"Mikael! Mikael!" teriakan itu terdengar begitu keras di rooftop sekolah mereka. Di sana, Rangga tengah berlari mencari sang ketua untuk bertanya suatu hal yang membuatnya sangat penasaran.
"Woi! Ngapain lo teriak-teriak?" tanya Radit saat Rangga baru sampai di basecamp mereka.
"Mikael mana?" ucap Rangga balik bertanya. Pandangan lelaki itu terus mengedar mencari sosok lelaki jangkung dengan tingkat ketampanan paling tinggi di antara mereka.
"Yee, bukannya jawab malah balik nanya!" jawab Radit dengan menekuk wajahnya. Lelaki itu terlihat sedikit kesal dengan ulah sang adik kelas yang sungguh menyebalkan padanya.
"Ada apa?" Sebuah suara yang tiba-tiba terdengar berhasil mengalihkan pandangan mereka. Semua pasang mata kini mengarah pada Mikael yang baru saja datang dari arah belakang Rangga.
"Lo nggak baca pesan gue?" tanya Rangga langsung pada intinya. Tatapannya begitu lekat pada sang ketua Antariksa.
Sebelumnya, tepat di saat Aleena mendapat perlakuan bullying dari Gisella, Rangga langsung mengirimkan pesan kepada bosnya. Meminta agar lelaki itu segera datang dan menyelamatkan Aleena.
Namun apa yang Rangga harapkan sungguh berada di luar ekspresinya. Bukannya Mikael yang datang sebagai seorang penyelamat bagi Aleena, namun Vino-lah yang berada di sana.
Mikael hanya diam sembari menatap lekat anak buahnya. Namun itu hanya bertahan beberapa saat saja, karena tepat setelahnya lelaki itu kembali menatap seperti biasa.
"Gue baca," jawab Mikael santai. Kakinya kini teranyun untuk duduk di salah satu kursi kosong di dekatnya. Ia pun mulai mengeluarkan sebatang rokok lalu memantik ujungnya.
"Terus, kenapa lo nggak dateng ke kelas gue?" tanya Rangga masih penasaran dengan jawabannya.
"Ya lo mikirlah! Apa hubungannya gue sama Aleena, coba?" tanya Mikael dengan perasaan sedikit geram pada Rangga. Apakah untuk hal sekecil itu pun Rangga tak bisa memikirkannya?
Mendengar itu pun Rangga hanya terkekeh sembari menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Bener juga, sih!"
Rangga pun akhirnya ikut duduk bersama dengan mereka. Menikmati sebatang rokok yang memang tersedia di tengah-tengah mereka.
"Tunggu-tunggu! Ada apa sebenernya? Pesan apa? Apa hubungannya sama Aleena?" tanya Genta dengan rasa penasaran tinggi pada mereka. Lelaki itu pun spontan mendekat ke arah Rangga meminta penjelasannya.
"Tau nih, kalian! Bikin kita penasaran aja!" celetuk Evan yang juga berada di sana. Ucapan lelaki itu bahkan disetujui oleh beberapa anggota lain yang memang tengah berada di rooftop bersama mereka.
Rangga hanya terkekeh sebelum menceritakan kejadian di kelasnya. "Kalian kenal Aleena?"
"Kenallah! Dia cewek yang waktu itu di cium sama Mikael, kan?" jawab Radit dengan frontalnya. Lelaki itu bahkan dengan berani mengacuhkan tatapan dingin dari Mikael yang ada di dekatnya.
Beberapa anggota yang ada di sana kicep dibuatnya. Mata mereka kompak melirik ke arah Mikael yang sudah menatap dengan mata elang andalannya.
"Ekhem, lanjut!" ucap Genta mencairkan suasana.
"Tadi Aleena dibully sama Gisella. Dia bilang kalau Aleena itu cewek kegatelan yang sengaja deketin Mikael. Dia juga bilang kalau Aleena cewek gembel yang nggak pantes buat ada di samping Mikael." ucap Rangga menceritakan awal mula pertengkaran Gisella yang menyulut amarah saja.
"Terus?" tanya Radit masih penasaran dengan kelanjutannya.
Jujur saja, pertanyaan yang Radit lontarkan sangat mewakilkan Mikael yang sedari tadi diam sambil mendengarkan. Lelaki itu ingin tahu kejadian itu selengkapnya.
"Terus Gisella langsung jambak rambut Aleena gitu aja. Dia nariknya kenceng banget sampai gue pun nggak bisa lepasin cekalannya. Gue bingung banget harus ngapain waktu itu, dan jadilah gue ngirim chat ke Mikael buat dateng ke kelas gue."
"Gila! Serem banget tuh cewek!" celetuk salah seorang anggota sembari geleng-geleng kepala.
"Ngeri gue!" sahut Genta sambil bergidik ngeri mendengar cerita dari Rangga.
"Di saat itu, gue pikir kalau Mikael bakalan dateng dan misahin mereka. Karena menurut gue mereka berantem juga gara-gara Mikael." ucap Genta menyambung kalimatnya. Namun untuk apa yang terjadi selanjutnya, lelaki itu sedikit ragu untuk mengatakannya. "Dan pada akhirnya yang gue pikirin itu salah, ternyata Vino-lah yang dateng buat tolongin Aleena. Dia juga ngancem Gisella buat jauh-jauh dari Aleena."
Mikael dibuat semakin membisu di tempatnya. Vino membelanya? Lelaki itu datang hanya untuk membela Aleena? Ada apa sebenarnya?
Sebuah seringai terbit di bibir Mikael. Lelaki itu mulai tertarik untuk masuk ke dalam permainan mereka. Mengusik kebahagiaan yang mungkin saja tengah terjalin di antara mereka.
Mikael seketika beranjak dari tempatnya. Kakinya terus berjalan untuk keluar dari rooftop meninggalkan seluruh teman-temannya.
"Bos, mau kemana?" tanya Radit saat matanya melihat punggung Mikael yang mulai menjauh. Dan tepat setelahnya, tubuh lelaki itu hilang di balik pintu rooftop sana.
Mikael berjalan dengan rasa tak sabaran. Lelaki itu ingin segera bertemu dengan gadis ajaib dari kelas XI IPA 2. Mencari tahu kira-kira hal apa yang bisa lelaki itu lakukan pada Aleena. Mikael ingin main-main dengannya.
Di saat kaki Mikael melangkah melewati kantin, lelaki itu tak sengaja melihat gadis yang tengah ia cari sekarang. Namun kali ini Aleena tak sendirian. Di sampingnya, Vino telah duduk manis sambil memandang wajah cantik Aleena.
Sebuah ide muncul di kepala Mikael. Tangan lelaki itu melambai memanggil seorang siswa untuk meminta bantuannya.
"Iya, ada apa Kak?" tanya siswa itu sopan.
"Bilang ke Vino, kalau dia ditunggu Pak Narto di ruang guru sekarang!" ucap Mikael dengan nada memerintahnya.
Siswa itu pun langsung mengangguk mengiyakan. Langkahnya mengayun untuk menjalankan perintah Mikael sekarang.
Mata elang Mikael kini mulai menyipit saat senyuman terbit di bibirnya. Rencananya berhasil. Vino telah meninggalkan Aleena sendirian. Dan ini saatnya ia datang untuk bermain-main dengan gadis ajaib di sana.
Hanya butuh beberapa langkah untuk Mikael bisa duduk tepat di samping Aleena. Lelaki itu langsung memeluk pinggang Aleena dengan agresif tanpa persetujuan sang gadis di sampingnya.
"Ish! Kamu apa-apaan sih?!" hardik Aleena langsung mendorong tubuh Mikael menjauh darinya. Tatapannya berubah tajam ketika melihat Mikael sudah berada di sebelahnya.
"Apa salahnya kalau gue pengen peluk pacar gue sendiri?" tanya Mikael sambil menaik turunkan alisnya. Nada bicaranya pun terdengar begitu menyebalkan.
Lagi-lagi itulah yang Mikael bahas dengan Aleena. Tentang ketidaksengajaan Aleena mengakui Mikael sebagai kekasih di depan kedua orang tuanya.
"Jangan bahas itu bisa, nggak? Kita tuh nggak pernah pacaran, El!" jawab Aleena menentang pertanyaan Mikael. Pertanyaan yang mampu mendorong gadis itu untuk mendapatkan pembullyan yang jauh lebih parah ketimbang sebelumnya.
"Ayolah, gue tau kok kalau lo termasuk satu dari ratusan cewek yang pengen jadi pacar gue!" ucap Mikael dengan tingkat kepercayaan diri yang terlampau tinggi di depan Aleena. Tangan lelaki itu bahkan telah bergerak untuk menyunggar rambut dengan sedikit rasa bangga di benaknya.
Aleena dibuat melongo di depannya. Tatapan gadis itu kini masih belum teralihkan dari wajah narsisme kakak kelasnya. "Waktu Tuhan bagi-bagi tingkat kepd-an, kamu ngambilnya kebanyakan, ya?"
Raut muka Mikael seketika berubah. Tak ada lagi senyum kebanggaan yang ia sungging tinggi di wajahnya yang tampan.
Brakk!
Dalam sekali gerakan, Mikael berhasil mengunci pergerakan Aleena. Tangan lelaki itu kini tengah berada di samping tubuh Aleena sehingga gadis itu tak bisa kemana-mana.
Jarak di antara mereka yang hanya terpaut beberapa centi membuat wajah Aleena kian memanas. Ditambah lagi dengan degup jantung sialan yang terdengar kencang.
"Gue nggak pernah ngomong sepanjang ini sebelumnya, Aleena! Jadi dengerin baik-baik!" ucap Mikael semakin mengikis jarak di antara mereka.
"Kalau gue udah klaim lo sebagai milik gue, sampai kapan pun lo bakal tetep jadi milik gue! Sekalipun lo nolak dengan seribu cara apapun, gue nggak bakal lepasin lo gitu aja!"