Percuma meminta maaf, duda itu sudah marah padanya, maksudnya duda muda yang sudah menikah dengan Lisa, sekarang dia harus mengejar langkah kaki Gio sepulang makan mie ayam bersama teman-teman kerjanya, hanya dia yang tak kembali ke kantor
Lisa berhenti tepat di belakang Gio, pria itu memandang lurus bayang Lisa yang memantul ke badan mobil.
Matanya masih tajam dan memicing, dia tidak suka Lisa pergi memutuskan apa yang dia tidak tahu, terlebih lagi pergi bersama Ares, di sana bahkan membahas Eva.
Walau hanya sekadar nama dan Ares tak menjelaskan panjang lebar, tetap saja dia kesal pada istrinya, dia cemburu.
"Gi, jangan marah ya!" dia memohon, sebal, tapi kalau suaminya marah, Lisa juga takut yang ada. "Gi-"
"Masuk!" titahnya menyentak tangan Lisa.
Baiklah, marah sesukamu, aku salah, makan mie ayam sama teman tidak izin saja salah, iya aku salah.
Lisa menurut, dia masuk lebih dulu. Pintu di sebelahnya sontak terbanting, Gio ikut masuk dan mendorong Lisa sampai kursi itu sejajar, membuat Lisa ada di bawah kungkungannya.
"Gi, kenapa sayang?" Lisa blingsatan, bingung mau apa ini kalau suaminya nekat, ini di parkiran lagi. "Gi, hei mau apa sayang?" kancing kemejanya dibuka.
Gio tak menjawab, dia lakukan apa yang mau dia lakukan, kaca mobil ini sangat gelap, dia parkir pun di paling ujung, kondisi belum pulang kerja, jadi sepi.
"Gi, sayang-sayang, jangan ... ampun, aku salah, aku minta maaf, Gi, ampun!" Lisa mau menangis rasanya.
Bukan tidak mau memberikan apa yang suaminya mau, tapi ini kondisinya di mobil dan area parkir, terlebih lagi Gio tengah marah padanya, sentuhan Gio pun berbeda, ada kemarahan yang Gio simpan.
Hiks,
"Gi, ampun, iya aku minta maaf, sayang, aku salah!"
"Giiiiiii," teriak Lisa frustasi, suaminya hampir membuka dan menarik roknya.
Gio angkat wajahnya, tubuh Lisa gemetaran, dia dekap dadanya, bekas merah jelas ada di sana, Lisa sesenggukan sambil mengucap maaf.
"Ica," sebut Gio lirih, dia raih kesadarannya.
Sungguh, dia tersentak melihat Lisa menangis, bahkan meminta maaf padanya seraya memohon dengan air mata.
"Ica, Ica, Ica."
Gio rengkuh tubuh Lisa, dia lepaskan jasnya dan membalut tubuh atas Lisa yang terbuka.
"Maaf, Ica." Gio ciumi wajah Lisa, baru ini dia memperlakukan Lisa seperti wanita rendahan saja, melucuti Lisa tanpa tahu tempat.
Semua itu karena dia terbakar api cemburu, Gio dekap Lisa, menenangkan Lisa yang masih sesenggukan, tidak ada senjata lain yang bisa menyadarkan Gio selain ini.
"Aku minta maaf, Gi-"
"Tidak, aku yang salah, Ica. Maafkan aku, maafkan aku!" Gio ciumi wajah Lisa, dia perbaiki posisi duduk dan pakaian Lisa.
Gio pastikan wajah Lisa tak ada air matanya, hatinya sakit melihat Lisa menangis, dibandingkan duduk di depan Ares tadi.
"Gi, aku sayang sama kamu, Gi, aku sayang sama kamu!" ujar Lisa meyakinkan, biarlah dia terbuka akan perasaannya itu, biarlah sudah agar suaminya tak mengira dia mau selingkuh. "Aku sayang sama kamu, aku tidak selingkuh, Gi!"
Sayang?
Gio takup wajah Lisa, untuk pertama kalinya dia mendengar pengakuan hati Lisa, kata sayang yang sangat dia tunggu dari seorang wanita yang tulus padanya.
"Ica,-" lidahnya keluh dibuat Lisa, Gio hanya bisa memeluk dan menciumi wajah Lisa.
Hampir saja dia memperlakukan Lisa seperti wanita rendahan, tapi istrinya membuat dia sadar akan kata sayang.
"Aku sayang sama kamu, Gi."
Gio dekap semakin erat, apa yang dia harapkan pada Lisa akhirnya dia dapatkan.
Perasaan Lisa untuknya.
***
Mau itu, mau itu, mau itu juga ....
Gio dorong troli berukuran besar di samping Lisa, malam ini dia akan membelikan apa saja yang Lisa mau, dia tak akan menolak ataupun melarang Lisa, termasuk makan di rumah makan yang Lisa inginkan, semua Gio penuhi sebagai bukti maafnya yang telah berlaku kurang ajar pada sang istri.
Pengakuan sayang Lisa dipertanyakan berulang kali, bahkan karena senangnya, hari ini juga dia menghubungi Andreas dan mengizinkan Lisa masuk kerja lagi, mau tidak mau acara perpisahan hari ini anggap saja Lisa tengah menyenangkan teman kerjanya, Lisa baru akan resign kalau dinyatakan hamil, tapi tak Gio batasi selama istrinya mau kerja.
"Gi, kartunya!" menggantungkan tangan.
"Ini, pinnya jangan sampai salah!"
"Iya, aku hafal semua." tetap saja sejak mereka menikah, pin kartu bank suaminya hanya sebatas tanggal lahir dan pernikahan mereka saja, tak pernah berubah.
Tit,
"Kok bisa salah, masa sih?" ini dua kali dia salah menekan tombol pin, satu kali lagi bisa batal.
Lisa putuskan memanggil sang suami yang sudah mendapatkan tempat duduk, Gio tertawa sambil mendorong troli berisi banyak kantong belanja itu.
"Eh, apa itu, kamu ganti apa?" Lisa mendesak, dia mau tahu juga.
Gio bereskan dulu barang belanjaan mereka, membiarkan Lisa merengek sampai mereka di parkiran.
"Gi-"
"Tanggal lahirmu." Gio bukakan pintunya.
"Yang benar, Gi? Kok bisa? Sejak kapan?"
"Sudah lama, kamu tidak pernah membayar ke kasir selama ini, Ica, aku yang antri membayar, iya kan?"
"Ah, begitu ya. Tapi, kenapa tanggal lahirku?" ayo, kamu belum bilang kalau suka sama aku, ayo bilang. Lisa ingin mendengarkan pengakuan Gio.
Tapi, sia-sia karena tahulah Gio tak akan membuka alasan dibalik semua itu, dia telah jatuh cinta pada gadis baik hati dan ramai seperti Lisa, dunianya hidup karena Lisa.
"Aaaaah, Giiiiiii ... ice cream aku!"
Bebas, dia bebas manja pada Gio, bendera kemenangan ada di tangannya sekarang, Lisa bebas merengek tanpa takut Gio menindihnya sembarangan.
Hmm, tapi jujur saja Lisa suka pada Gio yang begitu asalkan di tempat yang tepat, itu jiwa Gio sekali, kalau diam begini bukan dan terasa ada yang kurang.
"Gi, jadi besok aku boleh kerja lagi, iya?"
Gio mengangguk, sontak Lisa bersorak berkeliling kamar.
"Mau apa, Ica?"
Lisa tak menjawabnya, dia sibuk memilih baju yang ada di lemarinya, dia mau memakai baju terbaik malam ini di depan Gio sebagai hadiah.
"Ica, jawab!"
Lisa berlari ke depan Gio, dia angkat baju yang baru saja dia ambil.
"Aku mau pakai ini nanti malam, boleh tidak?"
Heuh?
Gio menyeringai tipis, dia pandangi wajah centil Lisa, begitu kalau wanita sudah mengaku cinta, masa bodoh akan apa yang dia lakukan.
Gio lingkari pinggang Lisa, dia tempelkan keningnya ke kening Lisa.
"Tidak pakai baju pun aku suka, Ica."
"Heh, tidak boleh, malu!"
"Ahahahaahah, malu?" Gio jauhkan wajahnya. "Apa yang perlu kau sembunyikan, setiap inci kulitmu saja aku tahu, Ica?!"
"Tetap saja, aku mau menunggumu di kamar pakai ini, titik!"