"Motorku!" seketika itu Aleena teringat dengan motor kesayangannya yang masih ada digenggam Mikael. Dengan cepat Aleena mengusap air matanya kasar. Langkahnya pun mengayun bergerak untuk mengejar Mikael yang ia yakini belum jauh dari sana. Ia amat sangat tahu kalau Mikael marah padanya. Dan mendatanginya adalah sebuah malapetaka. Namun apa boleh buat, Aleena harus menyelesaikan segala urusan dengan Mikael secepatnya.
Aleena berlari menuruni tangga. Kepalanya pun celingak- celinguk mencari keberadaan Mikael disekitar sana. Mikael benar- benar sosok kakak kelas yang merepotkan.
"El!" panggil Aleena sambil berteriak kala maniknya menemukan seseorang yang sesari tadi dicarinya.
Kaki Aleena berlari kian cepatnya mengejar Mikael yang entah tak mendengar atau tak mau menggubris Aleena.
"El!" panggil Aleena lagi dengan mencekal erat lengan Mikael agar mau menghentikan langkahnya.
Sedangkan Mikael dengan muka merahnya kini menatap Aleena dengan api membara. Bendera permusuhan telah dikibarkannya pada Aleena.
"Lo panggil gue apa?" tanya Mikael kini mengubah posisi menghadap Aleena. Maniknya menajam menatap manik Aleena yang kelincutan didepannya.
"El," jawab Aleena dengan perasaan tak nyamannya. Jujur saja, Aleena masih tak tahu dari kelas berapa lelaki jangkung sumber masalahnya. Ia bahkan tak tahu dimana kelasnya berada, lalu kenapa saat fotonya tersebar di mading sekolah ia hendak mendatangi kelasnya? Dimana saja ia masih tak tahu letaknya.
"Gue kakak kelas lo, Bego!" ucap Mikael kembali menghardik Aleena. Makhluk kecil seperti Aleena telah mengusik kehidupan sekolahnya. Ia sudah jengah karena sandiwara yang dibuat Aleena dalam keluarga yang melibatkan namanya.
"Terus?" tanya Aleena menaikkan salah satu alisnya. Ia tahu jelas kalau diantara mereka hanya ada bendera kebencian yang tercipta. Namun apa boleh buat, Aleena harus kembali mendapatkan motornya.
Tangan Aleena terangkat meminta sesuatu tanpa mengatakannya. Matanya masih menatap intens Mikael yang menatap sengit padanya.
"Apa?" tanya Mikael tak mengerti maksud Aleena.
"Kunci motor, plus dimana tempat parkir motorku?" ucap Aleena masih tetap menyodorkan tangannya. Ia pun nampak jelas menatap tak suka kearah Mikael dengan mata merahnya.
Mikael benar- benar jengah dengan Aleena. Manik gadis itu kian membuatnya teringat akan penghinaan yang diterimanya.
"Diparkiran deket warung depan," ucap Mikael sembari merogoh saku celananya. Kunci Aleena ada di tangannya.
Tangan Aleena bersiap menerima kunci dari tangan kakak kelasnya. Namun Aleena kalah cepat dengan pergerakan Mikael yang langsung membuang kunci itu entah kemana. Langkah Mikael pun langsung mengayun pergi seolah tak terjadi apa- apa.
"El!" teriak Aleena marah akan perbuatan Mikael padanya. Kini Aleena sadar, pembullyan yang sebenarnya akan didapatkan dari Mikael padanya. Aleena mendadak cengo ditempatnya. Ia masih mencari- cari kemana Mikael membuang kunci motornya.
Mikael benar- benar sosok manusia tak berperasaan yang telah Tuhan ciptakan dengan berhati setan.
Mata Aleena kembali menatap nanar punggung Mikael yang telah hilang dari dinding sana. Pagi ini adalah hari tersial part 2 yang dimiliki Aleena.
Kaki Aleena beranjak menuju lapangan rumput yang menjadi tempat pembuangan kunci Mikael tanpa pertanggungjawaban. Ia mulai menunduk mencari- cari kunci.
Namun belum juga kunci itu berhasil ditemukan, bel masuk sudah terlebih dahulu berbunyi. Aleena semakin merasa kepanikan. Bagaimana ia harus masuk ke kelas kalau kunci motornya masih hilang?
"Aleen?" suara bariton sontak mengagetkan Aleena. Tak jauh dari tempatnya, Vino telah berdiri dengan memasukkan salah satu tangan ke saku celana.
"Iya Kak," jawab Aleena segera memutuskan kontak mata. Kini ia kembali fokus menatap tanah mencari keberadaan kunci motornya.
Vino yang melihat Aleena tengah mencari- cari pun langsung beranjak mendekatinya. Matanya fokus menatap Aleena yang semakin hari kecantikannya semakin nampak dimata Vino Dirga Alaska.
"Cari apa?" tanya Vino saat sudah berada disamping Aleena.
"Kunci motorku, Kak! Tadi jatuh di sini!" jawab Aleena dengan sedikit menyembunyikan fakta tentang alasan kunci motornya bisa hilang di sana. Gadis itu tak ingin Vino salah paham dengan hubungannya dengan Mikael. Itu saja.
"Masih belum ketemu juga? Udah bel loh!" ucap Vino sambil berjalan mendekati Aleena. Manik lelaki itu sibuk menatap gadis yang masih terfokus pada hal yang sama.
"Mau gimana lagi, Kak! Kuncinya belum ketemu," jawab Aleena dengan nada mulai melemah di sana. Jujur saja, gadis itu sudah benar-benar marah dengan perlakuan Mikael yang semena-mena.
"Yaudah kamu ke kelas aja, biar aku yang cari kuncinya!" ucap Vino menawarkan bantuannya.
Mata Aleena seketika berbinar disana. Dalam sedetik kepalanya pun berputar menghadap Vino dengan senyum merekah disana.
"Beneran Kak?" tanya Aleena.
"Iya, kamu ke kelas sana!" ucap Vino sambil mengacak rambut Aleena. Tatapan matanya meredup saat menatap Aleena. Pupilnya pun membesar seakan ada ketertarikan pada lawan jenisnya.
"Nanti pas istirahat aku lanjut bantu cari kok, Kak! Makasih ya," ucap Aleena sambil melangkah meninggalkan Vino yang masih tersenyum disana.
Langkah Aleena kian melebar agar bisa secepat mungkin memasuki kelasnya. Entah sudah berapa menit ia telat karena ulah Mikael padanya.
Tak membutuhkan waktu lama, Aleena kini telah berdiri diluar pintu kelasnya. Ia menarik napas panjang bersiap masuk kedalam kelasnya.
Tangan Aleena pun perlahan mendorong pintu didepannya. Kepalanya menyembul melihat keadaan di sana. Tidak ada guru. Seketika itu Aleena langsung bernapas lega. Kakinya langsung melangkah menuju tempat duduknya disamping Rangga.
Namun ada yang aneh disana. Aleena memandang sekeliling menatap teman sekelasnya. Mereka semua kompak menatap wajah jijik ke arahnya. Ada juga beberapa siswa yang menatap seolah mengidolakannya. Sudah dapat dipastikan itu karena ulah Mikael padanya.
"Lo nggak papa?" tanya Rangga saat Aleena sudah terduduk disampingnya. Matanya menatap khawatir Aleena yang terlihat kelelahan. Dan ia tahu penyebab utama adalah temannya.
"Nggak! Aku capek gara- gara ulah Boss Besar kamu itu!" hardik Aleena memprotes pada Rangga. Raut mukanya pun tertekuk seolah mengisyaratkan kejengkelannya.
"Cabe banget sih! Lo tuh kalau mau uang ya kerja, jangan malah deketin most wanted sekolah kita!" Sebuah hardikan kasar tiba-tiba terdengar dari seorang gadis berambut gelombang yang duduk di bangku paling depan. Matanya pun melotot tajam seolah kedua bola mata hendak keluar dari tempatnya. Rupanya ada juga biang kerok dalam kelas Aleena.
"Mau kuhajar juga?" tanya Aleena dengan nada dinginnya. Tatapannya menajam bak elang yang siap menerkam mangsa.
Sedangkan nyali gadis itu langsung ciut disana. Ia sudah tak berani lagi menjawab pertanyaan Aleena mengingat kejadian yang menimpa Audrey belum lama.
Suasana kelas hening sampai seorang guru tiba di kelas mereka. Pembelajaran seperti biasa pun dimulai.
*
"Lo keterlaluan banget, El! Harga diri Aleena pasti jatuh sekarang! Lo bener- bener nggak punya rasa kasian apa?" ucap Evan terus bertanya pada temannya. Mikael adalah sosok berkepala batu yang amat sulit untuk diyakinkannya. Apa ia sudah tak punya empati dalam hatinya?
"Bacot lo! Lo pikir harga diri gue juga nggak jatuh waktu bokapnya hina gue?!" ucap Mikael menjawab dengan nada dinginnya. Tatapannya kian menusuk seakan mengingat sandiwara sampah yang dilakukan Aleena. Tunggu! Sandiwara itu! Senyum licik kini tersungging dibibir Mikael.
"Pembalasan gue masih berlanjut!" ucap Mikael langsung beranjak dari bangku kelasnya. Langkahnya pun mengayun menuju kelas seseorang yang telah menjadi sasaran empuk pembalasannya.
Namun langkah Mikael seketika terhenti saat netranya melihat seorang gadis tengah bersama dengan seorang musuh bebuyutannya. Tangan Mikael terkepal erat disana.
Vino dan Aleena!