Chereads / Tirai Malam yang Tersingkap / Chapter 2 - North Mount, First Night

Chapter 2 - North Mount, First Night

Aku sampai di sebuah desa yang kecil, aku berhenti dan mulai melihat-lihat pemandangan sekitar yang dipenuhi oleh hamparan karpet hijau persawahan dan beberapa pohon-pohon besar yang diberikan beberapa kain bermotif kotak-kotak dengan warna hitam putih. Aku tidak memahaminya, jadi aku pikir warga desa yang memberikannya.

Bus ini tidak diisi oleh banyak orang, terbukti dalam bus ini hanya ada aku dan dua orang di kursi belakang. Seorang wanita muda dan juga nenek-nenek tua yang menggendong sebuah wadah yang terbuat dari anyaman bambu. Tak ada musik yang diputar membuat suasana disini sedikit dingin, beberapa kabut tipis menyelimuti daerah perbukitan yang tak jauh dari jalan ini menambah suasana mencekam yang aku rasakan. Pemberhentian hampir dekat, tetapi saat aku melihat ke sekeliling hanya aku yang berhenti disini.

Setelah aku membayar sopir dengan uang pecahan tiga buah lima ribu rupiah aku pun turun dari bus tersebut. Aku berjalan dengan membawa koper yang cukup berat. Beberapa kali aku berhenti untuk mengambil napas dalam dan mengelap keringat yang sedikit terasa mengalir di pelipisku. Walaupun disini sangat dingin aku tidak begitu merasakan dinginnya, tetapi hawa dingin itu terkadang terasa menusukku dan memaksaku untuk memakai sebuah sarung tangan dan sebuah syal untuk dikalungkan di leherku.

Aku akhirnya sampai di sebuah penginapan bergaya klasik dengan dinding dan lantai kayu, aku menginjaknya sehingga mengeluarkan bunyi berdenyit beberapa saat. Walaupun demikian terlihat jika tempat ini dirawat dengan baik. Semuanya terasa sangat nyaman dan menenangkanku setelah suasana dingin mencekam. Ketika aku terus berjalan, di sudut ruangan aku melihat ada seorang wanita tengah mengelap meja dan kursi tunggu.

Aku menghampirinya yang tengah sibuk dan bertanya,

"Permisi, aku ingin memesan satu buah kamar. Apakah ada yang tersisa?"

"Oh tentu saja, maaf aku tidak sadar karena terlalu asik dengan pekerjaanku. Tentang itu mohon tunggu sebentar, aku akan melayani anda dengan semestinya setelah anda menunggu beberapa menit. Sekali lagi mohon maaf."

"Baiklah aku akan menunggu, tidak apa-apa lagipula kau mengerjakan pekerjaanmu dengan semestinya."

Aku pun duduk dan melihat pegawai wanita itu pergi dan menghilang di balik pintu yang ditutupnya. Melihatnya aku tahu, dia pegawai berbakat dengan tubuh yang indah. Tapi aku heran, kenapa penginapan sebagus ini terlihat sepi ya? Aku pun mulai mengeluarkan catatanku dari koperku, aku pun mencatat beberapa hal penting yang aku temukan.

Pertama ketika aku melihat gerbang di desa ini aku melihat beberapa gantungan yang cukup aneh, itu benar-benar membuatku heran dan melihatnya untuk beberapa saat. Kedua ketika aku berada di bus, keadaan benar-benar aneh dan itu membuat perasaanku tak nyaman. Ketiga beberapa bangunan aneh yang terlihat dari kejauhan, aku pikir ini karena pengaruh kabut disini serta perasaan lelah dan letihku karena perjalanan panjang.

Aku menutup catatanku kembali dan memasukkannya ke dalam koperku. Melihat resepsionis telah siap untuk melayaniku, aku bangkit dan pergi ke depan mejanya.

"Jadi, mau memesan kamar yang tipe apa?"

"Oh, adakah kamar yang dapat kedap akan suara? Aku takut terganggu dengan suara dari kamar samping atau aku mengganggu mereka, jadi adakah kamar yang demikian?"

"Oh tentu saja, kami memiliki kamar itu. Kamar mandinya juga ada di dalam, jadi anda dapat mandi dengan nyaman tanpa khawatir, adapun makanan akan kami sediakan pada jam-jam tertentu yang sudah tersedia di tempat makan, anda tinggal mengambilnya atau mungkin anda ingin kami antarkan makanannya? Tentu saja kami dapat melakukannya. Anda dapat melihat-lihat sekitar terlebih dahulu dan pemandangan di tempat ini, aku bisa yakin jika anda akan mendapatkan perasaan damai ketika berada di penginapan ini."

Dirinya pun memberikanku sebuah kunci dengan nomor 201

"Oh, terima kasih." Aku menerimanya dan kemudian pergi ke sekitar penginapan untuk menghirup udara segar dan melupakan beberapa hal tak menyenangkan di bus.

***

Pada pukul 19.00 aku mulai bersiap-siap untuk pergi berkeliling ke desa, aku ingin melihat bagaimana orang-orang desa beraktivitas ketika malam hari.

Aku melewati lobby dimana gadis resepsionis itu berada disana.

"Maaf mau kemana?"

"Aku ingin pergi berkeliling, karena ini adalah tugas yang diberikan padaku untuk berkunjung ke tempat ini."

"Tolong agar tuan berhati-hati ketika malam telah berubah ke pukul 22.00 ke atas. Karena suasana di desa akan semakin mencekam dan seluruh warga akan dengan kompak tidak keluar dari rumah mereka dan toko-toko kecil ini pun tutup."

"...Baiklah, peringatanmu akan aku ingat dengan baik, lagipula aku bisa menjaga diri dengan baik."

"Terima kasih tuan atas penerimaanya... aku akan berjaga hingga anda pulang malam ini."

"Baiklah, aku akan mengandalkanmu. Terima kasih atas perhatianmu."

"Ah... Oh tentu... ini sudah menjadi kewajibanku untuk memberitahu setiap penghuni disini."

"Oh, lantas apakah kau tahu peristiwa tiga tahun lalu?"

Gadis itu terdiam sejenak dan kemudian membalas pertanyaanku.

"...Mohon maaf tuan, saya pegawai baru satu bulan ini."

"Oh baiklah jika kau tak tahu... aku rasa aku harus pergi sekarang sebelum terlambat."

"Baiklah tuan, selamat jalan. Semoga selamat di perjalanan."

Aku mengenakan jaket parka yang aku gantungkan pada lenganku tepat ketika aku berada di depan pintu. Aku membukanya dan kemudian menutupnya kembali. Aku sedikit curiga dan merasakan sesuatu yang tidak beres dengan pelayan itu. Seperti menyembunyikan fakta tentang peristiwa tiga tahun lalu, aku yakin dia pasti tahu sesuatu namun tak dapat mengatakannya walaupun dia ingin mengatakannya.

Kali ini aku berjalan-jalan dengan bebas. Aku mulai keluar dari kompleks penginapan dan ketika mencapai gerbang aku membukanya dan menutupnya. Jalanan terlihat di beberapa bagian yang terkena lampu jalan, beberapa lampu kerlap-kerlip menyala menghiasi beberapa sudut desa. Untuk seukuran desa yang kecil ini aku tak menyangka mereka menyediakan sebuah jalan setapak untuk orang berjalan.

Kesanku pada tempat ini sedikit demi sedikit mulai berubah, kesan dingin saat pertama kali berada disini itu benar-benar menusukku. Sekarang aku dapat merasakan kehangatannya dengan benar, tentu sangat berbeda dengan awal kedatanganku. Meski begitu beberapa orang yang aku temui dapat mengurai senyum dari bibir mereka.

Jika aku katakan, bisa dibilang saat ini orang yang keluar dari rumah rata-rata adalah orang dewasa, beberapa diantaranya anak-anak dengan pendampingan orang tuanya. Menurutku itu normal karena mereka memang anak-anak. Untuk kalangan remaja mereka berkumpul di depan pekarangan milik salah satu teman terdekat dengan mendirikan tenda dan api kecil dan bersenang-senang dengan tarian dan gitar. Mereka cukup bersahabat sepertinya.

Aku mencatatnya dan terus mengamati kehidupan di desa ini sampai waktu benar-benar mepet dengan batas aman. Secara tiba-tiba orang-orang mulai bergegas untuk pergi ke rumah mereka masing-masing, dan aku masih terdiam disini untuk beberapa saat. Ini benar-benar menyeramkan melihat bagaimana mereka bergerak dengan cepat untuk menghilang dari luar rumah mereka. Jadi mungkin ini semacam mitos yang berkembang di masyarakat tentang sebuah keberadaan yang benar-benar menyeramkan dan menjadi momok berada di sekitar mereka.

Di sebuah jalanan yang panjang ada sebuah jalanan yang di tutup ketika ada pertigaan. Aku melihat jauh ke dalam palang yang menutup jalan itu, dan memutuskan untuk tidak pergi ke dalam. Mendengar keterangan yang diberikan oleh gadis resepsionis sebelumnya, sudah seharusnya aku menghindari tempat yang mencurigakan ini. Mungkin dikeesokan harinya aku akan kemari lebih awal.

Namun di perjalanan pulang ketika aku sampai di titik awal kembatan, tepat di tengah-tengah jembatan berdiri seorang gadis yang seumuran denganku jika aku lihat dari postur tubuhnya, dia tak seperti penduduk desa ini yang wajah dan tubuh mereka terlihat lebih membumi. Dia benar-benar membuat perhatianku teralihkan karena pesona yang ia berikan walaupun wajahnya tak terlihat, dia menghadap ke arah sungai.

"Maaf bila mengganggumu, tapi apakah kau benar-benar tidak takut tentang rumor yang menyebar di desa?"

"Tidak, aku tidak mempercayai rumor yang ada disini... karena itulah aku berada di tempat ini... melihat sungai yang memantulkan cahaya rembulan adalah hal yang biasanya gadis cantik lakukan bukan?"

Aku mungkin akan tersipu dengan kata-kata yang indah itu jika aku adalah orang yang memandang hal-hal romantis sebagai sesuatu yang menarik. Tetapi benar, pesona gadis cantik memang selalu membuat wajahmu sedikit memerah tak terkecuali aku yang mungkin menghindari hal-hal romantis.

"...Oh... baiklah, apakah kau sering berada di jembatan ini?"

"Oh tentu, aku suka sekali memandangi sungai yang memantulkan cahaya bulan. Ketika aku ingin berkunjung ke tempat dimana aku dan suamiku berpisah, tentu membuatku sangat merindukannya. Dunia ini benar-benar kejam pada gadis cantik. Lalu siapakah dirimu? Jika aku perhatikan wajahmu asing bagiku."

"A-aku hanya seorang wisatawan. Kemari untuk melakukan beberapa perjalanan dan pengalaman baru, kau tahu aku membuat buku untuk bercerita tentang pengalaman berkelana ke berbagai tempat."

"Oh, kau seorang traveller? Kau punya selera yang bagus bukan dalam melihat pemandangan dan juga estimasi biaya perjalanan bukan? Fufufu..."

"Tidak juga, aku baru akan memulainya dari sini... tapi aku berniat untuk membantu para traveller pemula untuk merasakan atmosfer dari tempat yang berbeda."

"Hm, apakah kau benar-benar menginginkan hal itu?"

"Tidak, aku tidak benar-benar menginginkannya. Aku juga tak berniat untuk terkenal aku selalu ingin berlindung di balik orang-orang yang lebih besar dan terkenal dariku."

"Hm, kau merendah tuan... tapi sebelum kita berlanjut dan mengakrabkan diri, bukankah lebih baik untuk kita saling bertukar nama?"

"Tentu. Memang sudah seharusnya begitu juga, perkenalkan aku Nashiki Zashiki, seorang guru."

"Oh seorang guru ternyata. Aku Naomi. Naomi Nuriani jika kau bertanya tentangku kepada para penduduk disini mereka tak akan tahu. Karena aku terlalu menutup diriku dari kehidupan sosial."

"Baiklah, bagaimana engkau hidup sampai saat ini?"

"Aku hidup? Pertanyaan yang benar-benar aneh kau tahu? Apa-apaan itu? Bukankah kau sedikit keterlaluan berbicara seperti itu pada seorang gadis? Fufufu...."

Suara tawanya sangat indah, aku sungguh tak keberatan untuk mendengarkannya dan menjadikannya nada alarm untuk membangunkanku. Tapi ini mungkin terdengar sedikit berlebihan bukan?

"Oh maafkan aku. Tapi aku serius, menjadi penyendiri tanpa seseorang di sekitarmu. Apakah kau bisa hidup dengan mudah?"

"Hidupku selalu terjamin dengan baik Pak Nashiki. Jangan terlalu mengkhawatirkan seseorang yang baru kau temui beberapa menit yang lalu kau tahu? Mungkin kau harus waspada pada seorang gadis cantik atau wanita cantik yang tiba-tiba ada di depanmu? Ahh... bukankah menjadi cantik adalah sesuatu yang sangat merepotkan jika dilihat?"

"T-tapi... bukankah menjadi cantik akan membuatmu lebih mudah untuk hidup? Teoriku selalu berkata demikian... maaf bila aku terlalu membuat kecantikanmu adalah sebuah hal yang menakjubkan."

"Tidak apa tuan, ini benar-benar bukan sesuatu yang pantas untuk disalahkan karena itu memang kenyataannya. Karena kecantikan ini membuat mata orang-orang tertuju padaku, terkadang mereka melemparkan kata-kata tak senonoh ataupun benci padaku. Mencurigaiku tentang mencuri para lelaki dari tangan mereka. Ini benar-benar menyakitkan."

Naomi menoleh padaku, menampakkan kecantikan yang tiada tara. Tak ada yang lebih cantik darinya selama hidupku ini, dia benar-benar seorang dewi kecantikan, kecantikannya abadi, dia bukan seorang manusia.

"..."

Aku hanya terdiam, tak ada yang dapat aku sanggah dari perkataannya dan kecantikannya...

Mendengarnya dan melihat dirinya saat ini aku tak dapat menyanggahnya. Hanya sebuah anggukan kecil dan meneguk ludah sendiri.

"Sudahlah Naomi, tak ada yang bisa kamu katakan ataupun cegah atas kata-kata keji mereka. Seluruh hal yang telah terjadi pasti membuatmu kesakitan bukan? Lebih baik luka itu jangan engkau biarkan terbuka kembali, luka itu masih belum sepenuhnya kering. Perban yang menutupinya masih belum bekerja dengan baik."

Aku mungkin salah mengatakannya.

Isak tangis sayup-sayup terdengar darinya, tentu membuatku sedikit khawatir padanya.

Namun dirinya terlihat menghapus air matanya dan mengambil napas lamat-lamat.

"...Terima kasih, kamu sedikit membuatku lega. Apakah besok engkau akan kemari lagi?"

"Umm... mungkin saja. Aku akan kemari setelah kegiatan berkelilingku selesai, apakah kau bisa menungguku?"

"Tidak. Kau seharusnya tidak sepercaya diri itu Nashiki. K-kau benar-benar..."

Senyumnya kembali terlihat, dia benar-benar cantik ketika senyumnya terlihat seperti itu. Walaupun bulu matanya terlihat basah karena air mata, senyumnya mampu membuat sesuatu yang terbaik.

"Sudahlah, mungkin ini saatnya untuk kita berdua beristirahat. Aku ingin mendengarkan ceritamu besok malam."

"Tentu aku akan berusaha menyanggupi keinginanmu, jadi tunggulah aku disini."

"Baiklah. Aku akan menunggumu besok disini."

Aku meninggalkannya sendirian di jembatan itu. Jembatan yang samar-samar aku lihat semakin menjauh dari pandanganku. Tak ada yang cantik dari jembatan itu kecuali apa yang saat ini berdiri di atasnya.

Aku telah sampai di gerbang penginapan. Ku kira gadis resepsionis itu telah tertidur, tapi anggapanku ternyata salah.

Ketika aku masuk ke lobi, dirinya telah berdiri dengan wajah marah dengan pipi yang menyimpan udara sembari berkacak pinggang. Ku pikir dia agak menggemaskan... jadi ketika dia sedang memasang wajah itu aku tak sengaja mengatakannya.

"Hm, ku pikir kau agak menggemaskan untuk menyambut tamu yang baru pulang? Ada masalah?"

"K-kau..." wajahnya sedikit memerah tapi dia tetap berusaha untuk memarahiku yang terlambat untuk pulang.

"Kau harusnya tahu bukan jika kau sangat-sangat terlambat?"

"Oh tentang malam ini? Tenang saja, aku tak berpikir bahwa ada sesuatu yang berbahaya disana. Justru aku bertemu dengan orang yang tengah bersedih di perjalanan pulang, aku justru kasihan dengannya... jadi aku putuskan untuk menemaninya beberapa saat."

"Ha? Apa?"

"Apa kau tak mendengarnya? Ada seseorang yang tengah berdua tentang seseorang yang telah mati atau yang semacamnya."

"Tidak-tidak. Aku ingin memastikan orang yang kau temui malam ini. Siapa dia?"

"Aku pikir dia adalah seorang gadis yang seumuran denganku tapi aku salah, ternyata dia telah jadi janda."

"...kau yakin jika orang itu adalah manusia? Tidak umum bagi warga desa masih berada di luar pada jam-jam ini."

"Oh tentu, tapi ku pikir aku bisa memberikan tanda-tanda tentang wanita itu. Mulai dari pakaiannya, gaun putih yang indah tapi tidak terlalu panjang itu membuatnya lebih menawan. Wajahnya putih pucat dengan wajahnya yang hanya terlihat mulut dan hidungnya yang berbeda denganmu. Ku pikir dadanya lebih kecil dibandingkan milikmu..."

Plukk

Tiba-tiba dia memukulku dengan tumpukan koran dua kali, rasanya benar-benar sakit dan sangat tidak nyaman. Aku melihat wajahnya sedikit memerah sembari tangannya berusaha menyembunyikan dadanya. Tapi, dari mana asal tumpukan koran itu?

"Kenapa kau katakan yang terakhir... kau benar-benar memalukan. Aku menyesal menerimamu di penginapan ini."

"Hm kenapa kau harus tersinggung dengan itu?"

"Tentu saja siapa yang mau dadanya diamati dengan cara seperti itu. Itu benar-benar tidak sopan."

"Oh, maafkan aku. Aku tidak berpikir demikian, aku hanya berusaha menerangkannya padamu jadi aku membandingkannya denganmu. Jadi kalau dilanjutkan, tingginya mungkin dia lebih tinggi dariku dua atau tiga senti."

"Hm, aku tidak pernah melihatnya. Bahkan jika aku bertanya pada orang-orang disini mereka tak ada yang mengetahuinya. Jadi kemungkinan dia orang yang baru sampai di kota ini sepertimu."

"Baiklah, melihat waktu seperti ini aku pikir kita harus istirahat. Bagaimana denganmu?"

"Sebentar. Aku akan memberitahu penjaga dulu untuk bangun dan bekerja, jadi aku akan istirahat nanti tuan. Terima kasih atas tawarannya."

"Tunggu, aku ingin tahu siapa namamu?"

"Aku Amelia Herzegovina. Salam kenal tuan Nashiki, semoga nasib baik selalu berada di pihakmu."

"Terima kasih atas doa mu, aku menghargainya. Amin."

Gadis itu pergi meninggalkan lobi dan menguncinya, aku pun kemudian bergegas membersihkan diri dan beristirahat di kamarku. Hari ini aku pikir tidak ada yang aneh, jadi aku akan mencatat beberapa hal yang terjadi sepenuhnya keesokan harinya.