Chereads / It's A Secret Mission / Chapter 23 - Twenty three

Chapter 23 - Twenty three

Sebuah tamparan mendarat dengan sangat mulus di pipinya Valerie. Entah alasannya apa sampai-sampai seorang pria setengah paruh baya itu menampar pipi Valerie cukup keras sampi meninggalkan bekas kemerahan di pipinya.

Valerie yang terkejut akan itu hanya bisa terdiam. Pikirannya mendadak kosong, sementara wanita di sebelahnya juga ikut terkejut dan panik melihat Valerie yang ditampar oleh pria tersebut yang notabene adalah suaminya.

"Mas! Kamu ngapain tampar anak aku?!" Sentak wanita itu yang tak lain dan tak bukan adalah ibunya.

"Udah aku bilang bukan? Jangan pernah kamu datang lagi kerumah ini! Kamu yang terus maksa, dan lihat! Anak ini masih kurang ajar sama kamu!" Mendengar itu, Valerie pun langsung kembali tersadar. Dengan gerakan cepat dia menghempaskan tangan ibunya yang sedang memegang pundaknya.

Valerie menatap tajam dua orang dihadapannya saat ini diikuti nafas yang memburu. Entah kenapa setiap Valerie melihat sosok ibunya, maka emosi di dalam dirinya akan terus bergejolak. Tidak pernah tidak.

"Masih mau ribut? Silahkan cari tempat lain, tidak sopan ribut di rumah orang" ucap Valerie yang kemudian dia hendak kembali menutup pintu rumahnya.

Kali ini berhasil, dia pun langsung mengunci juga pintu rumahnya. Setelahnya langsung terdengar gedoran pintu yang cukup keras, tapi itu tidak lama, karena Valerie mendengar suara pak Yusuf. Satpam komplek yang mungkin sedang keliling.

Valerie masih tidak beranjak dari posisinya, diapun masih bisa mendengar suara obrolan antara Pak Yusuf dengan ibunya juga suaminya.

Pak Yusuf mengira kalau ibu dan suaminya adalah orang jahat, namun mereka berdua mengelak. Mereka mengatakan kalau mereka adalah orang tua Valerie, tapi pak Yusuf tetap tidak menerima alasan tersebut dan setelahnya menyuruh mereka pergi.

--

Aku mendudukkan diri di atas kasur sembari mengompres pipiku yang terasa nyeri akibat tamparan barusan.

Jika mengingat kejadian tadi, entah kenapa aku semakin emosi saja. Aku memang tidak tau alasan mereka datang itu apa, dan lagi ibu berani-beraninya bawa suaminya kesini. Dan lebih kurang ajarnya lagi pria tua itu malah marah-marah yang berujung main tangan.

Tiba-tiba.. aku langsung mengingat ceritanya om Farhan, apa mungkin kedatangan mereka barusan niatnya itu untuk meminjam uang juga? Sama seperti yang dilakukan mereka kepada om Farhan. Tapi kalau memang iya, aku benar-benar tidak habis pikir. Dimana rasa malu wanita itu? Setelah apa yang dia lakukan, dia masih berani menampakkan dirinya di hadapanku. Dan disaat dirinya susah, dia langsung meganggap aku adalah anaknya.

Cih! Aku benar-benar tidak sudi.

Terlebih lagi, bukankah ibu punya kekasih baru yang akan dinikahinya bukan? kalau aku liat lagipun pak Heri keliatan kaya. Buat apa pacaran sama orang kaya kalau ga dimanfaatin? Ngapain juga malah nyusahin keluarganya sendiri? Ah.. sepertinya yang ada dipikiran wanita itu, menjatuhkan keluarga adalah motto hidupnya.

Disaat aku sibuk dengan pikiranku sendiri, ponsel milikku yang berada di atas meja berbunyi. Saat aku melihat siapa penelfonnya, tanpa berlama-lama langsung saja aku angkat.

"Halo om, gimana?"

'Halo Val. Om udah sampe di kampung'

"Syukur atu.. om udah ngobrol juga sama Fanya sama tante Sarah?"

'Udah Valerie.. makanya om nelfon kamu karena om mau kasih kabar soal itu'

"Gimana om?"

'Kita setuju. Dan kemungkinan lusa kita mulai pindah Valerie'

"Om.. makasih banyak ya! Valerie seneng banget dengernya"

'Justru harusnya om yang makasih sama kamu Valerie'

"Sama-sama.. nanti om kabarin Valerie lagiya kalau mau pergi"

'Iya Valerie, kalau begitu kamu istirahat yah.. udah malem'

"Iya om, selamat malam!"

'Malam Val'

Senyuman di wajahku seketika mengembang. Ya setidaknya setelah hujan badai terbitlah pelangi.

--

Jam tutup cafe sama seperti biasanya, sebelum pulang baik aku dan yang lainnya sama-sama membereskan serta membersihkan semuanya. Biasanya aku akan menghabiskan waktu di kantor, untuk menghitung pemasukan serta pengeluaran hari ini. Tapi sekarang aku berada di dapur, membantu Kevin untuk mencuci alat makan, panci dan lain sebagainya.

Awalnya Kevin menolak, karena dia pikir sangat kurang etis kalau aku harus mencuci piring. Tapi aku tidak peduli, dan aku pun bersikeras untuk membantu dia.

Setelah selesai, aku meminta untuk semuanya berkumpul terlebih dahulu karena ada yang ingin aku bicarakan kepada mereka.

"Nih, buat opening sebelum saya mulai bahas sesuatu" sautku sembari membagikan minuman soda kaleng dan juga es krim untuk mereka yang baru saja dibeli oleh Lusi atas perintah dariku.

"Aduh gila seger banget!" Saut Ayu dengan gaya khasnya saat dia sudah meminum sodanya.

"Lebay lo! Kaya gapernah minum soda aja" samber Zidan sambil menjitak kepala Ayu.

"Emang gapernah! Gue tu diet cola ya! Cuman karena hadiah dari mba Val aja makanya gue minum"

"Udah.. gausah ribut. Ini saya mau mulai ya.."

"Boleh mba. Jadi ada apa?" Tanya Rayno.

"Kebetulan.. saya mau rekrut karyawan baru. Tapi sebenernya gabisa dibilang karyawan juga dan gabisa dibilang ngerekrut juga" sesuai dugaanku, kalau mereka memang terlihat kebingungan dengan ucapanku barusan yang memang terkesan berbelit-belit.

"Oke. Jadi intinya, saya tu ngajak om saya kerja disini, bisa dibilang om saya lagi butuh pekerjaan dan saya ngajak beliau untuk jadi akuntan di cafe. menurut kalian gimana?"

"Mba nanya ke kita? Gasalah mba?" Celetuk Rani yang dibales dengan anggukkan kepala dariku.

"Ih mba Val suka ngaco deh.. inikan cafenya punya mba, masa iya mba nanya sama kita" timpal Rayno dan yang lainnya pun setuju dengan ucapannya.

"Mba.. lagipula mba Val pernah bilang bukan kalau omnya mba itu yang bantuin mba juga bangun cafe ini? Kalau gituya yaudah mba.. mba langsung buat keputusan sendiri juga gapapa, gaperlu minta pendapat dari kita" ujar Zidan yang pasti dia udah tau kalau om yang ku maksud itu adalah om yang pernah kuceritakan sama dia.

"Ya saya sengaja mau minta pendapat dari kalian karena saya pengen tau juga isi hati kalian itu apa. Saya gamau jadi atasan yang egois, saya pengen terbuka sama kalian, begitupun sebaliknya. Makanya saya ngajak kalian kumpul dan minta pendapat" mereka semua tersenyum mendengar penuturan dariku, entah merasa lucu atau gimana. Yang jelas aku memang ingin mengutaralan hal itu ke mereka, karena aku emang gamau jadi seorang atasan yang maunya itu cuman enaknya aja. Aku mau kalau mereka juga ngerasa kalau cafe ini punya mereka, jadinya ada rasa peduli, memiliki, kenyamanan dan juga tanggung jawab dari diri mereka atas cafe ini.

"Ini yang bikin kita semua betah dan sayang banget sama mba. Mba tu gapernah mandang kita rendah.." ucap Ayu sambil tersenyum lembut. "Kalau gitu ya kita setuju mba, lagipula lumayan juga ngurangin beban mba. Udah cukup mba terus begadang, kita juga gamau ngeliat mba pulang malem terus" lanjutnya lagi.

Aku tersenyum mendengarnya, semakin beruntung aku punya anak ayam macam mereka. "Makasih banyak ya.."