Tripod siap. Kamera siap. Tampang juga siap.
Mulai.
Senin, 29 Februari 2028
03:40 p.m.
"Haii, kembali lagi dengan Arina Rahmawati di video dokumenter kedua ini." Arina berhenti sejenak, merasakan sesuatu yang aneh dengan nada bicaranya. Kenapa dirinya malah seperti pembawa acara. Ah, masa bodohlah.
Arina membenarkan posisi duduknya di sofa ruang tamunya lalu kembali berbicara di depan kamera. "Kalian tahu, yang kemarin terjadi itu bukan mimpi. Orang-orang masih tetap hilang. Ibuku, ayahku, dan kakak adikku semuanya tetap nggak kembali. Of course, mereka juga ikut hilang seperti orang-orang. Iya kan, Brownie?"
Brownie tidak bersuara. Arina menoleh. Ternyata anak ayam itu sudah tertidur setelah makan banyak.
Arina menghela napas panjang. Dia sedih. Ia rindu keluarganya. Ia rindu orang-orang. Ia rindu segalanya. Tapi wajah sedihnya langsung tergantikan dengan senyum yang mengembang ketika mengingat sesuatu.
"Tapi syukurnya, tadi siang, sewaktu aku cari orang-orang, aku ketemu sama seseorang. Namanya Biru. Panjangnya Biru Samudra. Aku panggil dia Blue. Tapi dia lagi mandi. Coba kalian kenalan dulu dengan peliharaannya. Namanya Thor." Arina mengarahkan tripod yang terdapat kamera di atasnya ke Thor.
Thor sedang makan bayam dan wortel. Tidak terusik dengan kegiatan Arina. Dia sudah habis 10 wortel dan 2 ikat bayam. Tadi Arina ambil wortel dan bayam itu di warung sebelah. Mencuri? Tidak. Hanya ngutang dulu.
"Kalian pasti kaget saat lihat Thor. Percaya atau tidak, dia bener-bener raptor. Raptor yang ada di Jurassic ituloh. Bedanya dia herbivora. Aneh kan?" Arina kembali mengarahkan tripodnya ke dirinya lagi.
"Lebih anehnya lagi, alien tiba-tiba datang ke bumi. Aku lihat pesawat mereka. Aku juga yakin kalau mereka juga yang culik orang-orang. Dan horornya, mereka udah ngehancurin tiga kota di Indonesia. Dan Jogja adalah sasaran penghancuran selanjutnya. Maka dari itu, setelah ini, aku dan Blue bakal cari dua orang yang masih hidup di Jogja. Tim Tasik mengirim pesan kalau mereka bakal jemput kita Rabu pagi di Balaikota. Tapi sekarang kita ada di rumahku buat siap-siap dan istirahat sebentar dulu," lanjutnya.
"Nah, itu Blue!" Arina berseru saat melihat Biru keluar dari kamar mandi.
Arina speechless. Napasnya tertahan. Ia terpesona beberapa saat. Rambut Biru basah dan sedikit berantakan. Wajahnya lebih cerah dan bersih. Kenapa Biru jadi sangat tampan? Apalagi ketika ia menoleh ke arahnya dan tersenyum. Tidak hanya menahan napas, Arina juga harus menahan detak jantungnya. Ehh, tidak bisa sih.
"Hai." Biru sudah duduk di samping Arina dan menghadap ke kamera. Wanginya maskulin. Arina memang menyuruh Biru memakai parfum kakak laki-lakinya. Hasilnya ... itu benar-benar menambah aura ketampanannya. Astaga. Arina ngomong apa sih sedari tadi?
"Blue, coba perkenalkan diri," kata Arina. Rasanya dia benar-benar seperti pembawa acara sekarang. Menggelikan sekali.
"Oke. Hai, namaku Samudra Biru. Arina panggil aku Blue. Kalian juga boleh panggil aku Blue. Oh iya, gimana kabar kalian?"
Arina mengernyitkan dahi karena ucapan Biru barusan. "Ini video dokumenter, Blue, bukan video call."
Biru langsung tertawa.
"Iya-iya. Canda, Na," ucapnya sembari menepuk pelan kepala Arina dua kali.
Suasana jadi hening. Biru diam. Arina sendiri tidak melanjutkan video-nya, walaupun kameranya masih merekam. Ia sedang memikirkan sesuatu.
"Ayo berangkat, Na," ajak Biru tiba-tiba.
"Sekarang?"
"Besok kalau Jogja udah dibombardir. Ya sekarang lah, Na."
Arina nyengir lalu kembali menghadap kamera.
"Yaudah. Mungkin segini aja untuk video dokumenter alias video diary kali ini. Kita lanjutkan besok kalau ada kesempatan. Daaah...." Arina melambaikan tangannya, Biru di sampingnya mengikuti. Setelah itu Arina memencet tombol berhenti.
Rekaman selesai.