~~ Sudut Pandang Kuruna ~~
Cahaya matahari sore menembus dari jendela kelas ku, para siswa maupun siswi bergegas untuk pulang dan mengistirahatkan tubuh mereka untuk esok hari.
Tapi tidak untuk anak itu.
Katsuragi Arata, dia terlihat sangat tenang pada jam pulang seperti ini, rambut hitam cerahnya itu terlihat begitu indah saat terkena sinar mentari sore.
jika mengingat kejadian tadi siang tanpa kusadari aku tersenyum sendiri saat memandang nya dari belakang.
Meskipun dari belakang aku tidak dapat melihat wajahnya secara langsung, tapi mungkin saat ini dia sedang berpikir berbagai macam hal. Aku tidak tahu apa penyebab dia menjadi anak pendiam, tapi sifatnya yang berubah - ubah itu aku menyukainya.
Eh!? Maksud ku bukan menyukainya yang menjerumuskan tentang hal itu, aku menyukainya karena...
Ah~ tidak... aku mengatakannya sekali lagi... Aku malu pada diriku sendiri.
" Kurugaya - san, pulang bareng yuk. "
Saat aku sedang melamun yang tidak jelas tentang Arata-kun, Natsumi teman sekelas ku menyadarkan ku dari lamunan ku itu.
Terimakasih Natsumi-san
" Ah maaf, hari ini aku tidak bisa. "
Aku pun menolak ajakannya hari ini, soalnya orang 'itu' sudah pulang dari pekerjaan luar kota nya, jadi aku harap Natsumi-san mengerti meskipun aku tidak mengatakan hal yang sebenarnya.
" Baiklah, kapan - kapan kita pulang bareng lagi ya, aku duluan. "
" Ya... sampai jumpa Natsumi-san "
Setelah melambaikan tangannya dan menghilang dari balik pintu belakang kelas, murid laki - laki yang ada di depan ku ini pun berdiri setelah diam beberapa saat.
Namun entah kenapa aku langsung menarik blazer hitam nya itu, seperti tidak ingin membiarkannya untuk pergi dari sini. Menyadari perbuatan anehku ini aku langsung terkejut bukan main, dan juga malu disaat yang bersamaan.
Akhirnya sebuah pertanyaan muncul di kepalaku, kenapa aku mencegahnya untuk pergi!?
Arata-kun langsung bertanya kepadaku tentang sedang apa yang kulakukan saat ini. Dia terlihat begitu risih dengan apa yang kuperbuat kepadanya.
" Sekarang apalagi Kurugaya-san?. "
Dia tidak menoleh kemari, tapi dia bertanya dengan nada bicaranya yang dingin sama seperti biasa. Aku tidak tahu yang harus aku lakukan untuk melerusukan semua ini.
Dan sepertinya aku membuatnya marah. Aku harus memberikan sebuah alasan yang tepat agar Arata-kun tidak berpikiran yang aneh terhadapku.
Cepatlah berpikir Kuruna...
" Etto... aku hanya ingin melihat wajah mu saja, apa itu tidak boleh?. "
" Memangnya ada apa di wajah ku?. "
Tamatlah riwayat ku, mungkin Arata-kun akan menganggap ku aneh mulai hari ini. Apa yang harus aku lakukan...
Tapi jika aku berhenti disini maka itu akan jadi terlihat lebih aneh lagi. Kalau begitu berikan yang terbaik Kuruna!.
" Entahlah... aku juga tidak tahu, entah kenapa aku hanya ingin melihat nya saja. "
Ya, itulah yang terucap dari mulutku. Apa mungkin itu kemampuan terbaik ku?
Ah… Habis sudah.
" Kurugaya-san, sehabis pulang sekolah ini aku ada urusan penting dirumah, jadi bisakah kau lepaskan genggaman mu itu?. "
Aku pun tersadar bahwa saat ini rupanya aku masih menarik blazer hitamnya. Dengan segera aku pun melepaskan genggamanku dan akhirnya dia pun pergi melangkahkan kaki nya menuju keluar kelas meninggalkan ku sendirian tanpa berkata sepatah kata pun.
" Ah... maafkan aku."
Ucapan maafku mungkin tidak terdengar olehnya. Tapi...
Dia punya urusan penting dirumah? Memangnya ada apa dirumahnya? Aku semakin penasaran dengannya, mungkin lain kali aku bisa membuntuti nya saat pulang sekolah.
Tidak!.
Itu tidak boleh Kuruna! Dia malah akan menganggap mu semakin aneh dan saat dia mengetahui kalau dia sedang dibuntuti maka aku tidak bisa menunjukkan wajah ku lagi kepadanya.
Ah... Aku benar-benar sangat aneh.
Tanpa aku sadari sudah hampir larut malam, aku harus bergegas pulang. Entah kenapa aku jadi aneh setelah mengenal anak laki-laki yang bernama Katsuragi Arata itu.
Aku jadi ingin mengenalnya lebih dalam lagi. Mungkin akan jadi sedikit menyenangkan kalau aku tahu tentang dirinya.
" Aku pulang.. " Itulah yang aku ucapkan setelah masuk ke dalam rumah, namun tidak ada jawaban sama sekali setelahnya. Tapi saat aku mulai menyusuri kedalam rumah aku malah mendengar suara pertengkaran yang berasal dari ruang tamu.
" Kenapa kau ini!!. "
" Hei bukankah kita sudah sepakat untuk tidak memasak makanan ini!! Kenapa kau selalu saja membuatku repot!!. "
" Apa!? Repot? Sejak kapan aku membuat mu repot hah!! Kau itu yang harusnya bersyukur karena aku sudah baik hati membuatkan makanan untuk mu!! Dasar laki - laki yang tidak mempunyai rasa terima kasih!!. "
" Apa!!. "
*Plak*
Suara itu terdengar saat aku hampir masuk kedalam ruang tamu, lalu aku pun berdiri di balik dinding ruang tamu dan hanya bisa mendengar pertengkaran mereka dari sana.
Mereka selalu bertengkar jika mereka bertemu, setiap hari mereka terus seperti ini selalu saja ada alasan untuk mereka bertengkar meskipun itu masalah kecil atau hal yang sepele seperti lauk makan yang tidak enak atau ada barang rumah yang rusak, mereka benar-benar tidak mempedulikan keadaan sekitar pada saat mereka sedang bertengkar.
Ya, ini sudah terbiasa terjadi di keluarga ku.
Aku pun memberanikan diriku untuk muncul dan menyapa mereka berdua dengan berharap pertengkaran yang tidak penting itu selesai. Terlebih lagi ayahku yang baru saja pulang dari pekerjaan luar kotanya itu.
" Ayah... ibu... Aku pulang... "
Itulah yang aku katakan di hadapan mereka berdua, tapi saat mereka menyadari keberadaan ku kemarahan mereka semakin menjadi-jadi. Terutama ayahku, dia melihat ku dengan wajah kesalnya disertai matanya yang tajam itu hingga membuatku gemetar ketakutan saat melihatnya.
" Kuruna!! Apakah kau tidak melihat ayah dan ibu mu ini sedang sibuk!! Pergi ke kamar sana!!. " Dia mengusirku dengan menunjuk ke arah atas, mengisyaratkan untuk pergi ke kamar.
" Ba-baik ayah... maaf kalau aku mengganggu kalian berdua... "
" Cepat pergi!!. "
Aku pun pergi dari ruang tamu meninggalkan mereka berdua, melihat mereka yang terus bertengkar setiap kali bertemu sudah membuatku merasa sakit didada.
Aku sudah muak dengan ini semua.
Dengan cepat aku bergegas memasang kedua sepatu ku lalu pergi keluar rumah dan mengabaikan perintah ayahku. Aku tidak peduli lagi kepada mereka berdua... bertengkar terus saja sana.
~~ Sudut Pandang Arata ~~
Malam ini aku akhirnya mencapai suatu prestasi yang cukup besar.
Ya...
Itu adalah bekerja paruh waktu setelah pulang sekolah.
Seharusnya saat ini aku sedang menyelimuti diriku dengan selimut tebal dan menonton TV dirumah.
Tapi karena Shiori yang mengancamku terus, akhirnya aku mencari pekerjaan yang bisa kukerjakan. Contohnya menjadi pelayan di sebuah restoran keluarga.
Setidaknya itu yang bisa kulakukan.
Aku harap tidak ada yang lebih buruk dari ini semua, tapi... entah takdir yang tidak memihakku atau apa, saat ini terjadi lah bencana besar.
Aku dikejutkan oleh seseorang yang tidak ingin aku lihat di hari pertama ku bekerja.
Kurugaya Kuruna, dia datang ke tempat aku bekerja paruh waktu. Kenapa dengan waktu yang pas ini, atau dia tahu kalau aku sedang bekerja disini!?.
Tidak mungkin, baru beberapa jam aku dipekerjakan di tempat ini jadi hal seperti itu tidak mungkin, atau jangan-jangan... mungkin dia sedang membuntuti ku?.
Be-benarkah?.
Saat aku melihatnya berjalan menuju ke salah satu meja kosong yang tersedia, terlihat raut wajahnya yang begitu sedih dan kacau, entah kenapa saat melihat nya sekarang dada ku terasa sesak, apa dia punya masalah?.
Tidak...
Masalah yang sedang dihadapinya itu bukanlah urusan ku, aku disini hanya untuk bekerja, bukan untuk menjadi pahlawan atau semacamnya. Sebaiknya aku tidak ikut campur dengan kehidupan yang ia miliki.
" Katsuragi - kun... tolong layani perempuan yang barusan datang itu. " Seorang senior ku memberikan perintah yang tidak ingin aku dengar.
Geh! Senjata makan tuan, itulah yang bisa aku pikirkan saat ini.
Ucapan ku ternyata bumerang bagi diriku sendiri, sial.
" Eh? Ba-baik. "
Akhirnya aku hanya bisa pasrah dengan keadaan.
Kenapa ini bisa terjadi kepada ku, semoga dia tidak tahu kalau aku ada disini. Benar-benar merepotkan.
Bisa - bisa hidup tenang ku menjadi berantakan saat dia tahu kalau aku bekerja disini.
" Permisi... apa yang ingin anda pesan. "
Aku putuskan untuk merubah logat bicara ku.
Benar begitu Arata, ubahlah gaya bicara mu, dia tidak akan tahu kalau itu kau, rencana yang sempurna.
Tetapi aku pun mulai menyadari sesuatu, kalau kaca jendela dari restoran keluarga ini bisa memantulkan bayangan orang yang ada di dalam nya.
Dan disaat yang bersamaan aku bisa melihat wajah Kurugaya-san yang terkejut dari pantulan kaca jendela restoran dan dari situlah aku mulai berpikir " pasti.. akan terjadi hal yang tidak diinginkan."
" Arata – kun... "
Itu yang terucap saat dia tahu kalau aku ada disampingnya, dan dengan cepatnya ia memeluk ku dengan erat.
Aku terkejut saat dia tiba-tiba memelukku, seketika itu aku sedikit memberontak darinya namun aku pun mulai berhenti bergerak.
Karena saat ini, aku merasakan bahwa seragam kerjaku basah disaat ia memelukku dengan erat. Dan tak hanya itu saja, sekarang ini ia menghembuskan napasnya dengan sedikit berat dan hal itu membuatku semakin yakin bahwa saat ini dia...
Sedang menangis.
Kenapa? Kenapa dia menangis? Itulah pertanyaan yang muncul di kepalaku. Sudah kuduga kalau dia sedang mengalami masalah yang cukup berat.
" Kurugaya-san... apa yang terjadi?. "
Dia diam membisu saat aku menanyakan apa yang sedang terjadi dengannya, mungkin masalah yang sedang ia hadapi saat ini sangat bersifat pribadi, jadi aku tak boleh masuk lebih dalam lagi.
Bisa dikatakan kenapa harus aku yang membantunya disaat seperti ini? Seharusnya seseorang yang mempunyai kriteria tokoh utama seperti Takagawa lah yang harus berada disini, bukan aku.
" Baiklah Kurugaya-san... aku tidak tahu apa yang sedang terjadi, tapi tunggu lah sebentar disini, lalu bisakah kau melepaskan pelukan mu? Kita sedang diperhatikan banyak orang... "
Ya memang benar, saat ini banyak orang yang sedang memperhatikan kami berdua, ini masalah yang lebih gawat dari pada masalah Kurugaya-san.
" Tidak apa... aku tidak keberatan. " Ucapnya dengan masih memelukku.
Akulah yang keberatan jika dilihat seperti ini.
Manajer ku pun melihat ke arah kami berdua saat ini, bisa gawat kalau terus begini bukan? Dan bagaimana kalau ada teman sekolah kita yang melihat hal ini, bisa - bisa aku mati ditempat.
" Kurugaya-san... "
" Kuruna... "
Eh? Dia bilang apa? Apa aku tidak salah dengar? Dia tadi menyebut nama depannya kan? Tapi kenapa?.
" Etto... Kurugaya - san. " Aku pun mencoba memastikan bahwa aku tidak salah dengar.
" Kuruna... "
Sepertinya aku tidak salah dengar.
Apa kau minta aku memakai nama depanmu untuk memanggilmu? Bila dipikir-pikir lagi sejak kapan dia memanggilku dengan nama depan, dan juga kenapa aku tidak menyadarinya?.
Untuk lepas dari situasi ini aku harus mengikuti apa yang Kurugaya-san inginkan.
" Ku-kuruna... bisakah kau lepaskan pelukan mu? Jika ada murid dikelas yang sama dengan kita melihat ini, urusannya malah menjadi panjang, setidaknya aku ingin kau mengerti sedang di posisi apa kita sekarang. "
Lalu tak lama kemudian, si Kuruna ini melepas pelukannya meskipun dia masih menundukkan kepalanya tapi aku masih yakin, bahwa saat ini dia masih menangis.
Aku pun melihat seragam kerja ku yang basah karena tangisan yang tak bersuara itu, ah.. seragam kerja pertamaku basah oleh tangisan perempuan ini keluh ku.
Dan sepertinya aku harus mengganti tempat untuk berbicara dengan perempuan yang satu ini.
Aku pun meninggalkan Kuruna sendirian dan langsung menghampiri manajer ku, aku pun meminta izin kepadanya untuk keluar sebentar mengurus masalah ini sebentar.
Dan manajerku pun memperbolehkannya asal tidak terlalu lama untuk mengobrol dengan Kuruna dia bilang seperti itu kepadaku.
Aku pun mengangguk mengerti dan langsung membawa pergi Kuruna keluar dari restoran dan mencari tempat untuk bicara dengannya.
" Jadi... kenapa kau menangis tadi?. "
" Tidak ada apa - apa… " jawabnya singkat.
" Baiklah... aku tidak akan menanyakan lagi. "
Setelah keluar dari restoran, kami berdua saat ini sedang duduk di bangku taman yang berada di dekat restoran tempat ku bekerja. Padahal ini hari pertamaku bekerja tapi aku malah meminta izin untuk menemani perempuan ini.
Benar-benar merepotkan.
Kami berdua pun hanya diam membisu dan tak ada yang berani memulai obrolan. Angin malam terasa dingin pada malam hari ini dan aku sadar kalau Kuruna saat ini sedang menahan dinginnya malam.
Dia memang perempuan yang merepotkan.
Siapa suruh dia keluar malam-malam tanpa persiapan, dan coba lihat? Dia saat ini masih memakai seragam sekolahnya dan kenapa juga dia datang ketempat ramai seperti tadi.
Tolong, setelah ini jangan merepotkan ku lagi Kuruna. Itulah yang sempat aku katakan didalam hatiku ini.
Aku pun langsung melepas syal merah yang kukenakan dan memberikan nya kepada Kuruna. Dan berkata kepadanya.
" Meskipun musim semi, panas, gugur, ataupun dingin, malam tetaplah dingin sama seperti biasanya, jadi kalau kau ingin keluar pada malam hari persiapkan apa yang perlu kau bawa. "
Terlihat wajah terkejutnya yang ia tunjukkan kepadaku saat ini. Mungkin dia sama sekali tidak berpikir bahwa aku akan melakukan hal ini kepadanya.
Ingatlah, mengabaikan seseorang itu ada batasnya juga Kuruna.
" Te-terima kasih... besok aku akan mengembalikan nya. "
Setelah itu dia langsung memakai syal yang aku berikan, meskipun saat ini sangat dingin, aku menahannya sebisa mungkin demi perempuan yang ada di sebelah ku ini.
Catatan, aku sama sekali tidak pernah berpikir akan terjadi seperti ini, mungkin seterusnya aku akan membawa syal yang lebih jika itu diperlukan.
" Lalu... bagaimana si Kurugaya Kuruna yang terkenal dalam sehari di sekolah bisa menangis seperti tadi?. "
Aku pun memberanikan diri untuk memulai obrolan.
" Entahlah... aku juga tidak tahu. "
Apa - apaan dia ini? Aku sudah baik hati memberikan syal itu kepadanya dan juga memberanikan diri untuk bertanya dan sekarang apa ini balasannya?.
Kembalikan sekarang juga syal yang ku berikan itu, aku saat ini juga kedinginan. Apa kau tahu?.
Mungkin itulah yang ingin aku katakan saat ini , tapi aku mengurungkan niat buruk seperti itu.
" Tapi yang lebih penting, bagaimana si Katsuragi Arata anak pendiam itu bisa bekerja paruh waktu di restoran keluarga tadi?. " Tanya Kuruna dengan menggosokkan kedua tangannya.
" Banyak yang terjadi setelah pulang sekolah. " Jawabku singkat dan tak memberitahu alasan sebenarnya kenapa aku bisa bekerja di sana.
Sebenarnya, saat Shiori sudah ada di rumah, dia menyuruh ku untuk mendapatkan pekerjaan paruh waktu, katanya ini demi masa depan ku nanti dan di setiap akhir kata selalu ada kata ancaman seperti...
Jika kakak tidak mendapatkan pekerjaan paruh waktu, kakak tidak boleh memasuki rumah lagi.
Bukankah adikku sangat kejam.
" Sebenarnya... "
Disaat aku mengingat derita yang kualami hari ini tiba-tiba Kuruna angkat bicara.
" Hm?. "
" Aku sudah ditolak… " Ucapnya dengan diakhiri senyuman di wajahnya.
Awalnya aku tidak terkejut, namun setelah aku mencerna apa yang dia katakan akhirnya aku tersadar, dia bilang di tolak kan? Aku tidak salah dengar bukan?.
Ya, sepertinya aku tidak salah dengar.
" A-apa!!? Bagaimana mana bisa!?. " Jawabku dengan terkejut.
" Ya... ada banyak hal yang terjadi tadi, tapi itu tidak apa - apa. "
Memang bagi dirimu sendiri tidak apa- apa tapi bagiku itu sama saja dengan bencana.
Jika dilihat lagi aku saat ini berada di dalam kondisi bagaimana sang karakter sampingan menghibur karakter utama perempuan dan akhirnya bisa menjalin hubungan pertemanan atau asmara secara tidak langsung.
Aku menyebutnya dengan event dadakan!.
Ah... itu pemikiran dari kamus Katsuragi Arata, aku harap tidak ada yang meniru pemikiran ku ini.
Sungguh.
Aku saat ini tidak dapat berpikir dengan baik untuk mencari cara agar bisa keluar dari lingkaran event dadakan tersebut. Dan hanya ada satu yang dapat kupikirkan saat ini.
Yaitu adalah pergi secepatnya dari tempat ini.
" Aku mau kembali bekerja. " Ucapku dengan berdiri dari bangku taman.
Jika aku terus berada disini dan terlalu lama mengobrol dengannya, bisa - bisa apa yang aku pikirkan tadi itu jadi kenyataan.
Sebaiknya aku harus cepat pergi dari sini.
" Ah... ya hati - hati di jalan. " Jawabnya.
" Jangan lupa di cuci dulu sebelum dikembalikan. "
Ini sungguh aneh dia tidak seperti biasanya, biasanya dia akan bertanya kenapa buru-buru pergi atau apalah yang berhubungan dengan itu tapi ya biarlah, lagi pula ini bukan urusan ku jadi untuk apa aku repot - repot membantunya, aku hanya tokoh sampingan saja dan tidak lebih dari itu.
Kemudian aku pun pergi dan meninggalkannya sendirian di bangku taman itu.
Pada saat aku sampai di persimpangan, aku teringat akan sesuatu, itu adalah soal yang kemarin, aku harus tanya kepada Kuruna tentang anak pendiam yang ia tolak waktu itu.
" Kurun--. "
Belum sempat aku memanggil namanya, aku melihat seorang pria yang sedang berdiri di depan Kuruna dengan memarahinya di tempat aku dan Kuruna duduk tadi.
Memakai kemeja ungu dengan dibalut dasi bercorak belang oranye dan memakai celana kain warna hitam itulah yang bisa kudeskripsikan tentang pria yang saat ini bersama dengan Kuruna.
Apakah dia ayah Kuruna? Itu yang terlintas seketika di kepalaku.
Aku hanya bisa melihat Kuruna dan paman itu berdebat dari kejauhan, lalu tak lama kemudian paman itu menampar Kuruna hingga membuatnya tersungkur di tanah.
Aku pun terkejut dengan apa yang dilakukan oleh paman itu kepada Kuruna. Aku berniat untuk menolong nya namun jika aku menolongnya sekarang, maka aku akan mengkhianati Motto yang sudah lama aku bangun setelah kejadian yang menimpaku dulu.
Terlihat syal yang dipakai Kuruna terlepas akibat tamparan yang keras dari paman tadi, dan begitu juga lebam di pipi kirinya bisa terlihat dari sini.
Ini bena-benar tak masuk akal.
Tak lama kemudian sang paman itu menarik lengan Kuruna secara paksa, tapi yang membuat ku lebih terkejut lagi adalah syal yang aku pinjam kan tadi, Kuruna ambil kembali dan memeluknya dengan erat menggunakan tangan kanan nya itu.
Melihat kejadian itu entah kenapa dada ku terasa sakit, apa ini? Apa karena aku merasa kasihan ketika melihat nya yang dianiaya?.
Itu tidak mungkin.
Dan memang nya siapa paman itu? apa benar itu ayah nya? Aku tidak bisa berasumsi seperti itu, bisa saja dia paman atau kerabatnya.
Tapi...
" Kuruna... sebenarnya... apa yang terjadi dengan mu. "
Keesokan harinya, Kurugaya Kuruna absen tidak masuk dengan alasan demam, tapi aku tidak bisa percaya begitu saja karena kemarin dia terlihat baik - baik saja.
Pasti terjadi sesuatu kemarin malam, aku tidak mau memikirkan kemungkinan terburuknya.
2 hari, 3 hari, 4 hari, 5 hari selanjutnya, Kurugaya Kuruna tak kunjung sembuh. Saat para murid menanyakan alamat rumah Kuruna kepada guru, para guru pun tidak ada yang bisa memberitahukan alamatnya dengan alasan kedua orang tuanya tidak mengizinkan teman sekolahnya menjenguk saat ini.
Mereka takut kalau demamnya bisa menular, dan pada akhirnya mereka hanya bisa pasrah dan tak bisa berbuat apa - apa lagi.
Tapi setelah aku melihat kejadian waktu itu, entah kenapa aku merasa gelisah sendiri, aku tidak bisa menunggu lagi, aku harus mencari tahu sendiri tentang Kurugaya Kuruna ini.
" Tapi bagaimana caranya?. "
Dengan bergumam sendiri aku pun menyandarkan tubuhku ke pohon besar yang ada dibelakangku.
Bersandar di bawah pohon halaman belakang sekolah adalah rutinitas ku setiap jam istirahat makan siang.
Dan kali ini aku dibuatkan bekal oleh adik ku, ya... meskipun bekal yang sederhana, tapi terdapat rasa ketulusan dalam masakan nya, aku sangat bahagia.
" Bahagia... ya. "
Dalam seumur hidup ku aku tidak pernah merasakan apa itu kebahagiaan yang sebenarnya, semenjak kejadian 4 tahun yang lalu, peristiwa itu merenggut semua nya dari ku.
Aku yang mengenang masa lalu justru malah aneh, kenapa ingatan masa laluku yang muncul? Apa itu karena aku memikirkan cara bagaimana untuk bisa bertemu dengan Kuruna?.
" Ah... aku memikirkan apa coba, jika begini terus aku akan masuk di lingkaran kehidupan milik Kuruna bukan?. "
Beberapa alasan aku gunakan untuk menenangkan diriku yang gelisah ini. Tapi tetap saja perasaan gelisah ini tidak mau menghilang, aku ingin tahu apa yang terjadi kepadanya.
Dan akhirnya aku pun mengeluh.
" Kenapa aku selalu dihadapkan oleh masalah yang tidak bisa aku hindari, dasar menyebalkan. "
" Oya? Kemana teman perempuan mu itu nak?. "
Aku menoleh ke arah asal suara tersebut, dan ternyata suara itu berasal dari paman pemotong rumput yang selalu kulihat setiap hari nya. Dengan memakai topi yang terbuat dari jerami dan alat pemotong di belakang nya, dia pun duduk dan bersandar di pohon yang sama dengan ku.
" Enak juga ya disini... "
" Ya.., ini adalah tempat dimana aku bisa menenangkan diri paman. "
" Benarkah? Aku juga biasanya pada waktu istirahat bersandar di pohon ini. "
" Oh... kalau begitu aku harus meminta izin dari paman agar aku bisa bersandar di pohon ini besok. " Canda ku.
Paman itu pun langsung tertawa dengan lepasnya setelah aku berkata seperti itu tadi, tangan kirinya ia gerakkan ke kiri dan ke kanan seperti berkata agar aku tidak memikirkan hal sepele seperti itu.
" Jangan terlalu dipikirkan, lagi pula pohon ini bukanlah milik ku. "
Ya, itu memang benar. Pohon ini masih tetap milik pihak sekolah jadi dia sama sekali tidak mempunyai hak sama sekali soal pohon ini. Dan lagi pula pihak sekolah tidak akan terlalu peduli kalau satu atau dua orang mengklaim tempat ini sebagai tempat pribadinya.
" Terima kasih paman... " Ucapku terima kasih kepadanya karena tidak menyusahkanku disaat aku ingin berteduh di bawah pohon ini.
" Ya, ingat, jangan terlalu dipikirkan. Ngomong-ngomong dimana teman perempuan mu itu? Apa dia tidak datang hari ini?. "
Dia pun berbicara sembari melihat ke arah gedung sekolah yang ada di belakang pohon besar ini. Teman perempuan yang dimaksud paman ini mungkin adalah Kuruna, kalau bukan dia siapa lagi coba.
" Dia hari ini absen tidak masuk. "
" Oh... begitu ya sayang sekali, padahal aku tadi berharap bisa melihat kalian berdua disini. "
Apa? Dia serius berharap untuk melihat kami berduaan disini, tidak - tidak itu mustahil.
" Jangan terlalu berharap paman, kami berdua tidak sedekat itu. "
Paman ini pun melepaskan topi jerami tersebut dan mengibaskan topi itu kearah wajahnya. Dan disela saat ia mengibaskan topi nya dia berkata " Oh benarkah? " Dengan nada pelan.
" Tapi ya, saat aku melihat kalian berdua, aku sungguh teringat pada kenangan masa muda ku dulu, ya... itu sungguh menyenangkan bisa menikmati masa muda. " Lanjutnya dengan tertawa.
Masa muda ya, aku tidak pernah berpikir untuk menikmati masa muda ku ini, dan juga apa yang dimaksud dengan masa muda itu? Banyak makna yang terkandung dari 2 kata tersebut, dan itu tidak menjerumus kedalam satu makna saja.
Paman ini ternyata tahu bagaimana cara menikmati masa muda.
" Benarkah? Sayangnya aku tidak pernah merasakan masa muda yang paman bicarakan itu, lagi pula apa itu masa muda?. " Tanyaku.
Seketika dia menghentikan kibasan topinya dan memasang wajah yang rumitnya, lalu ia pun melihat ke langit dan berkata sambil tertawa kecil.
" Hahaha... paman juga tidak tahu apa artinya. "
Dia tidak tahu tapi malah menyarankan aku untuk menikmati masa muda ini? Apa paman dulunya seorang pelawak?.
Meskipun aku sudah melihat banyak kata atau ucapan tentang masa muda tetap saja aku masih belum paham. Apa dengan menikmati masa sekolah itu juga bisa disebut masa muda? kalau begitu jika aku tetap berpegang teguh dengan Motto ku maka itu bisa disebut masa muda kan?.
Tapi... tetap saja.
" Anak muda... "
Seketika itu aku melihat ke arah paman untuk menjawab panggilannya. Dan tiba-tiba hembusan angin perlahan berhembus dengan lembutnya menerpa semua yang ada ditempat ini.
Terlihat paman itu tersenyum dengan lembut saat ia melihat ke atas langit. Seperti sedang mengenang masa lalunya yang begitu indah dimasanya dulu.
Dia pun berkata kepadaku, dan perkataannya itu adalah sesuatu yang tidak akan pernah aku lupakan dengan mudah. Sekarang maupun di masa depan nanti.
" Aku harap kau bisa menikmati masa muda mu. Kelak kau akan menyesalinya jika kau tidak menikmati masa mudamu sekarang. "
Aku hanya bisa terdiam setelah paman berkata seperti itu kepadaku. Mungkin aku hanya terkesima dengan ucapan paman ini tapi itu bukanlah hal yang patut untuk dipikirkan. Dan seketika itu berbagai macam pikiran menyerbu ku.
Menikmati masa muda setelah di hancurkan oleh masa muda itu sendiri. Apakah itu pantas untuk diperjuangkan?.
Aku sudah lelah dengan semuanya.
" Masa muda bagaikan misteri yang sulit untuk dipecahkan untuk ku, meskipun aku tahu bagaimana seseorang menikmati masa muda itu aku tetap saja tidak paham dengan apa yang mereka katakan dan lakukan. "
" Begitu ya... "
Ya, aku tidak mau melakukannya lagi. Jika itu memang termasuk dalam bagian masa muda ku aku akan membuangnya sejauh mungkin yang aku bisa. Diriku yang dulu, adalah perwujudan dari keegoisanku dan kesombonganku.
Oleh karena itu aku tidak mau melangkah lagi kedalam jalan yang penuh duri tersebut.
Ya, penolakan ini juga termasuk wujud dari keegoisan dan kesembonganku.
" Sepertinya kau berbeda daripada yang lain. "
" Aku tidak akan menyangkal hal itu. "
" Yah... Tidak perlu terburu-buru untuk mengerti, mungkin suatu hari nanti akan ada seseorang yang mampu memberitahu mu apa itu masa muda, dan dengan itu... kau tidak akan menyesali kehidupan SMA mu. "
" Menyesalinya ya... "
Masa muda mungkin berarti menikmati kehidupan di saat - saat seperti ini, itu yang bisa aku tangkap dari percakapan ringan antara aku dan paman yang ada disebelahku.
Baiklah, kita sudahi percakapan kecil ini karena sekarang tidak ada waktu untuk memikirkan nya. Karena saat ini aku sangat khawatir tentang apa yang akan terjadi kepada Kuruna kedepannya.
Aku akan membantunya untuk mencapai happy ending yang dia inginkan.
Disaat aku memikirkan Kuruna, tiba - tiba pundak sebelah kiri ku di tepuk pelan oleh paman yang berada disampingku dan akhirnya aku menoleh ke arahnya.
Dia hanya menatapku lembut sembari tersenyum tipis kepadaku. Dan paman itu pun berkata.
" Lakukanlah apa yang ingin kau lakukan, semua yang telah kau lalui itu merupakan sebuah proses yang sangat berarti bagi dirimu. Aku tahu kau pasti sudah mengalami hal sulit dalam beberapa tahun ini. "
Dia... Tahu.
Apakah aku mudah ditebak? Apakah ada yang aneh di wajahku saat ini? Ti-tidak mungkin bukan?.
" Kau sudah berusaha keras selama ini. Jadi apa salahnya mencobanya sekali lagi?. "
Kata - kata yang terucap dari mulut paman itu, dia seperti tahu apa yang telah aku lalui selama ini. Ternyata menjadi seorang tukang kebun sama merepotkannya ya.
Baiklah.
Sekali lagi saja.
Aku akan melakukannya hanya untuk kali ini saja.
Maafkan aku diriku sendiri, aku sudah mengkhianati apa yang telah kubangun selama 3 tahun ini. Tapi tenang saja, aku akan kembali jika semua ini sudah selesai.
Akan aku selesaikan secepat mungkin masalah Kurugaya Kuruna dan kembali ke jalan yang seharusnya aku berada saat ini.
Dan setelah aku memikirkan berbagai macam banyak cara untuk bisa menemui Kuruna, pada keesokan hari nya, aku terkejut dengan apa yang ada ada didepan ku saat ini.
Kurugaya Kuruna telah sembuh dari penyakitnya dan masuk sekolah kembali pada hari ini.
Tapi dari itu semua yang membuat ku terkejut seperti sekarang adalah terdapat luka lebam di wajah Kuruna, mungkin tamparan pria waktu itu masih belum menghilang sepenuhnya dan membekas diwajahnya.
" Kurugaya - san... kenapa dengan wajah mu itu?. "
Salah satu temannya menanyakan luka tersebut dengan wajah yang khawatirnya.
" Ah ini, saat aku mau turun dari tangga, aku terjatuh. "
" Kenapa kau bisa seceroboh itu Kurugaya - san, padahal kau masih sakit bukan waktu itu?. "
Dan teman satunya lagi pun menceramahi nya dengan wajah kesalnya.
" Tenang saja, ini tidak ada apa - apanya kok."
Dia pun tertawa kecil dengan senyuman yang ia tunjukkan kepada temannya itu, meskipun dari luar ia tampak cukup baik tapi senyuman itu masih ia paksakan agar teman-temannya tidak khawatir lagi dengan keadaannya saat ini , apa - apaan itu Kuruna.
Jika kau ada masalah tinggal katakan saja, mereka siap membantu mu kapan saja apa kau tahu itu? Dan kalau sudah begini aku tidak bisa ikut campur lagi.
Saat aku melihatnya dengan senyuman yang ia paksakan itu, mata kami bertemu.
Kedua matanya sama saat pertama kali kami berdua bertemu... hitam cerah nan indah itu menghiasi wajahnya yang putih, aku seperti terkena hipnotis dari kedua matanya untuk yang kedua kalinya.
Baiklah, sepertinya aku tidak perlu ikut campur dengan urusannya. Akan aku anggap apa yang terjadi kemarin itu tidak pernah terjadi.
Semua pikiran ku dan semua usahaku yang ingin kutunjukkan kepadanya. Sepertinya itu tidak diperlukan lagi.
Lalu bel pertanda jam pelajaran pertama pun terdengar, dan pada saat itu juga sensei membuka pintu dan memasuki kelas.
" Baiklah... kita adakan kuis hari ini. "
Terdengar keluhan yang keluar dari mulut murid - murid di kelas ini, tapi saat ini aku tidak terlalu peduli dengan itu semua karena saat ini aku sedang memandangi Kuruna.
Namun saat Kuruna sadar kalau ada sensei di depan, dia membuang pandangannya dan langsung duduk di bangkunya, perilaku nya sangat berbeda hari ini. Apa terjadi sesuatu lagi dengannya?.
Dan tiba-tiba sebuah buku melayang dan mengenaiku tepat dibelakang kepala ku.
" Woi Katsuragi, cepat duduk. "
" Baik pak.. " Jawabku dengan menahan rasa sakit dari belakang kepalaku.
Beberapa jam pun telah terlewati dan sore hari pun tiba. Satu persatu murid yang ada dikelasku pergi pulang untuk menyongsong hari esok yang akan datang.
Namun beberapa dari mereka juga ada yang tidak pulang karena kegiatan ekstrakurikuler mereka yang dilaksanakan pada setiap jam pulang sekolah.
Mereka yang melakukan hal semacam itu adalah orang-orang yang bisa menikmati masa muda mereka dengan baik.
Kecuali untukku.
" Aku duluan ya Kurugaya - san. "
" Ah iya... hati - hati dijalan. "
Setelah murid perempuan terakhir tadi keluar, akhirnya di kelas yang lumayan luas ini hanya menyisakan kami berdua yang diam membisu seperti orang bingung yang tidak tahu apa yang ingin diperbuat.
Ya, ini adalah hal yang lumrah terjadi kalau kita sedang memiliki sebuah masalah dan itu di ketahui oleh orang lain. Bahkan aku yang sudah mengalami banyak hal di kehidupan ini masih tetap tidak bisa mengendalikan situasi yang menyebalkan ini.
Ah... Benar-benar menyebalkan. Terutama heroine yang satu ini. Dia benar-benar merepotkan.
Aku pun berdiri dari tempat dudukku dan langsung memegang lengan Kuruna dengan erat karena tidak tahan dengan keadaan yang canggung seperti yang sekarang ini.
Melihat tindakan kasarku ini Kuruna hanya memperlihatkan wajah terkejutnya tanpa bisa berkata apa-apa. Mungkin dia terkejut karena tindakan ku yang satu ini tapi mau bagaimana lagi, aku benar-benar kesal kepadanya.
Dan tanpa banyak alasan aku pun langsung menariknya pergi keluar bersama dengan ku.
" Tu-tunggu Arata-kun! Apa yang ingin kau lakukan. "
Sudah beberapa kali aku mendengar ucapannya itu saat aku menarik Kuruna di lorong sekolah. Aku sedikit bersyukur bahwa tidak banyak orang yang berlalu lalang saat ini.
Dan itu jadi memudahkan ku untuk bergerak tanpa khawatir kalau ada gosip yang akan menyebar nantinya. Mungkin jika dilihat dari sudut pandang orang lain saat ini, kami ini bagai sepasang kekasih yang sedang bertengkar.
Meskipun aku tidak suka dengan pemikiran mereka itu tentang kami berdua saat ini. Tapi nasi sudah menjadi bubur.
" Arata-kun! Kenapa kau ini!?. "
Kuruna masih memberontak saat aku masih menariknya. Ya ini sebuah pencapaian terbesar dari sekian banyaknya yang kaucapai pada hari-hari kemarin Katsuragi Arata.
" Diam dan ikut saja kemana aku akan membawamu. "
" Apa kau sudah tidak waras!? Cepat lepaskan aku Arata-kun!. "
Setelah ia mengucapkan kata itu kepadaku, aku langsung melepas genggaman ku darinya. Dan seketika aku berbalik dan menatapnya dengan tajam.
Apa tadi dia bekata aku sudah tidak waras? Ini sungguh menggelikan. Dari sekian banyaknya orang hanya dia yang mengataiku tidak waras sekarang? Jangan bercanda.
" Yang tidak waras disini adalah kau Kuruna. " Ucapku mengembalikan apa yang tadi ia katakan kepadaku.
Saat dia mengetahui apa yang ku maksudkan itu, dia langsung menundukkan kepalanya untuk menghindari kontak mata denganku. Melihat hal itu aku langsung mendesaknya karena kekesalanku yang sudah menumpuk saat ini.
" Kau tersenyum di depan semua teman mu seperti tidak terjadi apa-apa. Bahkan sampai berbohong kepada mereka semua, apakah itu masih belum cukup?. "
" Aku tidak tahu apa yang kau katakan. "
" Aku melihatnya… pada malam hari itu. "
Dan dengan cepat ia menatapku dengan wajah terkejutnya.
Ya, itulah yang harus kau lakukan saat ini Kuruna. Karena takdir pada saat itu tidak memihakmu malah berpihak kepada orang yang ingin menjauhi semua masalah yang ada disekitar nya.
Malahan disini aku adalah korban dari semua yang telah kulihat pada saat malam hari itu.
Ini semua tidaklah adil.
Kenapa dari semua orang yang seharusnya memiliki peran cocok untuk menolong dia harus aku? Orang yang tidak ingin mencampuri urusan orang lain?.
" Begitu ya... Jadi kau melihatnya. " Jawabnya singkat setelah dia membuang mukanya agar tidak melakukan kontak mata denganku lagi.
" Apa kau pikir setelah melihat itu semua orang yang berada di dekatmu pada saat itu tidak merasa khawatir hah? Coba pikirkan betapa sulitnya posisiku pada saat itu. "
Itu benar.
" Kau benar-benar perempuan yang menyebalkan Kuruna!. "
Orang yang lari dari semua mimpi buruk itu dan tidak berani menghadapinya...
Tolong bencilah aku.
" Ngomong-ngomong siapa pria yang waktu itu? Apa dia ayahmu? Kalau memang dia ayahmu, dia benar-benar ayah yang buruk ya. Aku kasihan sekali kepadamu Kuruna. "
Hanya ini yang bisa kulakukan.
" Hingga bisa membuat ayahmu semarah itu, kau benar-benar yang terburuk Kuruna. Atau jangan-jangan keluarga mu yang berbeda dari yang lain? Keluarga mu itu benar-benar keluarga yang terburuk dari yang terburuk-
*Plakk*
Rasa sakit yang berada di pipiku saat ini benar-benar membuatku mengingat seluruh kenangan burukku pada saat itu. Tamparan yang begitu panas serta sakit ini membuat siapa saja yang menerimanya akan menangis dan merenungkan kesalahan apa yang mereka buat hingga bisa membuat luka seperti ini membekas di wajah mereka.
Melihat wajah perempuan yang dipenuhi amarah itu, yang saat ini berada di depanku benar-benar membuatku berpikir apakah aku melakukan hal yang benar saat ini?.
Perasaanku bercampur aduk karenanya. Marah, takut, gelisah, semua yang bisa kurasakan setelah melihat air mata yang mengalir di kedua pipinya itu benar-benar tercampur aduk rata.
Seolah-olah aku merupakan seorang karakter sampingan yang…
Jahat dan tak berperasaan.
" Tahu apa kau tentang keluarga ku!?. " Ucapnya yang di penuhi amarahnya itu.
" Orang luar seperti mu tidak pernah tahu apa yang telah kami semua lalui sampai sekarang!. " Lanjutnya disertai isak tangisnya.
" Kau benar-benar yang terburuk Arata-kun!. "
Ah… sudah berapa lama aku tidak mendengar sebutan itu lagi.
Kau tidak salah menyebutku seperti itu Kuruna. Dari awal aku memang yang terburuk dan orang yang tidak berguna.
Selalu mencari perhatian dan bertindak sesuka hati tanpa memikirkan perasaan orang lain. Namun sama seperti biasa setiap akhirnya sama saja...
Mereka menunjukkan senyuman yang menjijikkan itu.
Senyuman palsu yang ditujukan untuk memuaskan diri mereka sendiri. Sebuah senyuman yang tidak menghargai kerja keras serta usaha orang lain.
Dan itulah yang kubenci dari mereka...
" Kau tidak tahu semuanya tentang kami! Keluarga ku!. "
" Kalau begitu!. "
Ah... Aku benar-benar orang yang selalu terlibat dengan masalah orang lain. Aku harap ini semua berakhir setelah aku melakukan semua yang kubutuhkan untuk memberikannya happy ending sesungguhnya... Kepada perempuan yang menyebalkan ini.
" Ceritakanlah kepadaku! Semuanya! Tentang dirimu dan keluargamu! Tentang semua masalah yang membebani hatimu saat ini!. " Ucapku dengan menggenggam lengannya kembali dengan erat.
" Lepaskan aku!. "
" Tidak sebelum kau mengatakan semua nya kepadaku. "
Aku pun menariknya kembali, meskipun dia saat ini memberontak semakin kuat dari pada yang sebelumnya. Aku bahkan tidak peduli kalau dia berteriak meminta tolong sekalipun.
Ya.
Aku sama sekali tidak peduli sedikitpun.
" Kau benar-benar menyebalkan Arata-kun!. Kau yang terburuk dari yang terburuk! Aku membencimu... "
Disaat seperti ini kau jadi semakin pintar menghina seseorang ya Kuruna. Bertolak belakang dengan sifatmu disaat kau berada di depan temanmu.
Atau mungkin kau sensitif kalau ada seseorang yang menghina keluarga tercintamu itu. Ya, aku tidak peduli sama sekali.
Yang terpenting saat ini adalah menyelesaikan dengan cepat apa yang harus aku selesaikan. Akan ku jadikan ini sebagai yang terakhir kalinya, untuk terlibat kedalam masalah orang lain lagi.
" Aku pulang... "
" Eh?. "
Saat ini dihadapan ku ada adik ku yang sangat terkejut dengan apa yang ada di belakang ku saat ini. Oh iya... aku tadi lupa memberitahu Shiori tentang ini.
Dan mana mungkin aku bisa memberitahunya disaat aku sedang mengalami kondisi buruk seperti tadi?.
" Kakak... kembalikan dia. "
" Jangan kau kira aku mengambil nya di suatu tempat, dan langsung membawanya pulang, dasar tidak sopan, dia tamu kita, urus dia Shiori. "
" Eh? Kakak.. "
Aku hanya menghela nafas karena tingkah laku adik ku Shiori, dia seperti melihat hantu saja apa salahnya mengajak Kuruna datang kemari?.
Tunggu dulu.
Seperti nya aku yang salah disini, bagaimana dengan gosip yang nanti beredar? Ah... biarlah, ini sudah terlambat bagiku untuk kembali.
" Aku serahkan kepada mu Shiori. "
Aku pun langsung menuju ke lantai atas lebih tepatnya ke kamar ku dan meninggalkan mereka berdua dibawah.
Disaat seperti ini aku hanya bisa mengandalkan adik ku saja, ya... mungkin Shiori tahu apa yang harus ia lakukan dengan luka yang ada di sekujur tubuh Kuruna.
Maafkan aku Shiori, tapi mau bagaimana lagi... kau lah yang bisa ku andalkan saat ini, karena saat ini aku memiliki hal yang harus aku urus terlebih dahulu sebelum memulai apa yang tidak ingin ku mulai di kehidupanku yang tenang ini.
Aku ingin tahu...
Bagaimana keluarga Kurugaya Kuruna.
" Kuruna... " Sebelum aku melanjutkan langkahku ke naik ke atas tangga aku pun menoleh ke arahnya yang saat ini berada di belakangku dengan Shiori.
Melihat wajahnya yang kesal terhadap sikapku tadi benar-benar membuatku terhibur saat ini.
Tapi dari itu semua aku mengetahui sesuatu.
Cinta kepada keluarganya itu, bukan hal yang dia buat-buat. Semua perasaannya itu benar-benar asli.
Oleh karena itu…
Aku akan membantunya.
" Tidak, aku tidak jadi bilang. "
" Kakak… apa yang kau maksud?. "
" Terima kasih, Arata-kun. "
Dia mengucapkan terima kasih kepadaku. Yah… itulah yang kudapat setelah aku membantu seseorang yang mempunyai masalah seperti dirinya.
Aku harap dia tidak sama dengan semua orang yang kutemui di masa lalu.
Yang kubutuhkan bukanlah pujian ataupun ucapan terima kasih darinya.
Yang kuinginkan hanyalah satu.
Aku ingin melihat senyuman tulus di wajah perempuan yang bernama Kurugaya Kuruna.