"Warning!!! Cerita ini hanya boleh di baca dengan usia 21++!!!"
"Untuk yang di bawah umur di larang membacanya!!!"
***
"Ayah mu di mana?" tanya Han Shan Yan.
"Di Paris. Sejak menikah laggi beliau tak pernah lagi ke China. Sibuk dengan anaknya yang masih balita." jawab Zhou Cheng Cheng.
"Setelah ini kau meneruskan ke mana?" tiba-tiba saja Han Shan Yan membelokkan arah pembicaraan.
"Maksud hati ke Fudan di Shang Hai, Fakultas kedokteran." kata Zhou Cheng Cheng sambil menyibakkan anak rambutnya yang jatuh ke pipinya. "Tapi entahlah. Aku ini tak punya bakat sekolah…"
Lalu pembicaraan berkisar ke sekolah, ilmu, pendakian gunung dan segala macam yang menyangkut kehidupan para remaja. Han Shan Yan tak puas-puasnya memandang wajah cerita yang tergelar di depan matanya itu. Setiap kata yang keluar dari bibir Zhou Cheng Cheng rasanya begitu sejuk. Lesung pipinya yang tampil di saat senyum itu membuat hati pemuda asal Shen Zhen ini kebat-kebit. Apalagi bila tertawa lepas, Han Shan Yan melihat dada montok gadis ini terguncang-guncang. Pikiran nakal pun segera tumbuh di benaknya. Dasar Han Shan Yan.
Pembantu yang membawa dua buah gelas air jeruk dingin dan meletakkannya di meja itu sama sekali tak mendapat perhatian. Bahkan air jeruk itu sendiri nyaris tak di perhatikan. Mereka ngobrol terus dan berbicara ke sana ke mari seolah-olah rasa haus tak akan pernah singgah. Ketika jam berdentang sepuluh kali, barulah mereka berhenti dan sadar bahwa minuman tidak dingin lagi.
"Tak terasa hari sudah malam, ya?" kata Zhou Cheng Cheng. "Ayo di minum sampai lupa!" dan tertawa ceria ittu pun kembali mengembang dari bibirnya.
Han Shan Yan pun meneguk minumannya.
"Aku pulang dulu Cheng Cheng, hari sudah malam." Han Shan Yan berdiri. "Kapan-kapan aku main ke sini lagi."
Zhou Cheng Cheng juga berdiri. Ia mengikuti ketika Han Shan Yan menuruti trap menuji halaman.
"Kalau ke sini telepon dulu ya?" suara Zhou Cheng Cheng terdengar manja. "Kasihan kalau capai-capai ke mari, saya tak ada."
"Okey. Bagaimana kalau besok ke mari lagi, jam yang sama!" kata Han Shan Yan.
"Besok…" tampaknya Zhou Cheng Cheng berpikir. "Hmmm... jangan dulu deh, kan kangennya belum dalam." Zhou Cheng Chen tertawa lagi. Di telinga Han Shan Yan suara Zhou Cheng Cheng bagaikan seribu biola. Merdu sekali.
"Lusa?" tanya Han Shan Yan.
"Pokoknya telepon dulu deh…" Zhou Cheng Cheng tampak serius. "Aku ini sering tak ada di rumah. Les piano, les modeling, kursus bahasa Inggris dan masih banyak lagi. Belum lagi ikut ngurusi bisnisnya kakak di sini…"
"Baik kalau begitu, aku akan telpon dulu." Han Shan Yan pun masuk ke dalam mobilnya dan mulai stater. Sekali stater mesin hidup. Suaranya menggema di gedung yang besar itu. Saat itulah, ketika Han Shan Yan hendak bilang "Selamat Malam", Zhou Cheng Cheng mencium bibirnya tiba-tiba. Sekilas, lalu gadis ini berlari-lari menaiki tangga teras. Zhou Cheng Cheng berdiri di puncak tangga dengan senyum mengembang di bibirnya.
"Pulang terus… tidur yang pulas ya?" gadis itu pun melambaikan tangan dengan gaya manja. "Mimpi indah ya…"
Han Shan Yan begong. Ia hampir tak percaya apa yang baru saja di alaminya. Tapi hati Han Shan Yan benar-benar berbunga, ia memandang Zhou Cheng Cheng dengan mata berbinar-binar…
"Pulang deh!"
Barulah Han Shan Yan sadar. Dengan senyum terkembang, Han Shan Yan pun meluncur membelah halaman menuju pintu gerbang yang belum di kunci. Sepanjang jalan bibir Han Shan Yan selalu tersenyum. Jiwanya di awang-awang…
****
Malam ini di sebuah rumah yang megah, di lereng gunung, dua insan sedang asyik bercumbu. Letak rumah itu memang sangat strategis dan romantis, di kelilingi teman penuh hamparan bunga-bunga yang indah dengan latar belakang pegunungan. Dalam sebuah kamar tidur yang padat dengan perlengkapan serba mewah, Zhou Cheng Cheng membiarkan dirinya di belai mesra oleh Zhang Han yang baru dua minggu di kenalnya itu. Mereka sama-sama menikmati manisnya madu cinta dadlam kehangatan pelukan birahi. Terkadang tampak Zhou Cheng Cheng menggeliat-geliat kegelian, tatkala Zhan Han menggeluti dirinya dan melumuri seluruh tubuhnya dengan kecupan lembut.
Mereka sudah tidak memperdulikan tentang moral. Sekali-kali terdengar tawa Zhou Cheng Cheng cekikikan yang semakin merangsang naluri kejantanan Zhang Han, kemudian sepi kembali. Tak ada lagi suara yang terdengar, kecuali desing angin malam dan tarikan nafas memburu, begitu keras di antara kesunyian malam itu. Zhou Cheng Cheng pasrah di bawa cumbu rayu Zhang Han yang begitu tampan, lebih dari beberapa pemuda yang pernah di kenalnya. Zhang Han menyalakan rokok putih kesukaannya.
"Kau cantik sekali." ujar Zhang Han.
Gadis ini tak menjawab, sebab ia asyik menikmati rabaan mesra yang membuatnya serasa di awang-awang. Tanpa menanggapi pertanyaan Zhang Han, gadis ini bangun dari tempat tidurnya, mengambil sebatang rokok dan menyulutnya sambil duduk kembali di pinggir tempat duduk. Zhang Han merangkul bahu gadis ini, sambil berbisik:
"Kenapa kau diam saja?" katanya sambil membelai rambut Zhou Cheng Cheng dan mempererat pelukannya.
Zhou Cheng Cheng dengan lembut menepiskan pelukan pemuda itu, berdiri kemudian berjalan ke arah jendela. Kemudian perlahan-lahan ia menoleh, menatap wajah pemuda ini seolah-olah sedang mencari sesuatu. Lama sekali Zhang Han membiarkan Zhou Cheng Cheng memandangi dirinya, sebelum ia bertanya, "Kenapa kau pandangi aku seperti itu?"
"Aku sedang mencari cinta di mata mu, mungkinkah itu ada?" jawab Zhou Cheng Cheng sambil bersandar di jendela.
"Tapi ternyata cinta yang ku inginkan itu sama sekali tidak ada…" lanjutnya lagi.
"Apakah kau tidak percaya kepada ku?" tanya Zhang Han.
"Bukan aku tidak percaya kepada mu." jawab Zhou Cheng Cheng.
"Lantas kenapa? Kau tidak bahagia dengan ku." Tanya Zhang Han sambil mendekati Zhou Cheng Cheng yang masih berdiri di depan jendela kamarnya.
"Bukan soal bahagia atau tidak!" jawab Zhou Cheng Cheng.
"Sebenarnya cinta yang bagaimana yang kau kehendaki?" bisik pemuda ini sambil memegang bahu Zhou Cheng Cheng.
"Aku tidak tahu." jawab Zhou Cheng Cheng pendek seraya melemparkan pandangannya ke luar jendela.
"Aku benar-benar tidak tahu!" ujar Zhou Cheng Cheng lagi.
Zhang Han tertegun melihat sikap gadis ini yang begitu mengacuhkannya. Sebenarnya ia merasa mempunyai kelebihan di bandingkan dengan banyak pemuda yang lain. Mulai dari bentuk tubuh, wajahnya, kekayaannya, kepandaiannya berbicara, otaknya yang cemerlang… dan apa lagi yang di dambakan gadis ini dari dirinya.
***
To Be Continue…
Terima kasih buat kalian yang sudah membaca. Sampai jumpa di chapter selanjutnya ya~