Chereads / Suamiku Duda Muda / Chapter 23 - Perubahan Gio

Chapter 23 - Perubahan Gio

"Apa yang kau katakan?"

"Kakak tahu jelas di mana Eva sekarang, bukan? Jangan coba-coba membuat aku marah karena merusak mental atau mengganggu aku lewat Ica, aku tidak akan diam di sini!" Gio bersumpah untuk itu.

Cih,

"Jadi, kedatanganmu menemuiku hanya sebatas soal Eva?" dia balas pertanyaan itu. "Aku sudah tidak berhubungan dengannya, dia entah di mana, dan aku tidak ada hubungannya dengan Ares!"

"Ahahahahah, apa Kakak pikir aku akan percaya padamu, semudah itu?" Gio bergeleng. "Dulu, aku percaya padamu dan semua hancur, aku hanya ingatkan satu kali lagi padamu, jangan sekali-kali mengganggu Ica, karena aku tidak akan tinggal diam begitu Ica tersakiti seujung kuku pun!"

Gio melangkah ke luar dari ruangan sekaligus kantor kakak tertuanya itu, wajah keras dan bengis penuh dendam masih ada di sana.

Sementara Lisa masih menunggu di mobil, sejak tangisan Lisa di malam itu dan adanya Ares, Gio jauh lebih posesif padanya, ke mana pun dia melangkah harus ada bayangan Gio di sana.

Begitu suaminya tampak dari kejauhan, Lisa tegakkan posisi duduknya, dia lipat bungkus camilan yang sedari tadi membuat dia tidak tegang, entah apa yang membuat suaminya menemui sang kakak ipar pertama, selama ini bahkan bertegur sapa saja malas.

Brak!

"Gi, mau ini?" menawarkan minuman.

Tidak, dia seharusnya dia tak menawarkan apapun pada suaminya, yang terjadi justru Gio melumat habis bibirnya sampai dia tersengal dan kepayahan.

Srrruuupppp!

Gio tersenyum nakal sambil menyedot minumannya, minuman yang tadi Lisa tawarkan jauh sebelum bibirnya dihabisi, Lisa hanya tersenyum terpaksa, bibirnya sakit kalau ada yang digigit.

Gio semakin condong pada predator mania sekarang, Lisa yakin itu.

"Gi, kenapa tadi mendadak bertemu kakak?" Lisa penasaran.

"Kenapa memangnya, dia kan saudaraku."

"Eh, iya sih, tapi kan kamu tidak biasanya seperti in-"

"Ica, soal anak itu, aku tidak akan memaksamu, kita lakukan seperti biasanya, sesuka hati kita tanpa peduli kapan Tuhan berikan amanah itu ke kita, jangan terbebani ya!"

Loh, ini ada apa lagi? Lisa merasa ada hujaman di jantungnya, mendadak Gio ingin segera punya anak, lalu sekarang dia seolah mau mengulur waktu akan hadirnya anak itu.

"Jangan berpikiran buruk, Ica. Aku bukannya mau berselingkuh atau sejenisnya," ujar Gio.

"Lalu, apa?" jangan bilang kamu masih mau belajar jatuh cinta ke aku, Gi.

Lisa sudah berwajah sedih, Gio melihat itu dan paham, tapi memang dia suka sekali menggoda istrinya.

"Ya, aku mau main-main dulu sama kamu, katanya kalau wanita hamil di bulan pertama itu tidak bisa disentuh, apalagi minta jatah, aku belum puas!"

Hih, Lisa mau memukul kepala kotor suaminya saja, selain jatah tak ada lagi yang Gio pikirkan rupanya, otaknya tak jauh-jauh dari pakaian dalam.

Namun, dibalik permintaannya ini, Gio menyimpan harapan besar, dia tidak mau saat Lisa hamil anaknya, sedang dia belum bisa memastikan Eva datang atau tidak, kehamilan harus dia jaga dan jangan sampai berdampak karena Eva muncul kembali, Gio tak mau mental Lisa hancur dan hilang percaya padanya.

"Gi, kita kapan ya bakal makan di resto itu?"

"Yang mana?"

"Yang ada ramennya itu, Gi. Aku ingin sekali makan pakai sumpit yang hits di sana, katanya ada foto bareng sumo juga loh, jadi semacam campuran gitu, Gi, budayanya!"

Melihat istrinya antusias, Gio lantas memutar kemudinya, dia ajak hari ini juga saat Lisa meminta dengan wajah girang. Bayaran dimukanya dia meminta langsung, sebelum turun dari mobil, Gio buat bekas merah di leher Lisa.

"Tanda-tanda kepalamu!" gumam Lisa sebal.

***

Sejak hari itu, pertemuan mendadak Gio dengan kakak tertuanya, hampir setiap hari di kepala Lisa seolah terus bertanya ada apa dan kenapa pada suaminya, dia tak menemukan celah akan apa yang Gio pikirkan.

"Biasanya dia dua hari sekali minta jatah, kenapa sekarang sudah mau tiga hari tidak mendekati aku sama sekali, apa Gio mulai merindukan Eva dan niatnya menunda anak itu karena masih mencintai Eva?" gumam Lisa berspekulasi sendiri.

Dia ada di rumah kedua orang tuanya, sedangkan Gio pamit ke luar sebentar entah mau bertemu dengan siapa, dia hanya berkata kalau ada kepentingan dan itu cukup lama.

Ibu sudah melirik Lisa agar segera menghubungi Gio, kehadiran Lisa di sini tidak akan disambut bahagia kalau bukan Gio yang bersamanya.

"Ke mana sih suamimu itu?" Ibu sudah memasak untuk Gio.

"Lisa cuman tahu kalau dia mau ketemu sama orang penting, Bu. Gio itu kalau sudah rahasia, sampai pulang dia tidak akan kasih tahu, dan tenang saja, dia pasti makan buatan Ibu ini!" Lisa bergeleng, ibunya begitu mengidolakan sang suami.

Dalam hati dia sendiri bingung dengan siapa suaminya ke luar saat ini, benar yang dikatakan orang-orang, dia harusnya tak merasakan tenang kalau menikah dengan duda, dia harusnya merasa waspada.

Banyak praduganya sampai sepatu Gio terdengar tanda dia sudah kembali dari pertemuan rahasia itu, Lisa bergegas ke depan, dia sambut suaminya kalau perlu dia mau membuka baju di depan suaminya, tidak enak sekali dua hari biasanya didekati, sekarang sudah jalan tiga hari, ada yang kurang.

"Gi, tadi bertemu siapa? Ibu tanya terus kamu sama siapa."

"Orang."

Kan, jawabannya kalau tidak mau dibuka ya seperti ini, akan menjawab seenak kepalanya.

Lisa duduk di tepi ranjang, dekat dengan kaki Gio, kalau marah tinggal ditendang saja dia, tapi mana mungkin Gio marah begitu, selama ini tidak pernah.

Lisa pijat kaki itu, dia yakin Gio akan curiga, biar saja.

"Ica, kamu gatal ya?"

"Heh, gatal apa?" meraba kulitnya, tidak ada yang merah.

Gio tertawa kecil, dia tepuk dadanya meminta Lisa bersandar di sana dengan tubuh yang harus berada di atas perut Gio, seperti anak kecil yang merajuk. Sekalipun, Lisa mengatakan dirinya berat, Gio akan memaksa.

Cup,

Gio kecup kening istrinya, "Ibu masak apa?"

"Masak kesukaan kamu, aku sampai membuat mie goreng karena ibu tidak memberi sebelum kamu makan, Gi." sendu dia lapar. "Gi, tadi ke mana sih?"

"Ketemu orang."

Grrrrrr, iya aku tahu orang, masa hewan!

Tapi, Lisa hanya geram dalam hati, dia dengarkan dan rasakan debaran jantung suaminya itu, begitu nyaman di telinganya sampai dia mengantuk.

"Kamu benar-benar gatal ya, Ica?"

"Gatal apa sih?" dia angkat kepalanya.

"Tiga hari tidak aku ajak bermalam, pasti gatal-gatal, iya kan?"

Heh, duda satu ini, tahu saja.

"Tidak kok, kan aku tahu kamu kerja, Gi. Hmm, tapi tidak tahu lagi sih kalau kamu dek-" Gio sudah melotot, tahu ke mana arah pembicaraan Lisa. "Ehehehe, ah tidur di sini enak ya, Gi!" jangan marah, plis.