"Kalau gue udah bilang lo cewek gue, itu artinya lo nggak punya hak buat nentang ucapan gue!" ucap Mikael memperingatkan. Gadis itu terlalu berani untuk mempermalukan dirinya di depan Vino. Sungguh Mikael tak akan pernah memaafkannya.
"Ish, apaan sih! Emangnya kamu siapa?" desis Aleena tajam. Pergelangan tangan yang sebelumnya tengah dicengkeram erat oleh Mikael kini telah ia hempaskan kasar. "Kita nggak pernah kenal sebelumnya, kita juga nggak pernah ada hubungan apa-apa! Jadi stop buat klaim kalau aku milik kamu, El!"
Rentetan jawaban pedas yang Aleena lontarkan semakin membuat lelaki itu geram. Mikael sungguh dipermainkan. Rupanya, hanya dengan memberi Aleena sebuah peringatan masih tak mampu membuat gadis itu tunduk di hadapannya.
"Lo nggak akan bisa lepas dari tangan gue, Aleena!" ucap Mikael penuh peringatan. Selanjutnya lelaki itu langsung beranjak meninggalkan dua orang yang masih diam di tempatnya.
Sepi. Itulah kondisi di ruangan UKS maupun di depan ruangan itu sekarang. Kepergian Mikael jelas membuat para penggemarnya ikutan pergi untuk mengikuti langkahnya.
Kriiiing!
Bunyi bel yang berdering dengan kencang kembali membuyarkan lamunan Aleena dan juga Vino di sana. Lelaki yang sedari menatap punggung Mikael itu mengubah arah pandangnya pada Aleena. Sebuah senyum tipis terbit di bibirnya.
"Akhirnya kita bisa bicara berdua," ucap Vino sambil menarik sebuah bangku untuk duduk di samping brankar.
Dan yah, Aleena kembali terjebak sekarang. Baru saja ia lolos dari buasnya singa jantan, kini ia harus dihadapkan oleh pertanyaan yang membuat posisinya tak nyaman.
"A- ada apa, Kak?" tanya Aleena dengan terbata-bata. Gadis itu tak memiliki sedikit pun keberanian untuk menatap mata lelaki di hadapannya. Ia terlalu malu dengan keputusan yang telah di ambil sang ayah terhadap masa depannya.
"Kenapa, Aleen? Kenapa kamu tolak perjodohan kita? Apa yang kurang dari aku, Aleena?" tanya Vino mengungkapkan segudang pertanyaan yang ada di otaknya. Keadaan di antara mereka terlalu sulit untuk ia pahami apa maksudnya.
Aleena semakin gelagapan di tempatnya. Pertanyaan yang selama ini ia hindari pada akhirnya datang juga. Dan sekarang, ia harus jawab apa.
"Ma- maaf Kak! Tapi aku nggak punya maksud sedikit pun buat nolak Kak Vino," jawab Aleena jujur. Kepalanya masih setia tertunduk dalam.
"Terus kenapa perjodohan kita bisa batal, hm? Kamu nggak suka sama aku? Atau jangan-jangan ada cowok lain yang kamu suka?" Tanya Vino masih penasaran. Pertanyaan yang ia berikan pun semakin membuat Aleena merasa dipojokkan.
"Nggak ada, Kak! Beneran, aku nggak bohong!" jawab Aleena cepat. Kepalanya pun spontan mendongak takut Vino akan salah paham.
"Mungkin emang belum saatnya buat kita bisa jalanin hubungan sejauh itu, Kak! Maafin aku," lanjut Aleena dengan nada penuh penyesalan di setiap kalimatnya.
Terdengar helaan napas panjang dari Vino saat Aleena selesai mengucapkan kalimatnya. Sakit, memang. Namun bagaimana lagi. Mungkin untuk sekarang, ini memang belum saatnya.
Sebuah senyum simpul mulai terbit di bibir Vino. Lelaki itu menatap Aleena dengan tatapan yang teduh. Sangat teduh, hingga gadis itu kembali jatuh ke dalam pesonanya.
"Ok kalau gitu, aku bisa paham." Vino beranjak dari tempatnya. Tanpa sepatah kata lagi, lelaki itu langsung pergi meninggalkan sang gadis sendirian.
"Maaf,"
*
Setelah 30 menit berada di ruang kesehatan, akhirnya Aleena memutuskan untuk kembali ke kelas. Aleena berjalan sendirian. Walaupun sudah terhitung satu minggu ia berada di sekolah barunya, gadis itu hanya memiliki satu teman. Dialah Rangga. Dan entah kemana perginya lelaki itu sekarang.
Koridor sekolah kini sangatlah sepi karena jam pelajaran masih berlangsung. Hanya ada satu dua murid yang tak sengaja berpapasan dengan Aleena di sana. Namun anehnya, tatapan mereka sangatlah berbeda. Tatapan yang membuat Aleena tak nyaman bahkan membuat gadis itu sempat menaruh curiga.
Untung saja, ruang kelas XI IPA 2 hanya berjarak 2 meter dari penglihatannya. Aleena langsung masuk ke dalam kelas tanpa mengetuk atau pun memberi salam. Untuk apa? Toh juga tak ada orang yang mempedulikannya. Tak ada guru yang tengah mengajar pula.
Ruang kelas yang sebelumnya begitu ramai seketika hening saat Aleena melangkahkan kakinya masuk. Tatapan semua orang kini memandang gadis itu dengan cara yang berbeda-beda.
"Cih, nggak punya sopan santun banget sih lo! Kalau masuk kelas tuh ketok pintu dulu!" celetuk seorang siswi dengan suara yang cukup keras. Pandangannya pun terlihat begitu jijik pada wajah Aleena yang terlampau datar.
"Rumah lo?" Hanya itu kata yang terlontar dari bibir Aleena sebagai sahutan. Jujur saja, saat ini ia begitu malas untuk berdebat. Sudah cukup dengan rasa pusing yang saat ini ia rasakan, itu sudah cukup untuk menyiksanya.
Brakk!
"Sialan banget lo jadi cewek!" teriak Gisella sembari menggebrak meja. Gadis itu sekarang sudah berdiri sembari menatap garang ke arah Aleena. Menatap lekat-lekat pada gadis yang terus berjalan untuk duduk di bangkunya.
"Lo jadi murid baru jangan sok kecakepan, deh! Jijik banget gue liatnya!" komentar Gisella meluapkan emosinya.
Seluruh pasang mata yang ada di XI IPA 2 kini hanya tertuju pada keduanya, tak terkecuali Rangga. Lelaki yang masih memainkan video game di ponselnya itu bahkan rela mengangkat kepalanya itu melihat seberapa panas perselisihan di antara mereka.
"Heh, anak baru! Punya telinga, nggak?!"
"Kalau nggak suka nggak usah ngajak ngobrol," Aleena yang sedari tadi diam mulai bersuara. Gadis itu kini mengalihkan pandangan menatap Gisella dengan tatapan malasnya. "Bisa, kan?"
"Anjing!" umpat Gisella langsung beranjak dari tempat duduknya. Gadis itu langsung menghampiri Aleena dengan kedua tangan yang mengepal erat saking marahnya.
Saat gadis itu sampai di samping tubuh Aleena, gadis itu langsung menjambaknya. Menyalurkan amarah yang telah ia pendam sedari tadi akibat ulah Aleena.
Sontak saja Aleena terpekik kesakitan di sana. Gadis itu terus meronta-ronta meminta untuk dilepaskan oleh Gisella. Bukan karena Aleena tak mampu untuk melawannya. Namun karena gadis itu mencoba untuk mengasihani Gisella agar ia tak sampai menghajar gadis menjengkelkan di depannya.
"Anjir, lepasin kali!" ucap Rangga seketika kalang kabut di sana. Lelaki itu telah menarik tubuh Gisella agar menjauh dari Aleena. Namun nihil. Usahanya tak berbuah apa-apa.
"Jangan ikut campur lo!" Itulah jawaban yang Rangga dapatkan saat mencoba melerai mereka.
Dan saat itulah, Rangga mencoba memutar otaknya. Mencari cara jitu agar Aleena selamat dari Mak lampir seperti Gisella.
Dan entah mendapat pikiran dari mana, lelaki itu membuka ponselnya. Mengetikkan pesan pada seseorang di seberang sana.
"Lo tuh jangan kegatelan jadi cewek!" ucap Gisella langsung mendorong tubuh Aleena hingga ia tersungkur dengan begitu mengenaskan.
"Kak Mikael tuh terlalu sempurna buat cewek gembel nggak tau diri kayak lo! Ngaca dong!" ucap Gisella terus menghina Aleena.
"Apa hubungannya sama dia?" tanya Aleena saat gadis itu bangkit dari posisinya.
"Karena dia..."
"Dia siapa?" Tatapan semua orang kini tertuju ke arah ambang pintu kelas di sana. Ada yang menatap kagum, ada pula yang tak percaya.
"Kak Vino?"