Chereads / My Senior is My Husband / Chapter 26 - Razia

Chapter 26 - Razia

Gadis itu terus berjalan di bawah rintiknya hujan. Mengayunkan kaki untuk segera kembali dari tempat ternyaman orang yang ia sayang. Entah sudah yang ke berapa helaan napas itu terdengar. Rupanya masih tak mampu membendung segala kesedihan yang ia rasa sekarang.

Aleena masih memikirkannya. Kenangan indah yang tak mungkin ia lupakan walau mengandung sesak yang mendalam. Karena bersamanya lah Aleena merasa tenang. Perisai terkuat sekaligus obat ter mujarab yang pernah Aleena punya.

"Bahkan sampai sekarang, aku masih mengingatmu." Sebuah senyum simpul terbit di bibir Aleena. Dengan mata yang berkaca-kaca, itu malah membuat sang gadis terlihat lebih menderita.

Ini adalah hari pertama Aleena menemuinya setelah sekian lama meninggalkan kota Jakarta. Kota yang dipenuhi dengan jutaan tawa mereka. Namun juga kota yang telah dengan tega memisahkan dua insan dengan rasa saling percaya sekuat keduanya.

Di jalan yang cukup sepi ini, Aleena berjalan dengan menundukkan kepala. Berusaha menahan tangis agar tak tumpah di tengah perjalanannya. Ia harus kuat. Ya, harus.

Di tengah sedih yang ia rasa, bunyi nyaring sebuah sirine berhasil mengundang perhatiannya. Gadis itu menoleh, menatap sebuah mobil polisi dari kejauhan tengah melaju ke arahnya.

"Woi! Ngapain lo di sini?!" Sebuah teriakan yang terdengar sontak mengalihkan arah pandang Aleena. Gadis itu mengerutkan kening saat melihat Mikael sudah ada di sampingnya dengan mengendarai sebuah motor ninja.

"El? Kamu ngapain di sini?" ucap Aleena balik bertanya.

"Lo bisa nggak sih kalau di tanya nggak usah balik nanya?!" teriak Mikael dibuat marah di sana. Manik mata lelaki itu kini berpindah pada mobil patroli polisi yang kian mendekat ke arah mereka. "Naik!" perintahnya.

Aleena yang mendengar itu hanya diam sembari mencerna kata-kata Mikael. Tubuhnya bahkan masih tak bergeming dari tempatnya.

"Ck, Gue bilang naik! Lo mau kena razia polisi?!" tanya Mikael dengan menaikkan nada bicaranya. Respon Aleena yang lambat membuat lelaki itu semakin dongkol dibuatnya.

"Kenapa aku juga kena razia? Kan aku nggak ngapa-ngapain di sini?" tanya Aleena dengan polosnya.

"Liat seragam lo! Seragam yang lo pake itu sama kayak yang gue dan temen-temen gue pake waktu mau tawuran barusan! Dan lo masih punya pikiran kalau lo nggak kena juga, hah?" ucap Mikael mencoba menjelaskan semuanya. Gadis lamban di depannya sungguh membuat lelaki itu merasa kesal.

"Tapi kan.."

"Sekarang lo naik, atau gue tinggal?" potong Mikael begitu saja. Lelaki itu sudah berbaik hati mau membantu Aleena agar kabur dari sana. Namun gadis itu masih ingin menentang ucapannya.

Dengan gerakan ragu, akhirnya Aleena mau menuruti kata-kata Mikael. Apa yang lelaki itu katakan benar juga. Ia tak mau kena masalah hanya karena tak sengaja ada di tempat yang tak seharusnya ia lewati.

Motor Mikael langsung melaju pesat meninggalkan kawasan sepi di sana. Meninggalkan sang polisi yang sudah kehilangan jejak semua siswa yang hampir saja melakukan tawuran untuk ke sekian kalinya.

Aleena terus memegang erat bahu Mikael yang melajukan motornya di atas kecepatan rata-rata. Lelaki itu gila! Dia benar-benar sudah gila!

Aleena memang senang mengendarai motor sama seperti Mikael. Namun gadis itu tak pernah berani untuk menggunakan motornya dengan kecepatan segila Mikael. Ia masih sayang nyawa.

Sedangkan Mikael, sebuah senyum seringai telah terbit di bibirnya saat manik itu menoleh ke arah bahu kirinya. Lelaki itu merasakan cengkeraman erat karena ketakutan gadis di belakangnya.

"Takut?" tanya Mikael menoleh ke arah spion motor melihat ekspresi Aleena.

Gadis itu hanya diam seribu bahasa. Dan tak lama kemudian, kepalanya mulai mengangguk membenarkan.

Setelah melihat anggukan pelan dari Aleena, bukannya menurunkan lajunya, Mikael malah semakin menambah kecepatannya.

"Akhh!" Seketika itu juga terdengar suara pekikan dari arah belakang yang membuat Mikael tertawa.

"Udah aku bilang, aku takut El!" lontar Aleena memprotes kelakuan lelaki di depannya. Tangannya bahkan semakin mencengkeram erat bahu Mikael saking takutnya.

"Ya udah kalau takut tinggal peluk!" ujar Mikael dengan wajah menyebalkan. Sebuah senyuman nakal pun terbit menggoda sang gadis yang telah naik pitam.

"Gila, ya? Nggak maulah!" tolak Aleena mentah-mentah. Sungguh ia tak akan sudi untuk memeluk tubuh lelaki kejam dan tak berperikemanusiaan seperti Mikael. Sampai kapan pun.

"Udah gue bilang pegangan! Nanti kalau lo jatoh, gimana?" tanya Mikael sambil menaik turunkan alisnya. Senyum nakal itu muncul lagi. Dan,

Plak!

"Akh!" Mikael seketika memekik saat merasakan pukulan keras pada helm yang tengah dikenakannya. Untuk pertama kalinya, Mikael merasa dinistakan.

Mikael langsung menurunkan kecepatan motornya. Kepalanya menoleh ke arah sang gadis yang tengah mencebik di belakangnya. "Lo pukul gue?!"

"Ya habisnya kamu sih, kalau ngomong suka nggak diayak!" jawab Aleena marah. Gadis itu bahkan sempat melayangkan tangannya bersiap memukul Mikael untuk kedua kalinya.

Gerakan tangan Aleena membuat Mikael reflek menundukkan kepalanya. Tangannya pun ikut terangkat melindungi bagian kepalanya yang sudah tertutup sempurna oleh helm. 'Kenapa gue jadi takut sama dia?' batin Mikael setelah ia tersadar.

"Kenapa jadi galakan elo, Bangsat?!" tanya Mikael menaikkan nada bicaranya. Lelaki itu tak percaya jika refleknya benar-benar payah di depan Aleena.

"Kenapa jadi aku? Kamu duluan yang mulai!" bantah Aleena tak terima.

"Ck, berisik!" Satu kata terakhir yang Mikael lontarkan berhasil menjadi penutup dalam percakapan mereka.

Motor 250 CC itu kembali berjalan hening dalam kecepatan sedang. Mikael sudah enggan untuk mengerjai gadis kecil di belakangnya. Rasa jengkelnya masih terasa.

Tak lama kemudian, motor milik Mikael mulai memasuki sebuah kawasan perumahan elit yang tak lain adalah tempat tinggal Aleena. Sebuah tempat yang sebenarnya tak ingin lagi Mikael kunjungi karena penghinaan sang pria tua.

"Turun!" perintah Mikael saat motor itu baru saja berhenti di sebuah gerbang yang tertutup dengan rapatnya.

Tanpa mengucap satu patah kata pun, Aleena langsung turun dari motor Mikael. Merapikan baju serta rambutnya, lalu kembali menatap lelaki di hadapannya.

"Gue langsung balik!" ucap Mikael langsung memutar arah motornya. Lelaki itu melaju pesat meninggalkan Aleena yang bahkan belum sempat mengucapkan apa-apa.

"Makasih, ya!" teriak Aleena sambil melambaikan tangan. Gadis itu tak peduli lelaki itu dengar atau pun tidak, karena yang terpenting adalah ia sudah mengucapkan terimakasih untuknya.

Tubuh Aleena kini berbalik menatap sebuah gerbang yang menjulang tinggi di hadapannya.

Dan yah, ia harus menjadi Aleena yang sesungguhnya. Aleena yang kurang perhatian orang tua. Aleena yang selalu sendiri dan tak punya siapa-siapa.

Kepala gadis itu menunduk sambil mengambil napas dalam-dalam.

"Ayolah, Aleena! Kamu udah biasa kayak gini!" ucapnya memberi semangat pada diri sendiri. Satu tangannya bahkan telah terkepal di udara meyakinkan diri. Aleena masuk ke rumahnya dengan perasaan campur aduk karena hal yang terjadi sebelumnya.

Dan tanpa ia sadari, seseorang tengah mengintainya dari kejauhan. Sebuah senyum seringai pun tercetak jelas di bibirnya yang tebal.

"Tunggu kejutan dari gue!"