Chereads / Watashi wa shujinkōde wanai ( I'm Not The Main Character ) / Chapter 4 - Chapter 3 – Pilihan Kurugaya Kuruna

Chapter 4 - Chapter 3 – Pilihan Kurugaya Kuruna

" Apa kau bodoh!? Kenapa kau membiarkan anak itu pergi tanpa sepengetahuan kita!?. "

" Apa? Jadi aku yang salah disini!?. "

" Lalu kalau bukan kau siapa lagi hah!?. "

*Bruakk*

Suara dari pintu yang berada di balik pagar tembok belakangku ini terdengar dengan cukup keras saat suara seorang pria tadi menutup pintu rumah tersebut.

Aku benar-benar tidak pernah berharap untuk melihat ataupun mendengar hal ini, tapi aku tahu kalau aku harus tetap melakukannya meskipun akan merepotkan kalau aku sampai ketahuan.

Mungkin ini sudah cukup untuk menjelaskan seberapa buruknya keluarga yang dimiliki Kuruna. Meskipun aku tahu bagaimana keadaan keluarganya saat ini tetap saja aku tidak bisa melakukan apapun untuk memperbaikinya.

Kalau begini jadinya maka aku hanya bisa menyerahkannya kepada seseorang yang ahli dalam mengatasi kasus seperti ini.

Dan aku tahu siapa orang yang dapat membantu itu.

Tapi pada saat aku ingin melangkah kaki ku untuk pergi, tanpa sadar pria itu, ayah Kuruna yang baru saja keluar dari rumahnya menabrakku dan membuatku terdorong sedikit karena tubuhnya yang lumayan besar itu.

Ah sial.

Kenapa berakhir jadi seperti ini coba.

" Hei bocah! Kalau jalan itu pakai mata dasar menyebalkan. "

" Ah maaafkan aku- "

" Cepat minggir sana!. "

Dengan mendecakkan lidahnya dia pun mendorongku lalu pergi begitu saja tanpa memberikanku kesempatan untuk meminta maaf kepadanya.

Ayah macam apa dia itu? Aku bahkan belum pernah menjumpai orang seperti dirinya.

Dan juga kata-kata mu itu tadi berlaku untukmu juga.

" Tidak ada gunanya mengurusi hal yang tidak penting itu. Lebih baik aku cepat pulang dan- "

" Anak muda tunggu… "

Terdengar suara seorang nenek yang memanggilku dari arah sebelah rumah keluarga Kuruna. Melihat hal itu aku langsung pergi untuk menjawab panggilannya tersebut.

Memangnya ada apa? Itulah pertanyaan yang terlintas di pikiranku saat ini.

" Hmm… "

Nenek yang memanggilku tadi melihatku dari atas kebawah dan diakhiri dengan senyuman lembut yang diperlihatkan nya kepadaku.

" Jangan-jangan kau teman Kuruna. "

" Eh?. "

Itulah reaksi pertamaku saat mendengar pertanyaannya itu.

Jika memang benar aku adalah temannya Kuruna memangnya kenapa?.

" Ya, bisa dikatakan hubungan kami seperti itu. "

" Wah-wah… akhirnya aku bisa melihat salah satu teman Kuruna datang. Syukurlah kalau begitu. "

Apa? Apa benar aku adalah teman pertama Kuruna yang datang kemari? Tidak-tidak, itu tidaklah mungkin.

" Sudah hampir 4 tahun mungkin, nenek tidak pernah melihat teman Kuruna yang datang kemari. Apa kau ingin mengajaknya pergi?. "

" Ah tidak, aku hanya ingin melihat saja bagaimana rumah temanku. "

" Begitu ya, tolong jangan jauhi Kuruna. Dia adalah anak yang baik, tidak seperti kedua orang tuanya. Kuruna banyak membantu kami para tetangganya. Mungkin karena dia tidak memiliki teman bermain jadinya dia bermain dengan kami semua. "

Begitu ya.

Untuk mengisi kekosongan hatinya, dia memilih berteman dengan orang tua seperti nenek ini.

Membayangkan kalau Kuruna sudah melalui hal sulit itu sendirian, harga diriku semakin terinjak-injak. Aku hanya orang yang bisa menyerah pada takdir dan tidak berani melangkah maju apakah pantas berada di sampingnya?.

Orang yang selalu bertahan dan berjuang kepada ketidakadilan yang selama ini menimpanya dan dideritanya.

Apakah aku pantas…

" Anak muda… "

Suara nenek yang lirih itu membuyarkan semua isi pikiranku. Nenek itu menatapku dengan tatapan yang sayu serta mata yang dipenuhi dengan sebuah harapan besar yang ditujukan kepadaku.

Melihat hal itu aku langsung terkejut dengan sikap nenek yang berada di depanku saat ini.

Dengan membungkukkan tubuhnya sedikit ia pun berkata.

" Tolong… jaga Kuruna dengan baik ya. "

Keraguan yang awalnya ada di dalam diriku seketika itu hilang begitu saja setelah mendengar ucapan nenek ini. Dia benar-benar menyayangi Kuruna dengan tulus. Entah apa yang Kuruna lakukan hingga membuat nenek ini sangat menyayanginya meskipun bukan dari keluarga aslinya.

Aku benar-benar kalah telak dari Kuruna.

Bahkan Kuruna lebih baik daripada aku. Dia benar-benar Heroine yang sangat mengagumkan.

" Ya, serahkan kepadaku nenek. "

Orang seperti dirinya, memang pantas untuk diberikan happy ending dalam kehidupannya.

Yang bisa kulakukan untuknya hanya satu. Yaitu berada di sampingnya dan menyemangatinya agar tidak berubah menjadi seperti diriku yang sekarang.

Meskipun aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan untuk memperbaiki hubungan keluarga mereka tapi yang jelas biarkan waktu yang menjawabnya.

Dan juga, aku akan coba meminta bantuan orang 'itu'.

" Aku pulang… "

Saat aku pulang rasanya rumah ini tidak ada siapapun, lalu terdengar suara keran pencuci piring di dapur menyala.

Aku pun menuju ke asal suara tersebut serta berpikir mungkin mereka berdua ada disana sedang melakukan sesuatu. Dan saat aku sampai aku pun melihat adik ku Shiori dan Kuruna bersama - sama saling membantu membersihkan piring kotor yang ada di atas meja makan.

Apa ini?.

" Oh kakak sudah pulang rupanya, maaf ya kak tidak ada jatah makan malam untuk mu. "

Begitu ya. Tidak ada jatah makan malam untuk ku malam ini rupanya.

" Ya... aku sudah tahu itu, lagi pula aku sudah makan saat perjalanan pulang tadi. " Ucapku berbohong kepada Shiori.

" Maafkan aku Arata - kun, tapi makanan buatan Shiori itu sangat enak, jadi... ini bukan salah ku."

Jadi ceritanya ini salah makanan nya ya? Ya tidak apa - apa lah, lagi pula aku yang mengajaknya menginap disini jadi ini mungkin akibatnya mengajak dia ke rumah ku.

" Tidak apa - apa, jangan terlalu dipikirkan. "

" Aku benar-benar minta maaf Arata-kun!. "

" Kalau begitu, sebagai gantinya aku ingin berbicara denganmu setelah ini, tunggulah dikamarku. "

" E-eh? Kamar mu?. "

" Ya... Shiori tunjukkan dia dimana kamar ku. "

" Siap..."

Aku pun menuju ke kamar mandi yang berada tepat di samping ruang makan ini, hari ini sangat melelahkan, dalam seumur hidupku, aku tidak pernah melakukan hal yang melelahkan seperti ini, tidak sebelum aku bertemu dengannya.

Setelah selesai mandi aku pun berjalan ke arah kamar ku yang berada di lantai 2. Saat aku membuka pintu kamarku, aku melihat Kuruna sedang duduk di tengah ruangan dengan memperhatikan seluruh isi ruang kamarku.

" Kau seperti sedang mencari sesuatu saja Kuruna. " Ucapku sembari menutup pintu kamarku dan masuk kedalam mengejutkannya.

" Dan biar ku perjelas kalau aku tidak akan melakukan hal yang aneh-aneh kepada mu. " Lanjut ku agar dia bisa tenang sedikit.

" Bukan itu yang aku maksud, kalau itu aku sudah tahu dan percaya kepadamu Arata-kun, yang ingin ku ketahui adalah apa kau tidak malu sedikit pun saat ini?. " Tanya nya dengan wajah yang sedikit memerah.

Aku pun memiringkan kepalaku setelah pertanyaan itu terlontar dari mulut kecilnya tersebut.

Malu?.

" Untuk apa aku malu?. " Tanyaku penasaran.

" Bu-bukankah ini kamar mu?. "

" Ya... memang nya kenapa dengan kamar ku? Apa kurang nyaman untukmu?. "

" Bukan seperti itu… ini sangat nyaman… tenang saja.. "

" Baiklah, aku sangat bersyukur kalau kau nyaman dengan kamar ku. "

Kemudian Kuruna pun melihat sekitar kamar ku ini sekali lagi seperti sedang mencari sesuatu. Apa jangan-jangan dia sedang mencari itu?.

" Tidak ada majalah mesum dikamarku, tenang saja aku tidak tertarik dengan majalah itu, meskipun jika ada atau aku tertarik maka aku akan dicap sebagai anak laki-laki yang sehat bukan?. "

" Bagaimana bisa kau mengatakan hal seperti itu di depan perempuan? Tapi benarkah? Biasanya laki - laki diumurmu suka dengan hal begituan. "

Hahh… benar-benar merepotkan.

Ini sudah melenceng dari topik yang akan dibahas dan juga kenapa aku bisa teralihkan dengan mudah coba? Tidak boleh-tidak boleh.

Aku harus mengembalikan alurnya kembali.

Aku pun menyilangkan tanganku dan berkata dengan nada sedikit kesal.

" Dengar ya Kuruna, aku mengajak mu kemari bukan berbicara tentang itu, aku mau berbicara tentang--. "

" Aku sudah tahu itu."

Seketika wajah Kuruna terlihat sedih setelah dia berkata seperti itu barusan.

Sudah dimulai ya. Akhirnya aku bisa mendengar cerita tentang dirinya, tentang dimana dia bisa menjadi Kuruna yang sekarang.

Meskipun tidak baik mengungkit masa lalu yang suram seperti itu, tapi tidak ada pilihan lagi selain menceritakannya kepadaku.

Karena aku yakin, setelah dia membagi rasa sakitnya itu mungkin saja hatinya tidak akan terbebani lagi.

Manusia tidak bisa hidup sendiri itu memang benar adanya.

" Tapi Arata-kun… apa kau yakin ingin mendengar cerita yang membosankan ini? Mungkin akan memakan waktu yang cukup lama loh. " Ucapnya dengan senyuman kecut yang diperlihatkannya kepadaku.

" Tidak masalah, meski membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menceritakannya, aku akan tetap mendengarkan semuanya sampai selesai. "

" Kau memang aneh ya Arata-kun. "

" Terima kasih. Akan aku anggap itu sebuah pujian dari mu. "

Terlihat Kuruna saat ini sedang menarik napasnya dalam-dalam dan menghembuskan nya secara perlahan. Mungkin dia sedang mencoba untuk menenangkan dirinya.

Apa membicarakan cerita masa lalunya itu terlalu berat baginya?.

" Dari mana ya aku mulai ceritanya ah mungkin dari situ dulu.Mereka berdua, orangtua ku mulai menjadi seperti itu pada saat awal aku masuk kelas 4 sekolah dasar, ya... ini adalah cerita yang menurut ku tidak perlu diungkit, hehe.. " Katanya dengan terkekeh pelan, namun dia meneruskan ceritanya.

" Saat itu ayahku baru pulang dari pekerjaan luar kota nya dan hendak ingin bermain dengan ku, lalu tiba - tiba ibuku datang dan memarahinya. Aku yang waktu itu tidak tahu apa-apa hanya bisa melihat mereka bertengkar dari balik dinding ruang tamu dan tidak mengganggu mereka. Awalnya mereka hanya bertengkar menggunakan lisan tapi lama - kelamaan mereka menggunakan fisik,dan sejak pada saat itu juga ayahku menjadi seorang yang tempramen. "

Jika aku bisa menebaknya, maka tebakan ku kenapa mereka berdua bisa bertengkar mungkin karena ayah Kuruna melakukan apa yang seharusnya ia tidak lakukan dalam seumur hidupnya.

Pengkhianatan adalah hal yang paling tidak kusukai di dunia ini. Terutama bagi wanita yang sudah menyerahkan kehidupannya kepada seseorang yang ia sayangi.

Jika saja Kuruna bertemu dengan ku yang masih ingin menjadi seorang tokoh utama, mungkin aku dapat membantunya dalam masalah yang sedang mengikatnya saat ini.

Tapi sayangnya aku yang dulu telah direnggut oleh yang namanya takdir. Aku tidak bisa mencari ataupun menemukan orang yang memiliki pemikiran seperti ku dulu.

Aku yang saat ini hanya bisa mengandalkan waktu dan usaha saja. Menunggu dan bekerja keras adalah hal yang perlu dilakukan oleh Kuruna saat ini.

Aku juga tidak ingin Kuruna sampai menjadi seperti ku yang sekarang. Orang yang selalu menghindari masalah dan tidak mau menghadapinya.

Sifat karakter seperti itu, tidak seharusnya Kuruna mempunyai nya.

" Berulang kali Ayahku.. selalu melampiaskan amarahnya kepadaku jika ibuku tidak ada, dan aku hanya bisa menerima kenyataan itu. Sayangnya adikmu sudah tahu luka yang ada di sekujur tubuh ku jadi tolong beritahu dia jangan bicara apapun tentang luka ini. Aku tidak ingin dia tahu kalau aku adalah anak yang tidak dapat berbakti kepada orang tua nya. "

Berbakti kepada orang tua? Apa kau sebut semua yang kau alami sampai sekarang adalah baktimu kepada mereka berdua?.

" Jangan bercanda Kuruna. Kau bilang itu merupakan baktimu kepada mereka? Jangan membuatku tertawa. "

" Lalu apa yang harus aku lakukan?. "

Seketika itu nada bicara Kuruna bergetar seperti sedang menahan sesuatu. Kulihat kedua tangannya mengepal dengan erat disertai badannya yang bergemetaran tersebut.

Melihat sikapnya tersebut aku jadi menyadari sesuatu dan pada saat yang bersamaan sebuah pertanyaan pun terlintas seketika.

Apa yang bisa dilakukan Kuruna pada saat ini semua dimulai dulu?.

Dia hanya seorang anak kecil yang membutuhkan kasih sayang orang tuanya. Dan yang bisa dilakukan Kuruna untuk merelai mereka tentunya dengan usaha yang ingin ia perlihatkan kepada mereka berdua.

Dia telah berjuang selama ini dan masih belum mendapatkan apa yang dia inginkan.

Ini…

Benar-benar menyebalkan?.

" Aku sudah mencoba semua yang kubisa agar mereka berdua berbaikan lagi!. "

Kali ini Kuruna meninggikan suaranya seperti sedang mengutarakan seluruh isi pikiran nya kepadaku.

" Aku belajar dengan baik agar mereka bisa memujiku, aku mendapatkan peringkat tertinggi di kelas hanya untuk mendapatkan pujian dari mereka berdua. Aku menjadi penurut agar mereka berdua bisa menjadi seperti dulu lagi. Aku menyerahkan seluruh hidupku ini untuk mereka agar mereka bisa kembali menjadi ayah dan ibu yang aku sayangi seperti dulu lagi. Akan aku lakukan apapun itu demi mereka… "

" Sudah cukup Kuruna… "

" Apa? "

" Kau bilang semua itu adalah baktimu mu kepada mereka berdua!? Kedua orang yang bahkan tidak melirik sedikitpun dari kebaikan anaknya sendiri!? Permainan macam apa yang sedang kalian lakukan hah!?. "

Marah dan juga sedih, ya… itulah yang tengah kurasakan saat ini. Apa yang Kuruna lakukan untuk kedua orang tuanya itu hanya sebuah pengorbanan tanpa ada imbalan sama sekali.

Dari semua yang kudengar hingga saat ini dan yang bisa kusimpulkan adalah…

Sebenarnya… siapa orang dewasa di keluarga Kurugaya?.

Tentunya jawabannya adalah Kuruna sendiri.

Dia seperti mencoba memberikan permen kepada mereka berdua agar tidak bertengkar lagi dan tidak meneruskan kebodohan yang mereka lakukan. Kuruna selalu berjuang hanya untuk menyadarkan kembali kedua orang tuanya namun semua usaha yang dia lakukan sama sekali tidak dilirik oleh mereka.

Aku… benar-benar…

" Kau tidak tahu apa-apa… "

" Hm?. "

Suara lirih itu terdengar di telinga ku dan menyadarkan ku dari pemikiran ku tadi.

" Orang seperti mu tidak akan pernah tahu apa yang kami rasakan selama ini. "

" Apa… "

" Kau… tidak tahu apa-apa… jadi sudahlah… tolong… jangan ikut campur. "

Perlahan Isak tangis Kuruna terdengar saat ini. Air mata yang tadi ia tahan akhirnya jatuh seperti sedang menyiratkan seberapa menderitanya selama ini karena kedua orang tuanya itu.

Tubuh yang terluka akibat perlakuan yang kejam dari kedua orang tuanya itu merupakan salah satu tanda bahwa dia menderita dan menahannya selama ini.

Akhirnya aku tahu… kenapa dia sampai memaksakan senyumannya tersebut di depan orang lain.

Dan seketika itu diriku sendiri berkata…

Aku ingin melihat senyuman indah yang tidak dipaksakan dari wajah cantiknya tersebut.

Ya.

Aku ingin melihatnya.

" Kuruna… aku akan tetap membantumu. "

" Apa? Sudah kubilang jangan ikut campur bukan!? Kau tidak tahu apa-apa jadi kau hanya bisa mengatakan apa yang menurut mu benar. "

" Ya aku tahu. "

" Kau sendiri bahkan lari dari kenyataan dan tidak berani menghadapinya langsung seperti yang dikatakan adik mu tadi!. "

" Ya… itu benar. "

" Orang seperti mu tidak akan pernah tahu apa yang sudah kami lalui selama ini! Jangan ikut campur dasar Arata-kun bodoh!. "

" Ya… kau boleh memanggil ku dengan sebutan apapun. Orang bodoh, tukang ikut campur, apapun itu kau boleh menyebutku sebagai apa. Tapi yang jelas… "

Ya, itu benar. Apa yang dikatakan Kuruna tadi memang benar. Orang luar seperti ku tidak tahu apa-apa tentang keluarga mereka.

Aku hanyalah seorang anak yang suka ikut campur kedalam masalah orang lain dan berharap suatu hari nanti aku akan diakui sebagai seseorang yang berarti bagi mereka semua.

Aku mengorbankan seluruh perasaanku untuk kebahagiaan mereka yang meminta tolong kepada ku.

Aku selalu berada disisi mereka disaat mereka ingin meminta bantuan kepadaku.

Bukankah kehidupan ini jauh lebih baik jika aku melakukan semua itu? Mendapatkan rasa terima kasih dari orang lain, dapat bergaul dengan mereka secara mudah dan mendapatkan kepercayaan mereka.

Bukankah itu adalah hal yang terbaik yang pernah ada?.

Tapi pada akhirnya semua itu hanya sebuah ilusi belaka. Tidak ada yang namanya rasa terima kasih yang sesungguhnya, tidak ada namanya sebuah kepercayaan yang diberikan kepadaku.

Pertemanan yang kukira akan berlangsung lama itu hanya sampai pada akhir yang menggelikan.

Pengkhianatan, tuduhan palsu, kebencian. Aku sudah cukup untuk mengalaminya di dalam kehidupan ku ini.

Ya, itu benar.

Ini sudah cukup untuk ku, bahkan untuk Kuruna.

" Ulurkan saja tanganmu dan mintalah bantuan, itulah yang harus kau lakukan Kuruna. "

" Apa kau pikir aku tidak melakukan apa yang kau katakan itu Arata-kun! Aku sudah berulang kali mengulurkan tanganku ini kepada seseorang tapi tetap saja tidak ada yang ingin membantu ku. Aku hanya bisa memendam rasa sakit ini untuk diriku sendiri dan tidak ada yang ingin berbagi denganku. Aku… sudah tidak tahan lagi. Tidak ada lagi… yang akan mau mengambil uluran tangan ku ini bahkan dirimu... "

Dia pun menundukkan kepalanya kembali dan mengeratkan genggaman tangannya. Seperti yang nenek itu tadi bilang kepadaku, aku hanya bisa memikirkan teman - temannya yang tidak pernah datang, tetangga - tetangganya yang hanya bisa menyemangatinya bahkan kerabat pun tidak ada yang mau mengulurkan tangan mereka kepada gadis ini.

Dia yang hanya berdiam diri dan hanya bisa menunggu seseorang untuk menyelamatkan nya, dia hanya bisa menunggu dan terus menunggu sampai orang itu datang.

Sudah jelas aku tidak mau menjadi orang itu, jika itu terjadi maka aku akan mengkhianati motto yang sudah kubangun selama 4 tahun lamanya ini. Jadi... aku... tidak akan pernah bisa melakukannya.

" Bahkan kau tidak bisa menjawabnya, kau bilang aku hanya perlu mengulurkan tangan bukan? Itu sangatlah mudah untuk dilakukan, tapi adakah orang yang mengulurkan tangannya untukku? Tidak ada Arata-kun... bahkan kau sendiri yang terlihat ragu seperti itu tidak pantas menceramahi ku seperti ini. "

Ya... kau memang benar, aku hanya bisa menceramahi mu dan memberikan saran dan bahkan itu juga tidak tahu apakah bisa atau tidak, yang hanya bisa aku lakukan adalah melihat sampai akhir tanpa bertindak.

Itulah diriku yang sekarang, aku tidak membencinya karena hidupku yang sekarang tidak pernah mengkhianati ku. Aku menyukai tempat ini aku menyukai sifat ku yang sekarang, maka dari itu.

" Aku bisa Kuruna… " Ucapku mengulurkan tangan kananku.

" Kau tidak bisa Arata-kun… " Dia pun menepis uluran tangan kanan ku.

" Aku akan membantu mu.. aku akan selalu membantu mu jika sesuatu terjadi kepada mu, akulah yang akan menjadi orang pertama yang akan membantu mu, maka dari itu... "

Aku pun mengulurkan tanganku ke Kuruna kembali. Melihat apa yang sedang kulakukan saat ini, Kuruna hanya bisa memandang tak percaya kepadaku.

Mungkin ini merupakan salah satu keegoisanku yang ingin membantu Kuruna untuk mendapatkan happy ending untuknya.

Ya… tidak apa-apa.

Aku bisa, hanya untuk dirinya akan aku lakukan. Mungkin ini tugas terakhir ku menjadi seorang tokoh utama di kehidupan ku ini.

Jadi akan aku hiraukan mottoku itu untuk membantu Kuruna.

Mungkin jika adikku mengetahui apa yang sedang kupikirkan saat ini dia akan bertanya 'kenapa kakak melakukannya sampai sejauh itu?.'

Maka akan ku jawab.

Aku hanya ingin melihat senyuman tulusnya saja. Tanpa ada beban, tanpa ada rasa sakit, tanpa ada kesedihan.

Ya, hanya itu yang kuinginkan.

" Jadi... percayalah... bahwa aku akan selalu ada untuk membantu mu setiap saat, aku tidak peduli apa yang menjadi halangan ku, aku akan menerobos nya jika itu demi mu Kuruna... jadi percayalah kepada laki-laki yang kau sebut bodoh ini. Tolong percayalah kepadaku... kepada Katsuragi Arata ini. "

Dia hanya bisa terdiam dan mendengarkan semua apa yang aku katakan, lalu seketika itu air matanya mengalir dan dengan cepat dia memelukku dan menangis sekencang-kencangnya.

Bahkan diriku sendiri... tidak... bahkan hatiku juga dibuat menangis olehnya. Suara yang penuh dengan kelegaan menggema dikedua telinga ku dan pada saat itu juga kelegaan juga menghampiri diriku.

" Kenapa... kenapa… " Dia memukul dada ku dengan pelan sambil menangis.

" Kenapa kau baru datang sekarang… kenapa… "

Ruangan ini hanya dipenuhi suara tangisnya saja, aku tidak mau mengganggu untuk sekarang, biarlah semua beban pikirannya hilang secara perlahan saat ini.

Maka dari itu..

" Percayalah kepadaku. Aku akan mengakhiri penderitaan mu itu Kuruna "

" Ya... ya... aku akan percaya kepada mu... Arata-kun... terima kasih... "

Beberapa menit kemudian dia tertidur di pangkuan ku setelah ia menangis mengeluarkan seluruh beban pikirannya selama ini.

Aku terus mengelus kepalanya berharap dia memiliki mimpi indah malam ini, matanya yang membengkak karena menangis itu membuat ku ingin selalu menjaganya.

Mungkin bisa dibilang apa yang aku katakan tadi seperti sedang menyatakan perasaan ku kepadanya.

Benar-benar bodoh.

Tidak mungkin aku bisa bukan? Aku hanya ingin melihat senyuman tulusnya saja sebagai imbalannya.

Ya, Tidak lebih dari itu.

Lalu akhirnya aku pun memutuskan untuk membopong nya dan menidurkannya di kasur ku yang berada di samping ku ini.

Aku tidak tahu...

Aku sama sekali tidak tahu bahwa ada yang lebih buruk masalah nya dari pada masalah yang menimpaku, dia terus bertahan selama ini bahkan dia lebih lama menderita daripada ku.

Dijauhi oleh semua orang dengan maksud mereka takut dengan kedua orang tua Kuruna.

Dia sudah berjuang, dia sudah berusaha dengan keras dan tidak lari dari masalah yang menimpa nya itu, sedangkan aku...

Aku hanya bisa lari dari kenyataan dan menutup diriku dari dunia yang kejam ini, tidak mau berusaha untuk menghadapinya.

Dasar.. aku memang terburuk dari yang terburuk, tapi aku sama sekali tidak menyesal sedikitpun karena telah berubah.

Karenanya aku bisa bertemu dengan Kuruna.

Setelah keluar dari kamarku, aku pun turun dari lantai 2 dan menuju ke ruang tamu. Disana terdapat dua sofa panjang berwarna abu - abu.

Dan saat ini mereka lah yang akan menemani malam ku, tidak ada bantal dan tidak ada selimut.

Cukup setimpal bukan?.

" Kakak... "

Aku pun menoleh ke arah suara tersebut yang tepat nya berada di belakang ku. Dan kemudian secara tiba-tiba bantal berwarna putih menghantam wajah ku saat ini serta selimut tebal pun ikut menutupi seluruh tubuh ku.

Saat selimut itu aku turunkan dari wajah ku, aku melihat adik ku Shiori membawa bantal dan satu selimut lagi di kedua tangannya. Apa ini… apa dia akan menemani ku tidur malam ini?.

" Aku sudah besar Shiori, jadi kembalilah ke kamarmu. " Kataku dengan menaruh bantal di sofa serta menyiapkan selimut yang tadi dilempar oleh Shiori.

" Tidak... aku mau tidur dengan kakak ku saat ini, jarang sekali bukan? Kita bisa tidur berdua... " Tegasnya.

Shiori yang tadi hanya diam di tempat dan berbicara tadi beranjak ke sofa satunya dan dengan cepat dia menyelimuti dirinya sendiri.

Ah… dia benar-benar adik yang merepotkan rupanya. Setelah melihat tingkah laku adikku itu aku pun merebahkan diriku diatas sofa yang satunya lagi.

" Aku tidak bisa menjamin keselamatan mu lo Shiori. "

Asalkan kau tahu ini peringatan ku yang terakhir Shiori.

" Tenang saja... aku tidak akan lengah sedikit pun. "

Saat kami sudah siap tidur di tempat masing-masing, Shiori hanya memandang langit - langit rumah kami.

Dan aku yang menyadari tingkah lakunya saat ini hanya bisa membiarkan nya dan melanjutkan tidur ku, namun...

" Biarkan aku yang bertanya terlebih dahulu... jadi.. apa yang ingin kau tanyakan?. " Tanya ku kepada Shiori.

Benar... tidak mungkin Shiori tidak menuntut ku untuk bicara kepada ku tentang apa yang terjadi dikamar ku tadi.

Mendengar suara tangisan Kuruna yang begitu kuat mana mungkin dia tidak dengar dan penasaran kan?.

Jika aku dihadapkan dalam situasi seperti Shiori aku tidak akan melakukan apapun dan hanya bisa menunggu hasil akhirnya saja.

Tapi jika memang ada kesempatan untuk bertanya kenapa tidak?.

" Aku tidak mengerti apa maksud mu kak, tapi... ada satu hal yang ingin aku ketahui. "

Dia tidak ingin menanyakan apa yang terjadi tadi? Biar aku tebak... apa dari awal sampai akhir kau mendengar percakapan kami.

Memang gelar murid terhormat itu bukanlah main - main, apa mungkin juga Shiori anggota osis disekolah SMA nya?.

" Apa itu?. " Tanyaku tanpa menunjukkan tanda kecurigaan kepada nya.

" Luka yang ada di sekujur tubuh Kuruna - san itu... sebenarnya apa yang terjadi kepadanya?. "

Sudah kuduga. Tidak dari awal aku sudah menduganya kalau Shiori akan bertanya tentang luka yang ada di sekujur tubuh Kuruna.

Mungkin saat dia merawat Kuruna tadi dia hanya bisa menahan rasa keingintahuan itu karena Shiori tahu bahwa dia tidak seharusnya bertanya kepadanya tentang luka tersebut.

Dia tidak memiliki keberanian untuk bertanya saat itu.

Dan satu-satunya untuk menghilangkan rasa penasarannya tersebut dia menunggu ku dan bertanya kepadaku tentang luka tersebut.

Kuruna tadi bilang kepadaku kalau aku tidak boleh memberitahu adikku soal luka yang ada disekujur tubuhnya tersebut.

Tapi mengingat kalau saat ini yang bertanya adalah Shiori adikku sendiri, maka aku tidak bisa berbohong kepadanya. Karena dia pasti akan ikut terlibat jika dia mencari tahu sendiri soal luka tersebut.

Baiklah, aku bisa percaya kalau adikku ini bisa berpikir jernih setelah mendengar tentang luka yang ada pada di tubuh Kuruna.

" Tidak mungkin aku menceritakan ulang tentang apa yang aku bicarakan tadi dengannya bukan? Langsung ke poin penting dari pertanyaan mu saja... itu semua perbuatan kedua orang tuanya. "

Bisa dibilang mungkin hanya perbuatan ayahnya saja.

Shiori saat ini terkejut dengan apa yang aku katakan, ya.. siapa saja akan terkejut bila mendengar hal ini tapi dia tidak terlalu terkejut dengan apa yang aku katakan yang artinya kecurigaan ku benar tentang dia yang menguping pembicaraan kami berdua tadi.

Baiklah, akan aku ikuti alur permainan mu.

" Mereka sungguh kejam... jadi.. kenapa mereka bisa berbuat seperti itu kepada nya?. "

" Mungkin kau bisa menyebutnya sebagai masalah suami istri, dan dia pun yang terkena imbasnya. " Jelasku.

Lalu ada sedikit jeda pada saat dia ingin mengucapkan apa yang ada dipikirannya saat ini. mungkin dia sedang memikirkan kata apa yang cocok untuk melanjutkan percakapan ini.

" Semua masalah pasti akan datang kepada kita bukan? Tapi hanya kita yang harus tahu bagaimana caranya kita menanggapi masalah tersebut, bukankah begitu kakak?. "

" Aku tidak tahu kau belajar darimana merancang kata - kata seperti itu tapi yang kau katakan memang benar, manusia itu selalu melakukan apa yang menurut mereka yang paling benar, meskipun itu bisa membuat penyesalan di kemudian hari, tapi tetap saja mereka berpikir bahwa mereka yang paling benar diantara yang lain dan merasa harus diberikan sebuah penghargaan, tapi itu hanya pemikiran yang dangkal saja, mereka tidak memikirkan bagaimana dampak yang akan terjadi di sekitar mereka, ego manusia sangatlah tinggi, tidak mudah untuk merubah nya. "

Itulah kenyataannya, dari pengalaman hidup ku yang dulu aku belajar semua itu, bahkan diriku sendiri pernah melakukan hal semacam itu.

" Kakak.. "

" Ya?. " Aku pun menoleh ke arah Shiori yang sedang terbaring di sofa sebelah ku.

Dia hanya memberikan ku sebuah senyuman lembut, dan aku pun sedikit terkejut dengan apa yang ia lakukan. Bisa dikatakan kalau dia adalah adikku yang paling cantik.

Jika aku diberikan service seperti ini terus-menerus mungkin sifat siscon ku akan tiba - tiba bangkit dan membuat kisah ku yang baru.

" Aku senang mempunyai kakak seperti mu. "

Setelah sekian lama, hari ini adalah hari pertama kalinya dia memujiku. Aku dibuatnya tersenyum karena ucapannya itu dan mengalihkan pandanganku darinya lalu berkata.

" Terima kasih Shiori... selamat tidur. "

" Ya... sama - sama, mimpi indah kakak. "

Itulah kata - kata terakhir dari Shiori sebelum kami berdua tidur terlelap di malam hari ini.

Detik kan jam dinding rumah ku pun berbunyi sama seperti biasanya, entah kenapa hari ini aku tidak bisa tidur dengan nyaman.

Ada rasa khawatir yang begitu besar di dalam diriku setelah mendengar cerita dibalik perempuan yang bernama Kurugaya Kuruna ini.

Jam sekarang menunjukkan pukul setengah enam pagi menandakan bahwa pada saat ini aku bangun terlalu awal, ini terlalu pagi bagiku untuk melakukan aktivitas rutin ku.

Ya tidak apa - apa lah...

Shiori pun masih tertidur dengan lelapnya di sofa sebelah ku mungkin sesekali aku harus menggantikannya memasak itulah yang aku pikirkan saat melihat wajahnya yang terlelap.

Baiklah.. sebagai tanda terima kasih ku kepada nya kali ini aku yang akan memasak sarapan pagi, tapi yang menjadi masalahnya adalah apa yang harus aku masak untuk sarapan pagi?.

Terserahlah...

Pada saat aku menuju ruang makan aku mendengar suara seseorang sedang memasak. Pada saat aku menuju ke arah sumber suara tersebut aku melihat seorang perempuan berambut hitam sedang memasak sambil bersenandung ria.

Aku menghembuskan napas lega setelah mengetahui kalau Kuruna lah yang berada di ruang makan dan sedang memasak untuk sarapan pagi.

Tunggu kenapa dia yang memasak? Kenapa aku lega setelah melihatnya sedang menggunakan dapur rumahku.

Entah kenapa apa yang ingin kulakukan tadi tiba-tiba pergi menghilang begitu saja.

" Jadi... sedang apa kau disini?. " Aku pun langsung bertanya kepada perempuan yang memiliki rambut hitam yang mana pada saat ini sedang memasak sarapan pagi untuk kami.

" Selamat pagi Arata-kun seperti yang kau lihat, aku sedang memasak sarapan pagi untuk kalian. "

Dia memasak makanan itu dengan senyuman yang menghiasi wajahnya, aku tidak begitu senang dengan ini semua meskipun dia terlihat senang dengan apa yang ia lakukan.

" Kembalikan semangat juang ku tadi.. " Gerutu ku.

" Eh?, Apa kau barusan mengucapkan sesuatu?. "

" Tidak, lupakan itu, seharusnya kau tidak perlu memasak, kau tamu disini jadi biarkan aku yang menggantikan mu memasak. "

" Tidak perlu. " Dia menjawab dengan tangan kanan memegang pisau dan tangan kiri memegang satu buah bawang merah.

" Kalau sudah begini, aku tidak bisa melakukan apa - apa rupanya... baiklah akan aku tunggu di meja makan, aku harap kau berhati-hati dengan pisau itu. "

" Eh? Tidak siap - siap pergi sekolah?. "

" Jangan bercanda... ini terlalu pagi untukkwuu... " Jawab ku dengan menguap.

Memang benar ini terlalu pagi untukku. Jadi aku harus menghemat tenaga ku untuk menghadapi buku pelajaran dan ocehan sensei yang ada di kelas nanti.

" Aku dengar laki - laki suka dengan calon istri yang bisa memasak apa itu benar?. " Katanya dengan memotong bawa merah menjadi ukuran kecil - kecil.

" Jadi alasan anak perempuan memasak agar bisa menjadi seorang istri yang ideal bagi suami nanti?. "

" Ya... apa itu salah?. "

Tidak, itu tidaklah salah kebanyakan para laki - laki lebih suka makan makanan buatan istri daripada masakan buatan seseorang atau makanan cepat saji.

Jadi menurutku itu tidaklah salah sepenuhnya.

" Tidak, tidak ada yang salah dari semua perkataan mu, tapi meskipun laki - laki itu tidak dapat perempuan yang bisa memasak dia tahu apa yang terbaik bagi keluarga nanti, laki - laki hanya ingin istrinya setia mendampingi nya senang maupun susah, masalah memasak itu bisa diurus nanti. "

" He... begitu ya, jadi kalau boleh tahu apa tipe perempuan yang kau sukai?. "

Hm... tipe perempuan yang aku sukai ya, ah... bagaimana kalau dengan itu.

" Sederhana sepertinya bagus juga, tapi yang paling penting dia mau menjaga orang sepertiku, yang tidak mempunyai apa - apa selain keyakinan yang ada di dalam dirinya. " Kataku dengan bangga.

" Apa seperti itu saja?. "

" Ya... Dan juga aku mau dia seorang yang pekerja keras, soalnya aku akan berdiam diri di rumah selama nya. "

" Be-begitu ya.. "

Mungkin harapannya seketika runtuh saat aku berkata seperti itu.

" Ya.. " Jawabku singkat.

Tipe pekerja keras itu hanya sebuah kebohongan belaka, lagi pula siapa yang mau istrinya menggantikan dirinya dalam mencari nafkah? Itu namanya pria yang tidak bertanggung jawab meskipun aku juga mau berdiam diri di rumah sedangkan seseorang menggantikan aku untuk mencari nafkah.

Tidak - Tidak, kalau begitu aku bisa gagal menjadi seorang suami kan?.

" Ah! i-ini cukup sakit ya. "

Pemikiran ku tentang rencana kehidupan yang aku idamkan menghilang seketika saat aku mendengar suara rintihan kesakitan dari mulut Kuruna, sepertinya dia tergores pisau, tidak tinggal diam aku pun beranjak ke tempat Kuruna yang saat ini sedang kesakitan.

" Sudah aku bilang bukan? Biarkan aku yang memasak. " Aku pun memegang pisau yang sedang dipegang olehnya namun dia menahannya agar pisau itu tidak jatuh kedalam genggamanku.

" Tidak... aku tidak mau. "

Hoi - hoi, ini rumah siapa coba? Sebagai seorang tamu juga ada batasan nya apa kau tahu?.

" Sudahlah... diam disana dan obati luka mu itu. "

Aku pun mengambil pisau yang Kuruna pegang tadi secara paksa dan tangan kiri ku bergerak seperti orang yang mengusir kucing dari rumah.

Kuruna yang melihat ku bertingkah seperti itu hanya bisa menggelembungkan kedua pipinya. seperti tidak terima atas perlakuan ku kepadanya.

Aku yang melihat tingkah laku Kuruna hanya bisa menghela napas panjang dan berpikir kenapa dia begitu keras kepala? Apa ini Kurugaya Kuruna yang sebenarnya?.

Yang ku tahu kemungkinan besar dia ingin berterima kasih untuk yang kemarin malam. Baiklah, kalau kau yang memaksa akan aku minta balasannya.

" Setelah kau obati lukamu itu, cepatlah kemari dan bantulah aku. Sebenarnya aku hanya bisa memotong dan tak pandai dalam memasak, jadi mungkin aku akan membiarkanmu mengurus penggorengannya. " Kataku.

Sepertinya dia terkejut dengan apa yang aku katakan tapi itu tidaklah penting, kali ini akan aku buat makanan untuk adik dan tamu ku yang keras kepala itu meskipun aku bohong kalau aku tidak bisa memasak.

Setelah beberapa menit berlalu adik ku pun datang dengan mata yang masih mengantuk dan entah kenapa tiba-tiba rasa kantuknya menghilang saat melihat diatas meja makan terdapat nasi goreng di ketiga piring.

" Jadi... apa yang kalian berdua lakukan?. " Tanya nya sambil memastikan nasi goreng itu menggunakan sendok.

" Sudah jelas bukan? Kita membuat sarapan. " Jawabku.

" Oh, begitu. "

Kuruna dan aku hanya bisa melihat adik ku Shiori yang sedang mengamati masakan yang kami berdua buat tadi.

" Siapa yang membuat ini?. " Tanya nya lagi.

" Kuruna yang mengurus nasi nya, lalu sisanya aku.. "

" Ya.. itu benar. "

" Begitu ya... kalau begitu syukurlah. "

Tunggu sebentar Shiori seperti nya kau tidak ingin memakan sarapan yang aku buat sendirian, buktinya kau sama sekali tidak percaya dengan kemampuan memasak ku.

Saat aku melihat kearah jam dinding angka sudah menunjukkan ke pukul 7 dan itu sebenarnya sudah gawat, jika diteruskan maka tamatlah riwayat kami bertiga.

" Shiori.. "

" Ya? Ada apa Kak?. "

" Sebenarnya aku tidak mau mengganggu urusan mu tapi lihatlah jam berapa sekarang. Kalau kita tidak bergegas pergi ke sekolah, kita semua bisa terlambat apa kau tahu?."

" Ah!! Kakak benar. "

Shiori pun terkejut saat melihat jam dinding rumah menunjukkan angka 7 lebih 2 menit itu dan akhirnya kami bertiga sarapan dengan tenang.

Ending yang bahagia.

Setelah acara sarapan pagi selesai kami berdua berjalan menuju ke tempat sekolah kami, terlihat beberapa bunga sakura berjatuhan dan diiringi dengan keceriaan murid - murid yang berlalu lalang.

Lain halnya dengan kami berdua.

di depan ku saat ini ada Kuruna yang berjalan dengan memandangi bunga - bunga sakura yang berjatuhan dengan wajah senangnya itu sedangkan aku hanya bisa mengamatinya dari kejauhan.

Jika kami berdua berjalan berdampingan, maka gosip yang tidak bertanggungjawab akan beredar dengan cepat.

Seperti Kurugaya Kuruna ternyata mempunyai kekasih secara diam - diam, dan akhirnya aku pun menjadi sorotan di kelas, itu seperti nya kehidupan yang sangat mengerikan, dan juga...

" Nee... Arata - kun. "

" Sudah aku bilang jangan ajak aku bicara bukan?. "

" Ya... maafkan aku jika aku salah tapi aku ingin berterima kasih, dan aku juga bersyukur kalau kau telah membawa ku kerumah mu."

" Baiklah - baiklah, kau bisa berterima kasih saat masalah mu sudah selesai. "

" Ya... kau benar juga ya."

Pada akhirnya ini semua berjalan dengan lancar tapi ada sesuatu yang belum aku lakukan dan ini butuh bantuan Kuruna.

" Kuruna.. nanti istirahat makan siang, apa kau bisa datang ketempat itu?. "

" Hm? Tempat apa?. "

Ini memalukan. Mengajaknya pergi ke tempat biasanya yang selalu kugunakan untuk sendiri dan menjauh dari murid-murid yang lain, ini benar-benar memalukan.

" Ah... tidak lupakan saja apa yang aku katakan tadi. "

Namun… pada akhirnya dia pun menjawab setelah aku menghentikan ucapan ku tadi.

" Baiklah aku akan datang, apakah paman itu akan ada disana?. "

Dia pura - pura tidak mendengarkanku ya tadi.

" Baguslah kalau kau akan datang tapi kau tidak seperti biasanya… "

" Hei Arata-kun... bukankah aku akan datang meskipun kau tidak mengajak ku kesana?. "

Aku hanya tersenyum tipis saat dia mengatakan hal itu. Ya apa yang dia katakan memanglah benar, meskipun aku tidak mengajak nya dia akan datang dengan sendirinya sama seperti yang waktu itu.

Ya... sama seperti waktu itu.

Tetapi, mungkin hal itu tidak akan pernah datang.

Karena saat ini…

Dihadapan kami semua yang ada di kelas termasuk sensei sendiri.

Dikejutkan oleh seorang pria yang memakai kemeja biru dengan celana hitam disertai sepatu kantoran nya yang saat ini sedang berdiri dihadapan kami semua.

" Ayah... "

Itu yang dikatakan oleh Kuruna saat dia ada dibelakang ku, lebih tepatnya di bangku yang ia duduki saat ini.

Aku hanya bisa berdecak kesal bahwa aku lupa atas kemungkinan terjadinya event dadakan seperti ini.

Bodoh nya aku ini.

" Dimana Kurugaya Kuruna. " Tanya nya dengan wajah penuh kesal.

" Ah maaf, siapa bapak ini?. "

Sensei pun menanyakan tentang orang asing yang ada di hadapannya dengan gaya bicaranya yang sedikit formal itu.

" Aku adalah ayah Kuruna, kemarin dia tidak pulang dan aku mencari di rumah teman - temannya yang aku kenal, tapi dia tidak ada disana. "

" Kurugaya Kuruna - san apa itu betul?. "

Sensei pun menanyakan kebenaran nya kepada Kuruna, namun Kuruna berdiri dengan cepat tapi disaat yang sama dia ketakutan nasib baiknya dia masih bisa menjawab pertanyaan sensei tersebut dengan baik.

" I-iya sensei. "

" Kuruna, dari mana saja kau? ayah sangat khawatir apa kau tahu itu?. "

Dia berbicara dengan lembut dan tenang bisa disebut dia sedang memperlihatkan wajah poker face nya. Apa dia sedang bersandiwara di depan semua nya?

Dan di saat yang bersamaan para murid di kelas ku berbicara dengan nada pelan dan aku tahu betul apa yang mereka bahas saat ini.

Membuat orang tua datang ke sekolah dan membuat sedikit keributan itu memang kejadian yang jarang terjadi bahkan 10% tidak akan terjadi kejadian seperti ini.

Ini gawat, bisa - bisa reputasi Kuruna jatuh kalau begini terus.

" Sensei, boleh kah aku mengajak pulang Kuruna saat ini? Ibunya sangat khawatir dirumah. "

Setelah medengar permintaan Ayah Kuruna tersebut, sensei pun mulai berpikir sejenak dan kemudian berkata dengan tenangnya.

" Saya adalah wali kelasnya, masalah boleh tidak boleh nya Kuruna pulang saya yang akan bertanggung jawab soal itu. Ini mungkin juga akibat kelalaian saya karena tidak memperhatikan murid - murid saya, tapi sebelum itu bukankah kita harus tahu dulu siapa yang membawa putri bapak kemarin.. tidak mungkin kalau pelakunya bukan diantara mereka. " Sensei berkata seperti itu sambil menoleh ke arah kami semua.

Sensei... kau serius?.

" Ya sensei memang benar, agar tidak terjadi kembali hal yang serupa kita harus bertindak secepatnya bukan?. " Tambahnya dari ayah Kuruna.

Dan dengan wajah yang memelasnya ia menoleh ke arah kami semua yang ada di kelas ini kecuali sensei yang menunjukkan raut wajah marahnya.

" Baiklah... apa kalian dengar semua?. "

*Bruak* suara dari papan tulis yang di hantam dengan kepalan tangan sensei terdengar di seluruh kelas ini, sensei saat ini benar - benar marah besar kami semua hanya bisa terdiam dan tak bisa berbicara apa - pun, mereka yang tadi membicarakan Kuruna juga terdiam karena ketakutan.

" Siapa... yang membawa Kuruna tanpa izin orang tua nya."

Bagaimana ini? Apa aku harus berkorban atau bagaimana? Apakah ini akhir dari kehidupan ku yang tenang?.

Tapi setelah sensei marah, dengan cepat ayah Kuruna ini berkata.

" Sensei sepertinya saya tidak mau memperpanjang masalah ini jadi tolong jangan diperpanjang lagi yang terpenting Kuruna telah ditemukan itu sudah membuatku senang, ayo Kuruna kita pulang ibumu sangat mengkhawatirkan mu saat ini. "

" Kuruna-san, pulanglah dan minta maaf kepada kedua orang tua mu saat ini. "

Kuruna hanya bisa mengangguk dan membuang pandangannya ke bawah dan disaat bersamaan dia mulai mengemasi barang - barang sekolah nya. Aku hanya bisa mendengar suara barang - barang nya yang ia masukkan ke dalam tas dalam keadaan diam mematung tanpa bisa melakukan apa-apa untuknya.

Setelah ia mengemasi barang bawaannya, dia pun menghampiri ayah nya, satu langkah, dua langkah, dan tiga langkah Kuruna pun berhenti tepat disampingku dan berkata.

" Terima kasih. "

Itulah yang aku dengar, kata - kata singkat itu membuat dadaku terasa sesak bukan main, dan mataku tertuju ke punggung Kuruna.

Apakah yang aku ucapkan kemarin malam hanya sekedar omong kosong yang keluar dari mulut ku? Apakah ini akhirnya? Bahkan aku sendiri tidak bisa bertindak untuk menyelamatkan Kuruna.

Padahal aku sudah bilang kepadanya, walaupun ada yang halangan yang mencoba menahanku aku akan menerobos dan menghancurkan nya, dan menjadi seseorang yang pertama yang akan menyelamatkan nya.

Itulah tekad ku.

Aku merasakannya, jika aku tidak mengambil tindakan ini maka besok aku tidak akan pernah melihatnya kembali, Kuruna akan menghilang tanpa aku ketahui.

Oleh karena itu aku harus melakukannya.

" Ayo Kuruna... terima kasih sensei."

Aku sudah muak dengan gaya bicaranya, apa dia bermaksud untuk menjadikan anaknya sendirian lagi? Aku yakin setelah ia sampai rumah Kuruna akan dihukum seberat-beratnya, dan Itu semua tidak bisa ku terima!!.

Aku akan melawan.

" Tunggu. "

Aku pun mulai berdiri dari tempat duduk ku, dan saat ini semua mata tertuju ke arah ku termasuk Kuruna, aku tidak peduli lagi aku ingin menyelamatkan nya.

Tolong, jadikan aku seorang tokoh utama di dalam kehidupannya.

Hanya untuk kali ini saja, hanya untuk Kuruna saja. Aku akan menjadi seorang tokoh utama hari ini.

" Akulah yang membawa putri mu itu. " Dengan suara keras aku pun mengatakan nya.

Terlihat diwajahnya ayah Kuruna perasaan marahnya yang tak bisa ia bendung lagi setelah mengetahui kalau akulah yang membawa anaknya tersebut. Tapi seketika sensei bergerak untuk menenangkan nya agar tidak ada masalah yang menyangkut kekerasan.

" Jadi kau ya... apa yang kau lakukan kepada anak ku ini!! Apakah kau memaksa nya!!?. "

" Te-tenang lah Kurugaya - san. "

Terimakasih sensei.

" Ya.., aku yang melakukannya apa masalah untuk mu?. "

Aku pun memprovokasinya dengan maksud agar dia menunjukkan sosok aslinya kepada semua orang yang ada di dalam kesal ini.

Ya, tetaplah begitu Arata. Kau pasti bisa.

" Dasar anak tak tahu diri… aku akan- "

Saat ayah Kuruna hampir beranjak dari tempat nya, tangan Kuruna pun menghentikan nya, termasuk sensei yang ada di depannya itu.

" Ayah... ayo kita pulang. " Ajak Kuruna.

Sempat dia berdecak kesal, namun pada akhirnya dia pun menahan amarahnya dan memegang dengan erat lengan Kuruna.

" Baiklah terserah… ayo kita pulang ibu mu saat ini sedang menunggu di rumah. "

" Ya... "

Aku gagal.

Dan lagi pula bagaimana juga aku bisa menyelamatkan Kuruna saat ini, pikiran ku tidak karuan meskipun tadi aku berpikir bagaimana caranya tidak ada satupun ide yang muncul sama sekali.

Aku marah kepada diriku sendiri, aku kesal dengan diriku yang tidak bisa berbuat apa - apa padahal aku sudah bilang kepada Kuruna Bahwa aku akan bertanggung jawab dengan masalah yang akan terjadi kedepannya, tapi kenapa.

" Katsugi Arata - kun. "

Aku pun berhenti melamun saat sensei memanggil nama ku.

" Pergilah ke ruang BK sekarang, bapak akan menyusul mu nanti. "

" Ya... aku mengerti. "

Aku pun menundukkan kepala ku dan mengepalkan kedua tangan ku dengan eratnya.

Perasaan ini dari dulu tidak akan pernah menghilang meskipun diriku sudah berubah.

~~ Sudut Pandang Kuruna ~~

" Dasar anak tidak berguna!!. "

" Ma-maaf ayah, akh! "

Saat ini kedua orang tua ku memarahiku sama seperti biasanya dan ibu ku hanya melihat dari kejauhan dan sedangkan ayah ku memukul ku dan menamparku berkali - kali.

" Kau juga dasar istri yang tidak berguna, berani - beraninya kau memberikan izin tanpa sepengetahuan ku. "

Setelah puas memukuli ku ayah ku pun saat ini memarahi ibuku, apakah ini semua yang dia inginkan?.

" Apa!? Memang nya aku harus memberitahu mu dulu sebelum aku mengambil keputusan!?. "

" Kuruna masuk ke kamar!! Sekarang!!!. "

" Ba-baik ayah... "

Aku pun berdiri dengan perlahan dan menahan rasa sakit yang ada ditubuh ku, lalu setelah aku berdiri dengan sisa tenaga ku saat ini aku pun pergi dari tempat itu menuju ke kamar ku yang ada di lantai 2.

" Setelah ini... kau akan aku hukum lagi! Ingat itu Kuruna!. "

Dengan suara lantang nya itu dia memberitahu ku apa yang akan dia lakukan kepada ku nanti.

" Hei, memang nya kau berhak menghukum nya? Bukankah aku yang seharusnya menghukum dirinya? Dia kemarin bilang kalau dia mau belajar bersama tapi tak kusangka dia pergi menginap bersama dengan seorang teman laki - laki nya. "

" Ah berisik!!. "

Setelah sampai dikamar suara pertengkaran dari mereka berdua terus terdengar hingga kedalam, saat ini aku hanya bisa duduk di balik pintu kamar ku dan menutup kedua telinga ku menggunakan kedua tangan ku dan jika diperhatikan entah kenapa seperti nya pertengkaran mereka saat ini semakin kian memburuk.

Apa ini semua karena salah ku mereka seperti ini? apakah ini semua salahku? Tidak, apa mungkin karena aku masih…

Hidup?.

Pandangan ku kosong dan pikiran ku tidak karuan, mendengar mereka bertengkar setiap hari, dan diberi hukuman setiap hari aku sudah tidak sanggup lagi menjalani kehidupan seperti di neraka ini.

Namun entah kenapa, disaat seperti ini aku memikirkan seseorang, dia yang selalu membuat ku tertawa setiap aku melihat nya, dia yang telah mencoba melindungi ku pada waktu itu, baik hati, bodoh, dan juga orang yang aneh.

" Arata - kun. "

Nama itulah yang keluar dari mulut ku saat ini, dia tidak ada disini, dia tidak ada di manapun, aku ingin bertemu dengannya lagi, aku ingin bertemu dengannya lagi itulah yang aku inginkan dari lubuk hatiku yang paling dalam.

Lalu entah kenapa saat aku melihat sesuatu di atas kasur itu, benda itu mengeluarkan cahaya redup dimata ku saat ini.

" Arata - kun, apakah kau ada disana? "

Aku merangkak dengan perlahan menuju atas kasur itu, entah kenapa tubuh ku ini tiba - tiba ingin mengambil benda itu.

Dan saat aku sampai di kasur itu aku melihat benda apa yang bercahaya redup di mata ku tadi, ternyata itu adalah syal yang Arata - kun pinjamkan di malam itu.

Dia meminjamkannya kepada ku, aku harus mengembalikan nya secepat mungkin jika tidak dia akan marah kepada ku.

Aku pun memeluk syal milik nya itu, entah kenapa saat inu aku merasakan kehangatan Arata - kun pada saat aku memeluknya syal tersebut.

Aku masih bisa merasakan sisa-sisa kehangatan pelukan Arata-kun waktu itu, pada saat aku menangis di dekapan nya.

Itu merupakan suatu hal yang membahagiakan dalam seumur hidupku.

Kalau bisa... aku ingin merasakannya sekali lagi.

Tapi sepertinya itu tidak mungkin terjadi, kedua orang tua ku mungkin akan memindahkan ku ke sekolah lain lagi agar aku tidak bisa bertemu dengan nya.

Lalu aku pun sempat berpikir, bagaimana caranya agar aku bisa keluar dari tempat ini dan dari kehidupan mengerikan ini.

Dan akhirnya suatu ide pun terlintas di pikiran ku.

" Sepertinya kita tidak akan bertemu kembali Arata - kun, tapi aku sangat bahagia bahwa takdir bisa mempertemukan kau dan aku, aku sangat bersyukur. "

Aku pun beranjak dari kasur ku dan keluar dari kamar ku, syal milik Arata - kun aku tinggalkan juga di kamar ku ini, setidaknya aku punya seseorang yang bisa mengingat ku dengan baik.

" Maafkan aku Arata - kun. "

Setelah menuruni tangga ke lantai 1, aku pun berhenti melangkah setelah sampai di ruang tamu tempat dimana mereka berdua saat ini sedang bertengkar.

Aku melihat vas bunga pecah dan juga beberapa barang terjatuh dari tempat asal mereka.

Namun belum sempat aku berkata, ayah dan ibu ku menyadari kehadiran ku.

" Apa yang kau lakukan disini Kuruna!! Ayah sudah bilang kalau kau harus menunggu di kamar bukan!?. "

" Aku... sudah muak dengan kehidupan ini.. "

" Apa?. "

" Lebih baik… aku pergi saja dari kehidupan yang seperti neraka ini!!!. "

Akhirnya pisau yang aku sembunyikan tadi aku keluarkan.

Kedua tanganku yang memegang pisau saat ini seperti sedang mengarahkanku ke bagian tubuhku, ke tempat agar aku bisa cepat mengakhiri hidup ku ini.

Melihat sekilas ke arah kedua orang tua ku, mereka terlihat seperti sedang terkejut dengan tindakan ku saat ini.

Kenapa aku tidak memikirkan hal ini dari dulu? Bukankah ini pilihan yang terbaik? Untuk bisa menghilangkan semua penderitaan yang kualami selama ini.

" Selamat tinggal, ayah… ibu… "