Chereads / It's A Secret Mission / Chapter 25 - Twenty Five

Chapter 25 - Twenty Five

Tok

Tok

Mendengar suara ketukan tersebut, tanpa berlama-lama Valerie beranjak dari kasur kemudian menghampiri pintu kamarnya. Tepat saat dibuka, hadir tante Sarah disana. Beliau langsung menujukkan senyuman lembutnya begitu melihat wajah Valerie. "Ada apa tante? Tante perlu apa?" Tanya Valerie tak lupa juga menunjukkan senyumannya sembari mempersilahkan tante Sarah masuk ke dalam kamarnya kemudian menggiring beliau untuk duduk juga.

"Tante ganggu kamu ya?"

"Engga ko, Val cuman lagi baca-baca aja, ada apa tan?"

"Engga.. tante cuman pengen nganterin ini aja buat kamu. Tadi Fanya minta dibikinin susu, yaudah sekalian tante bikin juga buat kamu" jawab tante Sarah yang mengundang senyuman di wajah cantik Valerie.

"Repot-repot sih tan.. padahal nanti Valerie bisa bikin sendiri. Tapi makasih ya tan, Valerie minum yah.." sautnya dengan girang, lalu dia meraih gelas tersebut.

Tante Sarah hanya melihat Valerie sambil tersenyum. Tanpa sadar tangannya pun terulur untuk mengusap surai lembutnya Valerie.

Walaupun dirinya tengah meminum susu, tapi Valerie tidak bisa menyembunyikan ekspresi senangnya. Entah kapan terakhir kali dirinya diperlakukan lembut seperti ini, rasa-rasanya sudah lama sekali. Atau belum pernah? Entahlah, Valerie tidak bisa mengingat kenangan indah pada masa kecilnya.

Valerie sengaja meminumnya dengan perlahan-lahan, karena dia tidak mau tant Sarah melepaskan tangannya dari kepala Valerie. Valerie benar-benar nyaman dengan sentuhan beliau.

"Val.." panggil tante Sarah, tepat saat Valerie menghabiskan tetesan terakhir.

"Kenapa tan?" Jawab Valerie sambil tersenyum.

"Tante minta maaf ya.." ucap tante Sarah dengan nada sendu. Melihat ekspresi beliau, senyuman di wajah Valerie sempat hilang namun tak lama setelahnya dia tersenyum lagi sambil meraih kedua tangan tante Sarah untuk digenggamnya.

"Tante.. Val mohon sama tante, ini maaf terakhir yang Val denger dari tante. Yang dulu biar aja, sekarang udah saatnya kita ngeliat ke depan. Berusaha supaya bisa lebih baik lagi dari sebelumnya.. dan Val udah maafin tante dari dulu. Jadi udah ya tan, ini yang terakhir"

"Bener ya kata om-mu itu, kamu ini anaknya baik, baik sekali.. tante jadi makin merasa bersalah setelah apa yang udah kamu lakuin untuk keluarga tante. Apalagi kamu bisa tersenyum kaya gini di depan muka tante, padahal kan dulu tante udah jahat sama kamu Val..."

"Tante.. kalau boleh Val jujur, awalnya yang Val liat itu emang om Farhan. Val niat bantuin itu karena kebaikan dari om Farhan yang udah pernah beliau kasih buat Val. Tapi.. setelahnya Val juga inget, terlepas dari apa yang udah terjadi antara aku sama tante, tante udah pernah bantuin Val disaat Val lagi susah..."

"Justru harusnya Val yang minta maaf sama tante" nada bicara Valerie kali ini tiba-tiba saja berubah, ingatannya tentang apa yang sudah ibunya lakukan kepada keluarga om Farhan sangat membekas dan itu terus menghantui Valerie. Walaupun saat ini Valerie memang sudah membantu keluarga om-nya, bukan berarti perasaan bersalah itu hilang begitu saja.

"Apa yang harus kamu sesalin? Kamu gaada salah apa-apa Val, yang salah itu ibumu. Ibu mu yang harusnya bertanggung jawab, bukan kamu." Ujar tante Sarah yang sudah mengerti kemana arah pembicaraannya Valerie. Beliau kembali mengulurkan tangannya untuk mengusap lembut pipinya Valerie.

"Tante emang kecewa, tante marah.. tapi tante gaakan pernah ngelampiasinnta itu sama kamu. Udah cukup tante berdosa sama kamu dulu.."

"Pokonya apapun itu, Val bener-bener minta maaf ya tan. Kelakuan perempuan itu emang udah gabisa dimaafin lagi"

"Sini sayang.. tante pengen peluk kamu"

--

Sementara itu di lain sisi, tepatnya di sebuah rumah berada di kawasan elit. Terparkir satu mobil sport keluaran terbaru dengan logo kuda di depannya. Pemilik dari mobil tersebut melangkahkan kaki jenjangnya masuk ke dalam rumah tersebut dengan ekspresi muka yang sangat tidak bersahabat.

Langkah kaki tersebut membawanya ke sebuah ruangan yang lebih seperti perpustakaan mini, dirinya langsung menghadap kepada seorang pria setengah paruh baya yang tengah serius membaca buku.

"Arya gapunya banyak waktu. Ayah mau ngomong apa?" Pria yang barusan dipanggil ayah itu hanya menoleh sebentar kemudian fokus kembali ke buku yang sedang dibacanya, tanpa mengeluarkan satu atau dua kata.

Sudah cukup Arya dibuat emosi karena ulah adik perempuannya itu. Sekarang ini, Arya harus dihadapkan kembali dengan ayahnya. Dalam benak Arya saat ini, dia sudah bisa menjamin kalau alasan dirinya dipanggil kerumah ini ada kaitannya dengan Alana.

"Ayah, Arya beneran gapunya banyak waktu. Arya sibuk!"

"Mau kemana emangnya kamu jam segini? Ini udah bukan jam ngantor" jawab ayahnya dengan nada yang dingin.

Pada kenyataannya Arya memang sibuk, sibuk memindahkan baju-bajunya ke dalam koper untuk dia bawa ke tempat tinggal barunya

"Kamu tinggal disini. Makan malam sama ayah, sama ibu dan adik-adik kamu"

"Ayah-"

"Tidak ada bantahan" lanjut ayahnya lagi kemudian beranjak dari duduknya dan meninggalkan Arya sendirian di dalam.

Arya benar-benar ingin melawan, namun dia masih punya hati untuk tidak membuat keributan di rumah ayahnya.

Terlebih lagi kalau harus ada di depan Anya.

--

Suasana makan malam keluarga Adhi terasa seperti keluarga pada umumnya. Bercengkrama satu sama lain sampai menimbulkan suara tawa di antara mereka, memang seperti keluarga idaman pada umumnya.

Namun itu semua hanya sebuah kepalsuan bagi Arya. Dirinya ingin sekali menghilang begitu saja dihadapan mereka, belum lagi dirinya harus kembali di hadapkan dengan Alana yang baru saja membuat dirinya kesal setengah mati, dan juga ibu- maksudnya wanita itu yang terus saja memasanh wajah kepura-puraannya. Itu membuat Arya muak.

"Ayah, ayah udah tau belum kalau Arya beli apartement" ucap Alana. Arya menghela nafasnya berat lalu melirik Alana tajam, kalau saja ini bukan di rumah ayahnya sudah dipastikan Alana sudah Arya usir.

"Gatau, Arya gapernah cerita apa-apa sama ayah"

"Ka Arya pindah? Kenapa ka? Bukannya kakak suka banget ya sama rumah kakak?" Tanya Anya. Arya hanya tersenyum simpul membalas pertanyaan Anya, memang diantara keluarganya yang lain cuman Anya yang masih Arya perhatikan. Dalam artian, dia masih bisa menunjukkan kasih sayangnya sebagai seorang kakak kepada Anya.

"Arya pindah gara-gara kakak Nya.." timpal Alana, Arya sontak kembali menatap Alana dengan sorot matanya yang tajam.

"Loh emangnya ka Alana kenapa sama ka Arya?"

"Anya, kamu lanjut makan aja. Omongannya Alana gausah kamu denger" sambung Arya sambil mengusap lembut kepala adik bungsunya.

"Arya.. ko aku gapernah sih kamu elus gitu kepalanya? Anya aja sering"

"Alana-"

"Ayah.. ayah tauga kalau Alana tu disuruh nginep di hotel sama-"

"Alana Stop! Mau lo tu apasih?!"