Hanya perintah yang selalu diucapkannya.
"Dia bukan pacarku, Pa! Aku mengatakan seperti itu karena aku tak mau dijodohkan oleh orang yang tak kukenal!" jawab Aleena ikut menaikkan suaranya. Tangannya masih setia memegangi pipi yang ia yakini telah memar akibat tamparan keras oknum dihadapannya.
"Aku tak peduli! Kau harus mendapatkannya! Jika perlu gunakan tubuhmu untuk memikatnya!"
"Apa Papa menyuruhku menjadi seorang jalang?!" tanya Aleena membelalakkan matanya. Ia tak pernah mengira kalau ayahnya, pahlawan masa kecilnya, kini telah menjadi seorang monster sepenuhnya.
"Tau apa kau soal perjalangan?" tanya Surya sambil berjalan mendekat kearah Aleena. Matanya pun kian menajam menatapnya.
"Aku tak mau bisnisku benar- benar hancur karena anak tak berguna sepertimu!" ujar Surya. Tak ada lagi bentakan saat ia mengatakannya. Namun tekanan disetiap kata yang telah dilontarkannya semakin membuat sakit hati Aleena.
Kaki Surya mengayun pergi dari kamar Aleena. Meninggalkan Aleena yang masih mencerna setiap kata- kata yang telah diucapkannya. Pertahanan Aleena runtuh seketika. Badannya ambruk. Air matanya terus mengalir deras diiringi sesegukan dari mulutnya.
Aleena tak pernah menyangka kalau uang telah mengubah sifat semuanya. Bisnis adalah segala- galanya. Dan orang yang pertama kali mengantarnya adalah serigala berbulu domba.
Bagaimana mungkin hanya dalam dua hari hidupnya hancur lebur di Jakarta? Jakarta adalah kota keras yang tak seharusnya ditempatinya. Kota dimana seluruh harapan dan angan- angannya hilang begitu saja.
Aleena tak pernah mengira kalau sandiwara lima menitnya akan membawanya kedalam masalah kehidupan baru untuk kedepannya.
Aleena menekuk kedua lututnya. Menumpukan beban kepalanya disana. Binirnya masih bergetar karena air matanya.
"Aku membencimu!"