Chereads / Cinta dan Pengorbanan / Chapter 21 - Chapter 21 Sedih

Chapter 21 - Chapter 21 Sedih

Betapa kagetnya Zhang Han mendengar ucapan gadis ini. Bagaimana mungkin ia hamil? Ia ingat beberapa waktu yang lalu ia pernah pergi bersama gadis ini dan ingin mengajaknya kawin, tapi Zhou Cheng Cheng menolaknya. Ia ingin sekali gadis ini mengerti keadaannya saat itu, tapi sayang Zhou Cheng Cheng tidak mau mengerti keadaannya. Sebenarnya bukan salahnya. Kalau kemungkinan besar gadis ini akan hamil, makanya dengan cepat ia mengajak gadis ini ke rumahnya. Tapi gadis ini tak tahan uji terhadap orang tuanya. Oh beginilah jadinya.

"Kau masih mengajar?" tanya Zhang Han cemas melihat perut gadis ini yang sudah membesar.

Tanpa ada perasaan apa-apa ia sudah tahu, ada firasat lain mengatakan kalau anak yang sedang di kandung oleh gadis ini adalah anaknya. Tanpa banyak bicara lagi, kemudian Zhou Cheng Cheng mencari kesempatan untuk pergi dari tempat itu. Ia berlari sekuat tenanganya untuk meghindar dari pria ini.

Zhang Han kaget, karena di lihatnya Zhou Cheng Cheng telah pergi, dan ia tidak mungkin memanggilnya lagi, karena istrinya juga baru saja keluar dari ruang pemeriksaan kandungan. Hu Bi Qing tidak tahu kalau saja terjadi hal yang paling dia takuti, yaitu suaminya dapat bertemu lagi dengan gadis berbaju hitam itu, Zhou Cheng Cheng. Tanpa banyak bicara lagi, ia kemudian pulang. Zhang Han melirik ke sana ke sini untuk melihat Zhou Cheng Cheng, tapi sayang wanita itu telah menghilang entah ke mana.

Zhou Cheng Cheng ternyata kembali ke mobil. Wajah wanita ini tampak begitu tenang, sama sekali tidak tampak perasaan duka. Semua orang menunggu jawaban darinya. Mereka tidak berani membuka suara untuk mendesaknya. Ia memandangi wajah tiga orang itu, dan berkata.

"Tidak usah kalian menghasihi ku!" bisiknya. "Aku sama sekali tidak menderita. Aku tidak merasa diri ku sedang memerankan peran tragis. Aku tidak ingin melukai siapa pun, juga diri ku. Aku telah berterus terang pada Zhang Han, juga pada kalian semua, pada ayah ku. Dan aku juga akan berterus terang pada anak ku kelak!" ujarnya.

Wanita berbaju hitam ini memejamkan mata, dan meneruskan, "Aku sama sekali tidak ingin menarik rasa simpatik siapa pun. Aku juga tidak ingin memaksa Zhang Han untuk menjadi ayah dari anak ku. Aku hanya ingin hidup dengan mengandalkan kekuatan ku sendiri!"

Kata-katanya membuat semua yang ada di tempat ini tersentuh. Masih begitu muda, tapi begitu hebat dalam berpikir. Henry Lee benar-benar mengagumi wanita ini. Dan di mana lagi ia dapat menemui wanita seperti Zhou Cheng Cheng? Zhou Cheng Cheng benar-benar dapat menimbulkan perasaan kagumnya.

Waktu naik bis, tangan Zhou Cheng Cheng tiba-tiba di cengkerm dari belakang. Ia menoleh. Hampir saja jantungnya copot karena orang yang sedang memegang tangannya itu adalah Zhang Han…! Bisa telah berlalu, dan tinggal mereka berdua tinggal di tempat duduk terminal itu. Beberapa kali pria ini membuka dan mengatupkan mulutnya kembali, karena tidak tahu apa yang harus di lakukannya. Akhirnya ia mengangkat tangannya ke atas dengan sikap putus asa.

"Aku harus menemui mu, tidak mungkin aku membiarkan kau begini terus!" kata Zhang Han.

Zhou Cheng Cheng menatap wajah laki-laki ini yang sebenarnya mencintainya itu.

"Apakah kau tidak tahu, bahwa cara mu berpikir itu berbahaya sekali?" Ia bertanya pada pria ini.

"Jadi… apa yang harus ku lakukan?" tanya pria ini sambil meremas-remas tangannya sendiri. "Aku tak melupakan kau… apalagi sekarang aku tahu, kau sedang mengandung anak ku, Oh God… kenapa harus begini?"

"Pergilah! Aku masih harus mengejar bis!" kata Zhou Cheng Cheng.

"Kau begitu kejam!" geram Zhang Han.

"Kejam?!" tanya Zhou Cheng Cheng. Ia memandangi Zhang Han seolah-olah memandang seorang anak kecil.

"Lebih baik kau membuka mata dan melihat kenyataan. Hu Bi Qing kan istri mu. Dia juga sedang mengandung anak mu. Tak baik kalau kau melupakan bahwa kau telah menikahinya!" lanjut Zhou Cheng Cheng menegaskan.

"Cheng Cheng!" seru pria ini.

"Pulang!" usir Zhou Cheng Cheng.

"Cheng Cheng!" seru pria ini lagi sambil memegangi tangan wanita berbaju hitam ini dengan kuat, seolah-olah tak ingin melepaskannya lagi.

Zhou Cheng Cheng berusaha melepaskan diri, tapi tidak mampu.

"Lebih baik kau biarkan aku pergi!" kata Zhou Cheng Cheng.

"Cheng Cheng!" desah pria ini sendu. "Betapa cepatnya kau menjadi dewasa… atau kau hanya berpura-pura? Jangan berpura-pura di hadapan ku, lebih baik kau perlihatkan saja sikap mu yang sebenarnya!"

Akhirnya dengan susah payah baru Zhou Cheng Cheng dapat melepaskan diri dari pria ini, kemudian ia pun naik ke dalam bis yang kebetulan berhenti. Ia tidak ingin memberi jawaban, meskipun ia tahu bahwa dirinya masih mencintai Zhang Han. Setidak-tidaknya laki-laki ini telah memberinya masa kebahagiaan pendek baginya adalah ayah anak yang sedang di kandungnya.

Ia tidak langsung menuju rumah, melainkan menelpon ke rumah Ling Long. Pokoknya ia ingin bertemu dengan teman-teannya untuk meminta nasehat. Ternyata yang menerima telepon itu adalah Henry Lee, yang memang kebetulan sedang menginap di rumah Ling Long.

"Ling Long sedang berbelanja, sedangkan Han Shan Yan kerja. Hanya aku seorang yang menjadi pengangguran yang ada di rumah." jawab Henry Lee.

"Apa yang telah terjadi?" tanya Henry Lee.

"Aku bertemu lagi dengan Zhang Han." sahut Zhou Cheng Cheng. "Ia menuduh aku kejam… padahal sebaliknya… aku tahu, kalau satu kal lagi ia muncul… mungkin aku sudah tidak mampu bertahan lagi!" Ia mamaksakan dirinya untuk senyum. "Aku ingin sekali menangis… sudah lama aku tidak menangis… aku hampir melupakan bagaimana rasanya oran yang sedang menangis!"

"Kalau kau mampu menahan tangis, itu lebih baik!" kata pria ini dengan penuh kesabaran. "Menangis semacam candu… makin lama, makin sulit di atasi, akhirnya kau akan menjadi seorang yang cengeng. Dulu aku juga pernah cengeng, waktu sekolah ku putus di tengah jalan… teman wanita ku kabur dengan pria lain… dan aku tidak punya pekerjaan sama sekali, tidak punya uang…!" Ia menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Bila ada seseorang yang menemani mu menangis, maka tangis itu lebih berharga. Tapi menangis seorang diri, diam-diam merupakan penghamburan. Dengan tangis ini maka keberanian mu dan tekad mu akan hilang buyar, percayalah!"

"Itulah sebabnya sejak kesadaran itu membuka hati ku, maka aku bersikap lebih tangguh. Dalam keadaan bagaimana pun aku tidak sudi meneteskan air mata. Kalau mau hidup, maka kita harus mengandalkan otak dan tangan. Orang lain kan tidak mungkin mau membantu mu!" Dengan tenang Zhou Cheng Cheng mendengarkan nasehat teman barunya, ia mulai mengagumi pria ini.

****

To Be Continue…

Terima kasih buat kalian semua yang sudah membaca chapter ini ya. Sampai jumpa di chapter selanjutnya~