Namaku Riona Nataline. Panggilanku Rie. Aku mahasiswi tingkat tiga disebuah universitas negeri Yogyakarta. Sejak kedua orang tuaku mengikat janji kepada iblis dan ingkar, aku harus terus berlari menghindar dari kejaran untuk menjadi tumbal. Tragis!
Siapa yang menyangka jika belum ada setahun aku menyandang predikat mahasiswi, hidupku berubah total dan jungkir balik. Kedua kakak kembarku terbunuh begitu juga orang tua. Aku hidup sebatang kara dan hingga Luke datang. Dia mengangkatku secara diam-diam dan menjadi wali sahku, sekaligus makhluk yang menggugahku untuk lepas dari kejaran iblis.
Aku tidak punya pilihan. Sejak kedua orang tuaku meninggal dalam kecelakaan dan menjadi tumbal mereka sendiri, seluruh harta habis secara ajaib. Entah itu kebakaran showroom Papa, disusul dengan hutang bank yang kemudian menyita satu persatu peninggalan orang tuaku. Aku tidak pernah tahu darimana uang Luke berasal, tapi semua hutang Papa dan Mama dilunasinya.
Bantuan yang semula kuanggap sebagai penyelamat hidup, berbalik mengikatku untuk menjadi budak Luke, seorang pelayan neraka yang menyamar menjadi manusia. Beuh! Ini memang kisah yang sulit dipercaya.
Kini aku harus membalas semua budi baiknya dengan membantunya menjadi pemburu manusia murtad yang mengikat janji kepada setan. Awalnya aku menolak. Tapi janji yang diucapkan Luke cukup menggiurkan dan berhasil membuatku mengiyakan. Aku masih ingat akan penawarannya. Jika aku mengiyakan, maka iblis yang masih mengejar tidak akan pernah berhasil mendapatkanku, bahkan aku akan dibebaskan dari janji darah orang tuaku. Aku terjebak.
Kenyataannya, aku masih terkadang dibayangi iblis yang mengejar diriku. Entah dalam mimpi ataupun situasi mengerikan, seperti pernah hampir tertabrak mobil beberapa kali.
Beberapa teman kuliahku memuja Luke. Penampilan Luke mungkin menarik bagi mereka, tinggi dan berbadan tegap juga atletis. Dia juga murah senyum dan ramah. Tapi tidak ada yang tahu bahwa dia adalah iblis yang menyamar dalam fisik manusia dan aku sangat membencinya!
Sedikit orang yang mengenalku dan menjadi teman. Bukan hanya karena aku pendiam ataupun anti-sosial, tapi karena profesi tersembunyiku yang menjadikan tidak bisa sembarangan membuka diri. Luke benar-benar mengikat dan membatasi ruang gerakku.
Enam bulan sudah berlalu, total sudah empat kasus yang kami tangani. Tapi aku belum mengerti, kenapa Luke ingin sekali membantu orang-orang tersebut untuk lepas dari perjanjian terkutuk mereka. Padahal dia sendiri adalah iblis. Toh, saat manusia itu berhasil bebas, Luke berbalik menuntut mereka untuk bertanggung jawab terhadap perbuatannya dengan mengirim mereka ke neraka dan berakhir sama. Mati.
Pagi ini, seperti biasa, Luke akan mengantarku ke kampus. Tidak peduli berapa ratus kali aku menolak, tapi dia hanya menyunggingkan senyum dan mendorongku masuk ke mobil.
"Kita ada mangsa baru," kata Luke sambal menyetir. Aku betul-betul muak. Tidak kutanggapi ucapannya.
"Kali ini kasusnya cukup menarik. Wanita ini memiliki perjanjian untuk bisa selalu cantik dan muda. aku tidak habis pikir, manusia selalu peduli akan fisik dan lupa akan kodratnya," senyum licik tersungging dibibirnya yang merah ranum seperti wanita. Kadang aku curiga Luke memakai lip-gloss ataupun lipstik, jangan-jangan dia tidak normal. Aku bergidik dengan pikiranku sendiri.
"Jangan mikir aneh-aneh! Aku normal seperti manusia yang kau sebut laki-laki!" serunya. Aku kaget, lagi-lagi dia membaca pikiranku. Luke tertawa. Dia memang menawan. Matanya coklat terang, rambut hitamnya berombak sebahu, dan hidungnya, oh sempurna. Tapi karena aku cukup mengenalnya, dan tahu siapa dia sebenarnya, aku tidak pernah memiliki ketertarikan secara romantis. Bagiku, Luke adalah iblis jahanam yang menjadikan manusia sebagai mangsanya. Predator neraka.
"Ok nona judes! Kita sudah sampai, jangan lupa pulang kuliah nanti kita ada tugas menunggu," pintu di sampingku terbuka dengan ajaib, Luke menggunakan yang kusebut dengan sihir dalam beberapa hal.
"Kita lihat nanti, belum tentu aku mau ikut lagi!" balasku sambil keluar mobil. Luke menjentikkan jarinya dan pintu tertutup.
"Kamu nggak bisa lari Rie, hanya aku satu-satunya pilihan hidupmu," jawab Luke sambil tertawa dan berlalu dengan mobil. Aku menghentakkan kakiku ingin menangis. Tidak akan ada satu pun yang akan percaya dengan ceritaku jika aku mencoba mencari perlindungan. Aku tidak punya pilihan selain tetap bersama Luke, the Devil.
***
The Protection.
Mata kuliah terakhir baru selesai. Aku mengemasi laptop dan buku. Pikiranku mulai merencanakan bagaimana caranya kabur dari ajakan Luke sore ini. Aku melirik jam tanganku. Jarum menunjuk di angka tiga. Mataku mencari sosok Maya, satu-satunya sahabatku. Dia sedang berbicara dengan dosen, Pak Hartono. Aku bergegas menghampirinya dan menunggu. Setelah selesai, Maya mendekatiku dan tersenyum lebar,
"Pak Har bilang tugas kuliah tadi bisa dibuat dalam kelompok, duh untung banget. Aku paling lemah dalam hukum pajak. Kamu mau ya kita satu tim, please," bujuk Maya, aku tersenyum dan mengangguk. Pak Hartono adalah dosen yang tidak pernah bisa diajak kompromi. Bagi dosen yang satu ini, semua tugas harus akurat dan ada data.
Kami mengambil jurusan sarjana akuntansi perpajakan, dan aku cukup unggul dibandingkan Maya. IPku selalu empat. Tentu sebagai manusia yang tidak memiliki siapa pun di dunia, aku harus berjuang untuk berhasil dan tidak bisa bersantai menghadapi masa depan.
"May, temani aku ke toko buku yuk, aku pengen beli sesuatu," ajakku, Maya menggandeng tanganku.
"Hayuk, jangankan ke toko buku, ke ujung dunia juga aku anterin," sahutnya riang. Yes, aku berhasil menghindar dari Luke. Kupikir. Ternyata aku salah.
Sore itu toko buku cukup ramai pengunjung. Dalam hati aku bersorak gembira. Luke tidak akan bisa memaksaku untuk mengikuti dia. Tidak mungkin Luke akan menggunakan kekuatannya di depan umum. Aku dan Maya semangat mencari kebutuhan kami. Tidak terasa sudah satu jam lebih kami menghabiskan waktu mengelilingi toko buku.
Tanganku menelusuri rak display buku novel, muncul keinginan untuk membaca buku di waktu senggang. Maya di belakangku juga asyik memilih komik jepang kesukaannya.
Tiba-tiba lampu toko berkedip. Perasaanku mulai tidak enak. Kupasang sikap waspada, instingku mengatakan bahwa Luke sedang beraksi. Aku menoleh pada Maya dan dia pun memandangku. Lampu semakin berkedip cepat. Beberapa pengunjung ketakutan dan lari turun ke lantai bawah. Hanya tinggal aku, Maya dan penjaga toko di lantai dua gedung itu.
"Rie, kok lampunya aneh. Kedip-kedip gitu," bisik Maya gemetar. Tangannya mencengkeram lengan bajuku. Aku geram dan amarahku mulai menggelegak, Luke!
"Jangan konyol Luke!" teriakku, lampu terus berkedip dan kemudian beberapa pecah. Penjaga toko teriak ketakutan dan tersungkur ke lantai sambil menangis. Maya terisak dalam diam. Wajahnya memucat dan bibirnya gemetar.
"Ka-kamu kok manggil Luke sih," tanya Maya. Aku terdiam. Kalau ini ulah Luke, dia pasti sudah keluar menampakkan diri dan menarikku untuk ikut bersamanya. Tapi sudah hitungan detik Luke tidak muncul.
Rak buku jatuh berdebum di lantai. Nyaliku mulai menciut. Maya seketika jatuh pingsan berikut penjaga toko. Aku masih berdiri tegak penasaran ulah siapakah ini. Saat mataku mencari sosok yang kukenal, muncul dari langit-langit toko, sosok hitam pekat besar mengerikan yang menuju ke arahku,
"Riona, jangan lari lagi …, kau milikku …" ucapannya dalam dan kelam. Saat makhluk itu mendekat, entah kenapa aku merasa aura keputusasaan muncul, rasa sedih dan ingin menyerah. Aku berdiri mematung. Tidak berdaya. Kakiku tidak bisa bergerak dan mulutku terkunci. Bayangan itu semakin dekat dan mulai berjarak lima senti dari wajahku. Tubuhku lemas dan rasa putus asa semakin menguasaiku.
"Ya … bagus, menyerahlah, tidak ada gunanya kamu hidup. Sia-sia …," desis makhluk hitam dengan suara yang membuatku tidak berdaya.
"Impetro lost vestry diaboli!!" (enyah kau iblis) suara menggelegar terdengar, dan makhluk itu terpental mundur oleh hantaman sinar putih. Aku terkejut, Luke berdiri di depanku dan siap menghantam iblis itu kembali.
"Noli turbare mea!" (jangan ganggu milikku) seru Luke dingin dan terkesan kejam.
"Ego tibi respondeo!" (akan kubalas kau) teriak makhluk itu dengan suara parau dan lenyap.
Aku masih membeku. Kontrol diriku hilang, semangat dan keberanianku lenyap. Aku lemah dan tidak mampu berpikir jernih. Ketakutan menguasai.
Luke berpaling dan menyanggah tubuhku. Aku menggigil dalam pelukannya. Peristiwa barusan adalah yang kedua kali terjadi dalam hidupku. Makhluk itu adalah iblis yang mengikat janji dengan orang tuaku!
Mirip kejadian dalam film, satpam dan pemilik toko baru muncul kemudian dan membantu Maya juga penjaga toko untuk turun ke bawah. Luke menggendongku tanpa segan dan risih. Aku ingin menolak tapi tidak sanggup.
"Saya wali gadis ini," sahut Luke kudengar menjelaskan kepada satpam yang mencegatnya.
Luke membaringkanku di dalam mobil setelah menelepon orang tua Maya. Aku meringkuk di kursi belakang dengan jaket Luke membungkusku. Tidak pernah kusangka bahwa iblis itu masih mengincar dan menagih nyawaku. Pada saat aku ingin menghindar dari Luke yang kuanggap pembawa petaka kedua, dia datang sebagai penyelamatku. Bulir hangat mengalir pelan. Kuusap perlahan, tapi bulir berikutnya jatuh kembali. Kenapa aku terlahir dalam kemelut rumit?