"Gimana ya bi caranya? Arya udah cape banget. Kirain Arya, dia lama di Budapest bisa bikin pikirannya terbuka, ternyata engga"
"Makanya kamutu kalo punya muka ya biasa aja. Jangan ganteng-ganteng amat toh..." celetuk bi Yumi, membuat Arya sedikit terhibur olehnya.
"Gen dari ayah kan emang bagus semua bi.. makanya Alana sama Anya pada cantik-cantik" jawab Arya membalas guyonan dari bi Yumi.
"Bi.. apa Arya sewa apartement dulu aja ya? Selama Alana ada disini? Karena ya kalau Arya nginep di tempat Fito pun sama aja boong. Apalagi pulang ke rumah ayah, itu udah paling ga mungkin" saut Arya lagi.
"Apapun yang mau kamu lakuin, lakuin aja. Kamu mau sewa apart untuk sementara boleh kalau emang kamu merasa terganggu. Bibi cuman gamau beban pikiran kamu terus nambah Ya.."ujar bi Yumi sembari mengusap kepala Arya lembut. Sentuhan dari bi Yumi ini adalah sentuhan favorit Arya setelah bundanya, saat bi Yumi mengusap surai Arya seperti ini memberikan kesan nyaman tersendiri untuk Arya.
Begitupula dengan bi Yumi yang memang sudah menyayangi Arya layaknya anak sendiri, ketika Arya diterpa banyak masalah, tanpa bercerita pun bi Yumi sudah bisa merasakan itu.
"Tapi bibi ikut Arya ya.."
"Terus nanti yang nanganin Alana siapa kalau bukan bibi? Kamu tau sendiri yang kerja disini pada gimana.." Arya setuju dengan pendapat bi Yumi. Para pekerja di rumah Arya ini memang sangat segan kepada dia dan juga keluarganya, tidak peduli waktu bekerja mereka sudah bertahun-tahun lamanya, tapk rasa segan itu masih tertanam. Maka dari itu, bi Yumi jadi merasa bertanggung jawab untuk menjadi wakil atau perantara bagi pekerja yang lain ke keluarganya Arya.
"Yaudah, tapi bibi wajib ngirimin Arya makanan ya.. gaboleh engga"
"Uang kamu itu banyak Ya.. bahkan beli restoran aja kamu mampu. Ngapain bibi harus ngirim makanan setiap hari coba? Ngerjain aja"
"Ih.. bibi udah ga sayang Arya lagi ya?"
--
Tepat hari itu juga, Arya langsung saja mencari-cari apartement yang akan dia beli. Ya, memang pada awalnya dia hanya ingin menyewa. Tetapi setelah dia pikir kembali, mungkin apartement bisa jadi tempat alternatif selain di rumah. Pada intinya Arya hanya ingin bermain aman, dia tidak mau bi Yumi kembali marah kepadanya karena membawa wanita. Maka dari itu Arya berniat untuk membelinya saja.
Sementara itu keesokan harinya, Arya langsung mengunjungi sebuah gedung apartement uang cukup mewah. Dia sudah membuat janji dengan orang marketing dari apartement ini untuk melihat unitnya.
"Selamat siang pak Arya, dan selamat datang" sapa Tika, setidaknya itu yang Arya lihat di nametag yang tertera di dada sebelah kiri wanita yang menyapanya.
Bukan bermaksud tidak sopan, hanya saja nametag tersebut terlihat dengan sangat jelas.
Arya tersenyum sambil membalas uluran tangannya kemudian dia mengikuti Tika yang akan membawanya menuju unit pilihannya.
Tika menjelaskan secara detail mengenai gedung apartement ini, dimulai dari tinggi gedungnya, berapa lantai yang gedung ini punya, unitnya berapa, fasilitas apa saja, lingkungan seperti apa, termasuk jarak-jarak menuju tempat-tempat yang bisa dibilang penting. Seperti rumah sakit, akses tol, supermarket atau mall, dan sekolah.
Arya haya mendengarkan sambil sesekali menganggukkan kepalanya mengerti. Dia juga terkadang tersenyum karena merasa lucu dengan gaya bicaranya Tika yang sangat bersemangat.
Sampai di unit pilihan Arya, oleh Tika kembali dijelaskam mengenai detail dari desain unit tersebut. Sembari mendengar, Arya juga mengitari calon tempat tinggal barunya itu. Sebenarnya tanpa perlu dijelaskan lagi pun Arya memang akan mengambil unit ini
"Bagaimana pak?"
"Oke, saya ambil... perlu saya bayar kapan?" Tanya Arya dengan santai.
"Oh, baik pak. Sebentar.. saya persiapkan terlebih dahulu"
--
Selesai dengan urusan jual-belinya, Arya hendak kembali menuju rumah untuk mengambil barang-barangnya. Bisa saja Arya menyuruh, namun dia ingat sama kata-kata bi Yumi untuk tidak menjadi orang yang otoriter. Maka dari itu Arya berinisiatif untuk mengambil barang-barangnya sendiri.
"Loh? Arya?" Satu suara mengintrupsi pergerakan Arya sejenak. Saat ia menoleh, iapun ikut terkejut saat melihat seseorang yang baru ia kenal berada di sampingnya.
"Valerie? Wah, kebetulan banget.. kamu tinggal di sini?"
"Engga.. bukan, ini unitnya Andrea. Andrea yang tinggal di sini" jawab Valerie. Arya hanya menganggukkan kepala mengerti, ingin dia bertanya lebih tapi itu bukan urusannya dan Arya mengerti apa itu privasi.
"Kamu tinggal di sini juga?"lanjut Valerie lagi.
"Saya baru pindah hari ini"
"Oh.. begitu"
"Valerie.."
"Ya?"
"Kamu sibuk hari ini?"
"Saya mau ke cafe aja sih sebenernya.."
"Kamu kerja di weekend kaya gini?"
"Cafe saya tutupnya hari biasa, kalo sabtu-minggu cafe biasanya suka penuh"
"Oh.. gituya. Eum.. kalo kamu ga keberatan, apa boleh saya ikut kamu?"
"Ikut ke cafe? Boleh ko boleh.." Arya tersenyum kemudian mereka berdua jalan beriringan menuju basement.
--
Sepanjang perjalanan, tidak ada percakapan di antara mereka berdua. Hanya Arya yang fokus menyetir, dan Valerie yang sibuk dengan telfon genggamnya.
Bukan, bukan karena Valerie asik sendiri dengan dunianya. Melainkan dia tengah menerima telfon dari kliennya, dari percakapan tersebut Arya dengan seksama mendengarkan cara bicara Valerie kepada kliennya. Lembut tapi tegas, Arya sangat suka gaya bicara seperti itu dalam dunia pekerjaan.
Arya juga bisa merasakan kalau Valerie itu pekerja keras, Arya bisa menilai itu semua hanya dari gerakan tubuh Valerie saat ini. Tanpa sadar, Arya pun dibuat tersenyum karenanya.
"Maaf ya, saya harus nerima telfon di depan kamu" ucap Valerie setelah sambungan telfonnya berakhir.
"Loh, kenapa harus minta maaf? Saya juga suka kaya gitu ko.. wajar aja buat orang sibuk kaya kita ini Val"
"Kalau saya boleh tau, tadi kamu keluar emang mau pergi? Atau mau kemana?"
"Saya tadinya mau pulang ke rumah ngambil barang-barang. Cuman karena ngeliat kamu, gatau kenapa saya jadi pengen nongkrong"
"Bersyukur lah kamu karena ketemu sama yang punya tongkrongannya" bales Valerie yang mengundang tawa dari keduanya. Tapi tak lama setelahnya tawa tersebut langsung hilang seketika dari mulut Arya. Tiba-tiba saja Arya lansung kembali mengingat memori saat dirinya masih kecil, suara kekehan yang keluar dari mulut Valerie sekarang ini langsung membawa dirinya ke masa lalu. Saat dirinya masih bisa merasakan kasih sayang dari orang yang amat dia cintai sampi sekarang ini.
Arya melirik ke arah Valerie yang masih terkekeh, sampai ketika lampu lalu lintas berwarna merah Arya menatap Valerie sepenuhnya dengan tatapan sendu.
Sadar akan itu, Valerie pun ikut menatap balik Arya bingung. Takut-takut dia ada salah ucap sehingga membuat Arya seperti sekarang.
"Arya.. kamu kenapa?"
"Ga apa-apa... kamu cuman ngingetin saya sama seseorang"