"Mikael!" Suara panggilan itu menggema ke seluruh ruangan di rumah besar milik keluarga Baskara. Di sana seorang wanita paruh baya sedang sibuk menyiapkan segala sesuatu untuk mereka bawa nantinya.
"Mikael! Cepat bangun, ini udah jam berapa!" teriak wanita itu lagi saat telinganya belum mendengar sedikit pun sahutan milik anaknya.
Menjadi seorang ibu dari Mikael Atha Dayyan memang cukup melelahkan. Sikapnya yang tak karu-karuan semakin membuat wanita itu harus banyak-banyak menyetok kesabaran.
Namun Karina sudah terbiasa dengan segala sikap dan tingkah laku "anak emasnya". Wanita paruh baya itu sangat menyayangi sang putra walaupun ia seorang berandalan di luar sana. Karina tak pernah mempermasalahkannya. Karena bagaimana pun juga, Mikael adalah seorang anak laki-laki yang butuh kebebasan untuk bergaul dan bersosialisasi.
Karina dan juga suaminya, Bagas, hanya memberikan nasehat setiap kali mereka berkumpul bersama. 'Jadi nakal boleh, tapi harus tetap tahu batasan' itu yang mereka katakan.
Mikael memang seorang ketua dari geng motor besar di ibukota. Namun karakternya yang beringas akan berubah menjadi manja jika berada di tengah-tengah keluarga.
Sama seperti sekarang, lelaki berparas tampan itu tengah tidur bergulung selimut tebal. Satu bantal ia gunakan untuk menutup rapat-rapat bagian telinganya karena teriakan sang bunda begitu memekakkan telinga.
"Mikael! Kamu masih belum bangun juga?! Nanti kita telat datang ke sana!"
"Argh!" lenguh Mikael untuk kesekian kalinya. Teriakan sang bunda benar-benar mengusik tidur sorenya.
Cklek!
Pintu kamar itu terbuka, mendatangkan seorang wanita yang sedari tadi berteriak dari luar sana.
"Ya ampun, Mikael! Bangun kamu!" ucap Karina langsung menjewer telinga Mikael yang tengah tertidur di depannya. Jeweran itu cukup keras hingga berhasil membangunkan Mikael dalam hitungan beberapa detik saja.
"Akh, akh! Bunda, sakit Bunda!" rengek Mikael seketika langsung melebarkan matanya. Keduanya tangannya kini tengah meronta-ronta minta dilepaskan jewerannya.
"Enak aja! Dari jam berapa Bunda minta kamu buat mandi, hah? Liat sekarang, udah jam berapa?!" ucap Karina malah makin mengeratkan jewerannya. Matanya sudah membola, bibirnya pun terkatup rapat saking marahnya.
"Aduh! Mikael mana tau kalau Bunda panggil Mikael dari tadi! Kan Mikael tidur!" jawab Mikael masih sempat-sempatnya membela diri di depan Karina. Lelaki itu tahu jelas kalau ia akan tetap salah di depan sang bunda, namun tetap saja.
"Masih berani jawab kamu, hah? Anak modelan kayak kamu ini harus di kerasin dulu baru mau nurut sama omongan orang tua!" Dan yah, Mikael sudah bisa menebaknya. Dijawab salah, diam pun akan tetap salah.
"Iya-iya maafin Mikael, Bunda! Sekarang lepasin dulu telinga, Mikael! Mau copot ini, Bunda!" jawab Mikael akhirnya mengalah. Terserah sang bunda akan mengomelinya tentang apa saja, Mikael tak lagi mau membantahnya. Karena untuk sekarang, menyelamatkan telinganya jauh lebih penting dari pada segalanya .
Setelah sekian lama betah menjewer telinga Mikael, akhirnya Karina mau melepaskannya. Wanita itu langsung berjalan mengambil handuk dan melemparkannya tepat mengenai wajah sang putra. "Cepat kamu mandi, dan pakai baju yang rapi! Bunda nggak mau tau, dalam waktu 15 menit kamu harus selesai siap-siap!"
Mikael yang masih menggosok-gosokkan tangan ke telinga, berusaha untuk meredam rasa sakitnya, kini harus mendapat lemparan handuk yang sungguh tepat mengenai wajahnya. Definisi sudah jatuh tertimpa tangga, memang.
Mikael langsung mengambil handuk itu dengan menggunakan satu tangannya. Ekspresi wajahnya pun terlihat begitu kesal.
Namun lelaki itu hanya diam. Ingatkan Mikael jika yang melakukan ini adalah ibunya. Ibu kandungnya.
"Kenapa masih diem? Cepat mandi!" teriak Karina semakin marah saat tak melihat sedikit pun pergerakan dari anaknya. "Gimana mau jadi pemimpin rumah tangga kalau kamu nya masih kayak gini, El?!" lanjutnya.
Mikael yang baru beranjak dari tempatnya spontan memutar bola matanya.
"Ya elah, Bunda! Mikael aja masih SMA! Masih lama buat jadi pemimpin rumah tangga!" celetuk Mikael sambil berjalan ke arah kamar mandi. Di bahunya pun sudah tersampir handuk yang dilempar Karina tadi.
"Ih, kata siapa! Orang sebentar lagi kamu mau Bunda jodohin kok!" jawab Karina langsung keluar dari kamar Mikael begitu saja. Ucapannya seolah hanya kata-kata tak bermakna.
Sedangkan Mikael yang masih bisa mendengar jawaban Karina dari dalam kamar mandi sontak diam. Lelaki itu masih mencerna kalimat yang terlontar dari bibir sang bunda.
"Dijodohin?" tanya Mikael pada dirinya sendiri. Apa maksud... sebentar!
Brakk!
"Apa? Dijodohin?!"
Mikael terkejut bukan main saat mendengar jawaban sang Bunda. Pintu kamar mandi pun ia buka dengan begitu kasar tanpa sadar sepenuhnya.
"Mampus gue!" gerutu langsung keluar dari kamar Mikael begitu saja. Satu tangannya spontan bergerak untuk mengacak-acak rambut cokelat miliknya.
"Argh!"
*
"Bunda! Kita balik aja, ya! Mikael kebelet pipis!" ucap lelaki itu melontarkan beribu alasannya. Mulutnya sedari tadi tak mau diam saat mobil yang ia kendarai bersama dengan sang ayah bunda melaju menuju ke rumah calon istrinya.
"Ish, kamu ini El! Nanti aja pipisnya! Tahan dulu!" omel Karina saat mendengar akal-akalan sang putra. Wanita itu tahu jelas jika Mikael hanya berpura-pura. Dan bagaimana pun juga, mereka akan sampai di rumah calon mempelai wanita sesuai dengan janjinya.
"Tapi Bun.."
"Mikael! Kamu jangan kayak anak kecil, dong! Ngerengek terus dari tadi, Ayah capek dengernya!" protes Bagas langsung memotong ucapan Mikael. Sungguh pria itu sudah jengah mendengar semua yang Mikael katakan untuk membatalkan perjodohan ini.
"Ayah kok gitu, sih! Emang ayah nggak sayang sama Mikael? Kenapa Ayah tega buat jodohin Mikael secepat ini? Apalagi sama cewek yang Mikael nggak kenal? Gimana kalau nanti dia bukan tipe El? Gimana kalau dia.."
"Hussttt! Udah! Ayah yakin kamu pasti suka sama dia! Percaya sama Ayah!" ucap Bagas saat mobil milik mereka sudah berhenti di sebuah rumah besar dengan pekarangan yang dipenuhi oleh bunga-bunga.
Sebuah rumah yang terpampang jelas di penglihatan mereka terlihat begitu tak asing di mata Mikael. 'Ini bukannya rumah Aleena?' batinnya.
"Ayo turun!" ajak Karina sambil merekah kan senyum pada mereka.
Bagas pun mengangguk sebagai jawabannya. Tangan mereka kini kompak memegang handle pintu mobil di sebelahnya.
Namun lagi-lagi ucapan Mikael berhasil menghentikan keduanya.
"Kalian mau jodohin Mikael sama Aleena?" pertanyaan itu tiba-tiba saja terlontar dari bibir Mikael.
Perasaannya berkecamuk saat mobil mereka baru saja tiba di perkarangan rumah seseorang yang begitu ia benci sekarang. Tempat di mana Mikael tak ingin masuki untuk kedua kalinya. Penghinaan itu masih terasa di benaknya. Dan amarah itu semakin besar dalam dirinya.
"Kalian udah saling kenal?" pertanyaan yang keluar dari bibir sang ayah berhasil membuat Mikael bungkam.
Apa bener?