Sebuah senyum terus terbit di bibir sang pria. Matanya masih setia memandang pada ponsel yang ia pegang membaca pesan teks yang baru saja ia terima.
'Baiklah, saya menyetujui usulan anda. Saya akan atur pertemuan kedua keluarga kita secepatnya.' Dua kalimat yang terkirim di nomor ponselnya sungguh membuat pria itu tak berhenti mengucapkan kalimat syukur. Ini adalah anugerah yang telah Tuhan persiapkan untuknya. Oh bukan, lebih tepatnya pada anak gadisnya.
Persetujuan dari pihak keluarga mempelai pria telah ia dapatkan. Dan itu artinya sang putri akan segera ia nikahkan.
Kebahagiaan terpancar dengan begitu jelas di wajahnya. Bisnisnya akan selamat. Tak akan ada kebangkrutan yang datang. Dan ia akan tetap menjalankan hidup normal.
Pasangan terbaik menurut versinya telah Surya persiapkan. Dan kini tinggal memberitahukan kabar baik ini pada semua orang.
Langkah pria itu mengayun cepat untuk keluar dari perusahaan. Pria itu masuk ke dalam mobil dan segera pulang.
Rumah adalah tujuan utamanya sekarang. Pria itu begitu tak sabar ingin menyampaikan "kabar gembira" itu pada putrinya.
*
"Kenapa kamu di sini?" tanya Aleena saat gadis itu baru sadar dari pingsannya. Tangan mungil itu masih memegangi kepala yang amat pusing rasanya.
Mikael yang ditanya hanya diam. Tak ada niatan sedikit pun untuk lelaki itu menyahuti pertanyaan bodoh yang Aleena lontarkan.
Namun saat melihat pergerakan Aleena yang ingin bangun, dengan spontan Mikael membantunya. Entah apa yang merasuki lelaki itu kali ini, hingga berbuat baik kepada sesama.
Aleena yang mendapat bantuan secara tiba-tiba merasa sedikit salah tingkah karena sikapnya. Bukannya gadis itu merasa bangga karena mendapat perhatian dari murid terkenal di sekolahnya, namun gadis itu bingung karena tak tahu cara menanggapinya.
"Makan!" pinta Mikael sembari menyodorkan sekantung plastik besar pada Aleena. Wajahnya pun tidak sedang memandang ke arah sang gadis hingga membuatnya kebingungan.
Aleena menatap Mikael dengan begitu lekat. Arah pandangnya kini mengarah pada kantung plastik itu berpikir tentang apa yang telah Mikael berikan.
Aleena hanya memandanginya. Tangannya masih enggan untuk menerima.
Gadis itu kini kembali menatap ke arah Mikael. Dan yah, lelaki itu masih dalam posisi yang sama. Tangan yang menyodorkan plastik besar, namun wajahnya berpaling seolah enggan.
Mikael yang merasa tak ada tanggapan mulai melirik ke arah Aleena.
"Ck, gue bilang makan!" titah Mikael langsung menaikkan nada bicaranya. Keningnya mengerut kesal karena merasa diabaikan.
Mendengar perintah Mikael, Aleena jelas tak berani menolak. Ia mengambil pemberian Mikael dan membukanya.
Mata Aleena seketika membulat saat melihat begitu banyak makanan ada di dalam sana. Tiga bungkus ayam geprek, tiga bungkus nasi padang, tiga botol air mineral, beberapa yogurt, susu, dan juga makanan ringan lainnya.
"Ini semua, buat aku?" tanya Aleena masih tak yakin dengan apa yang ia lihat. Tatapannya terfokuskan pada sang lelaki yang selalu menampilkan ekspresi wajahnya yang datar.
Mikael hanya mengangguk sebagai jawaban. Kemudian dagunya bergerak naik seolah memberikan isyarat pada Aleena agar ia segera makan.
"Tapi buat apa? Ini banyak banget tau, aku nggak mau!" ucap Aleena memprotes. Gadis itu menyodorkan kantung plastik pemberian Mikael kembali pada pemiliknya. Kepalanya menggeleng keras menolak apa yang telah ia pegang sebelumnya.
"Gue nggak suka penolakan." Satu kata yang paten telah Mikael lontarkan. Dengan tatapan yang tajam, Aleena berhasil ia buat bungkam.
Gadis itu menunduk ketakutan. Jika ia tidak mau menerima, singa jantan itu akan memangsanya. Namun jika ia terima, malapetaka akan datang menghampirinya.
Dengan raut wajah ketakutan, Aleena mulai memberanikan diri untuk menoleh ke arah jendela. Apa yang Aleena lihat sungguh membuat nyali gadis itu menciut seketika. Riuh sudah terjadi di sana.
Begitu banyak siswa tengah menonton mereka. Menyaksikan setiap adegan yang dilakukan Mikael kepadanya.
Sorot mata mereka sungguh berbeda-beda. Ada yang tersenyum dengan lebar karena melihat iblis SMA Garuda masih memiliki hati nurani, ada juga yang menyiratkan tatapan benci.
Sungguh Aleena bingung, gadis itu tak ingin dicaci maki.
Mikael yang sadar akan gerak-gerik Aleena mulai memutar arah pandangnya. Kening lelaki itu kembali mengerut saking tak sukanya. Rame banget, batinnya.
Namun raut wajah tak suka dari Mikael tiba-tiba saja hilang tergantikan dengan sebuah senyum seringai di bibirnya. Ini adalah kesempatan besar.
Tangan lelaki itu bergerak untuk mengusap pucuk rambut Aleena. Senyum manis telah mengembang di bibirnya. Adegan dimulai.
"Jangan sakit," ucap Mikael dengan sorot mata yang begitu tulus pada Aleena. Senyum kecil yang begitu langka pun telah menghiasi bibirnya.
Berulang kali Aleena mengerjapkan matanya. Apakah ini nyata?
Detak jantung Aleena sudah melebihi kecepatan rata-rata. Sungguh tubuhnya bergetar kala mendapat perlakuan manis dari seorang terkenal akan keberingasannya.
"Jangan sampai telat makan! Masa gitu aja harus diingetin, sih?" tanya Mikael sembari menarik tangannya dari pucuk kepala Aleena. Ekspresi wajah Mikael saat ini begitu berbeda. Lelaki itu terlihat begitu mengkhawatirkannya. Terlihat begitu khawatir hingga lagi-lagi jantung Aleena dibuat semakin tak karuan detakannya.
"Lo sadar nggak sih, kalau fisik lo tuh lemah. Lo nggak sekuat yang lo bayangin, Aleena!" ucap Mikael menyambung kalimatnya. Senyum tipis kini tersungging di bibirnya. Tampan. Itu membuatnya terlihat semakin tampan.
"I- iya aku tahu. Maaf," hanya itu kata yang mampu Aleena lontarkan. Sumpah demi apapun, gadis itu begitu gugup sekarang.
Tangan kekar lelaki itu kembali terangkat untuk mengelus pipi gembul Aleena. Sungguh indah perlakuan Mikael hingga Aleena benar-benar terbuai karenanya.
Namun apa yang terjadi di dalam ruang UKS nyatanya tak seindah dengan apa yang ada di luar ruangannya. Sorakan demi sorakan mulai mereka lontarkan. Semua siswa yang sedari tadi melihat mereka dibuat tak terima.
Mikael hanya milik mereka. Tak ada satu orang pun yang pantas bersanding di sisi sang idola selain diri mereka.
"Cewek sialan!"
"Gatel banget sih jadi cewek! Pasti sengaja pingsan deh biar ditolongin Kak Mika!"
"Caper banget, Mbak!"
"Jijik banget gue lihat yang kayak beginian!"
Teriakan demi teriakan mulai terdengar hingga dalam ruangan. Aleena yang sedari tadi tengah terbuai disadarkan kembali oleh kenyataan.
Gadis itu kembali menarik wajahnya dari sentuhan tangan Mikael. Kepalanya pun kini telah tertunduk dalam seolah tak ingin ada masalah yang menimpanya.
Senyum seringai kembali muncul di bibir Mikael. 'Apa yang lagi lo pikirin sekarang, Aleena?' batin Mikael sembari tertawa jahat dalam hatinya.
Mikael sadar betul bagaimana dampak yang akan Aleena terima jika ia melakukan ini padanya. Bullying. Itu pasti jawabannya.
Namun lelaki itu tak peduli. Sama sekali tak peduli. Karena inilah permainannya.
'Gue bakal bales penghinaan keluarga lo waktu itu, tanpa ngotorin tangan gue sendiri!'