Chereads / VALENCIA / Chapter 1 - Prolog

VALENCIA

Andi_Indah_Jayanti
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 9.3k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Prolog

"Huaaaa…" Tangisan anak kecil yang sedang terduduk di tanah itu kini mengundang orang-orang dewasa di sekitarnya.

"Nesha! Ada apa nak? Kenapa tanganmu jadi lecet begini?" Tanya seorang wanita yang tak lain adalah ibu dari anak itu.

"Alen dorong Nesha, huaaaa sakit, hiks…." Rengek anak itu sembari menunjuk ke arah anak lainnya yang kini sedang menunduk dalam sembari memainkan jarinya.

"KAMU APAKAN ANAKKU HA?!" Bentak sang ibu tadi sambil juga mendorong bahu anak yang tengah menunduk itu hingga ia terjatuh.

"Ada apa ini?" Suara lain kini datang diikuti oleh banyak orang lainnya.

"Kamu tanya anak kamu! Berani sekali dia mendorong anakku, cih!"

"Apa benar itu Alen?" Tanya sang ayah yang sama sekali tidak berniat membantu sang anak untuk berdiri.

"A-alen ga sengaja, ta-tadi dia bi-bilangin Alen pembunuh" Balas anak itu dengan tubuh bergetar yang masih terduduk di atas tanah.

"ITU KARNA KAMU MEMANG PEMBUNUH JAL*NG!" Bentak ibu yang tadi sambil menjambak rambut Alen-anak yang masih terduduk.

Merasa marah dengan sebutan itu, Alen dengan ganas menggigit tangan yang menjambak rambutnya.

"Aww… Dasar anak kurang ajar!" Dengan kasar, ibu itu menghempaskan rambut Alen hingga beberapa helai rambutnya kini berjatuhan di tanah.

"Hiks… hiks… Sakit.. hiks.."

"Bangun!" Pinta sang ayah dengan tegas, membuat Alen menyembunyikan suara tangisnya dan berdiri menghadap sang ayah.

PLAK

PLAK

PLAK

Tiga tamparan telak membekas di pipi Alen. Tak kuasa dengan rasa sakitnya, Alen membekap mulutnya guna menyembunyikan suara tangisnya yang tak bisa ia tahan. Karna ia tahu, bahwa sang ayah akan memukulnya lagi jika ia mengeluarkan suara tangisnya.

"Kamu marah karna dibilangin pembunuh?"

"KAMU ITU MEMANG PEMBUNUH!"

"JIKA SAJA KAMU TIDAK LAHIR, ISTRIKU TIDAK AKAN MATI!!"

"Dasar anak sial!" Ucap sang ayah yang akhirnya meninggalkan Alen yang masih terus membekap mulutnya. Ia pun juga kembali terjatuh sebab di dorong oleh ibu tadi dan diikuti oleh anaknya yang juga meledek Alen yang terlihat mengenaskan.

"Hiks… hiks… Alen bukan pembunuh.. Mama.. Alen bukan pembunuh.. hiks.." Tangisnya pun pecah saat dirinya kini sendiri.

Sejak ia lahir hingga sekarang, ia berumur 5 tahun, tak ada kasih sayang yang ia terima, tak ada belaian kasih yang ia terima, tak ada seorangpun yang menemaninya. Ia hanya terus menerima siksaan dan hinaan dari orang-orang sekitarnya. Ia bahkan tidak tau, apa arti dari seorang ibu? Karna ibunya meninggal saat melahirkannya. Seperti apa perlindungan seorang ayah? Bukannya perlindungan, ayahnya hanya sosok penyiksa baginya. Dan seperti apa rasanya di berikan kelembutan oleh orang lain? Karna tak ada seorangpun yang menyukainya, semua orang membencinya.

Satu hal yang menjadi pelarian Alen, yaitu menonton. Menonton sesuatu yang berbau Psikopat. Mungkin jika anak normal lainnya tidak akan bisa menonton film seperti itu karna awasan orang tua, tapi itu tidak berlaku di Alen karna tidak ada yang pernah memerhatikannya dan mengajarkannya sesuatu yang 'mungkin' salah. Baginya menonton sesuatu yang seperti itu bisa melampiaskan emosi dan kesedihannya, bahkan ia juga memiliki sebuah alat yang selalu ada di film itu, pisau. Yah benda itu adalah mainan yang selalu ia mainkan.

🐾🐾🐾

Alen duduk menyendiri di bawah pohon yang berada di dekat rumahnya. Ia menggambar sesuatu yang berbentuk manusia dan kemudian menusuk-nusuknya dengan pisau yang ia gunakan. Setelah itu ia menggambar lagi dan kembali melakukan hal yang sama berulang kali.

"Apa yang kau lakukan di situ, pembunuh?" Suara mengejek yang berasal dari arah sampingnya, membuat Alen menghentikan kegiatannya dan menoleh dengan wajah datarnya.

"Sudah ku bilang kan aku bukan pembunuh" Balas Alen dengan sorot mata yang terlihat kosong.

"Kamu itu pembunuh, ibu kamu kan mati karna kamu lahir, wleee"

"Tidak! Membunuh itu seperti ini.."

Tsak! Tsak! Tsak!

Alen menusuk gambar yang ia buat tadi dengan bringas, menunjukkan tindak pembunuhan yang sebenarnya, dari yang ia pelajari di tiap film Psikopat yang ia nonton.

Eca yang melihat itu seketika ketakutan dan membuatnya cegukan dengan mata yang mulai berkaca-kaca.

"Membunuh itu seperti itu, tapi aku tidak pernah melakukannya, jadi kenapa kalian terus menyebutku sebagai pembunuh?" Tanya Alen yang kini mendekat ke arah Eca. Mengabaikan raut ketakutan milik sepupunya itu. Ah bukan mengabaikan, tapi ia juga belum belajar tentang bentuk-bentuk ekspresi selain ekspresi marah dan menangis tentunya.

"APA YANG INGIN KAU LAKUKAN!" Eca yang tadinya berada di hadapannya kini berganti oleh sosok seorang ibu bagi anak itu.

"Apa kau hendak membunuh anakku? Ha? Pergi kau! Menjauh dari kami!!" Usirnya yang mendorong keras bahu Alen hingga menabrak pohon yang di belakangnya.

"A-aku tid--

"FARHAN!!!"

"FARHAN!!!"

"Ada apa lagi ini?!"

"Lihat apa yang di pegang anakmu! Dia hendak membunuh anakku! Usir dia pergi dari sini sekarang juga!!!"

Dengan tangan yang mengepal, Farhan-ayah Alen, menarik paksa tangan mungil itu dan langsung menghempaskannya dengan kasar ke arah luar gerbang.

"Ayah jangan usir Alen.. Alen takut.. Alen minta maaf.. Alen bukan pembunuh.. Jangan usir Alen" Mohon Alen yang kini berlutut di depan ayahnya, mengabaikan darah yang mengalir di sekitar lututnya.

"HARUSNYA KAMU BERSYUKUR KAMI MAU MANAMPUNGMU! HARUSNYA KAMU BERSUKUR ADIK MAMAMU MAU MEMBESARKAN MU!! DAN SEKARANG KAU INGIN MEMBUNUH ANAKNYA?!" Bentak Farhan sambil menendang Alen menjauh dari kakinya.

"Alen tidak per--

"PERGI KAU DARI RUMAHKU ANAK SIAL!" Dan setelah mengucapkan kata terakhirnya, Farhan masuk dan mengunci gerbangnya.

Bukannya menangis dengan keras, Alen terdiam menatap kosong rumah yang dulunya tempat ia berteduh. Ia terus mengukir sesuatu di halaman itu menggunakan pisau yang sejak tadi ia genggam. Hingga tiba-tiba...

"Apa yang akan kau lakukan?"

Suara itu menyadarkan Alen dari pikiran kosongnya tadi, bahkan ia langsung berdiri dan menyembunyikan pisaunya.

"Tidak usah takut. Aku bukan orang jahat, yah setidaknya aku masih jauh lebih baik dari orang-orang yang tadi mengusir mu" Ucap orang itu sambil berjongkok di hadapan Alen agar tinggi mereka seimbang.

Orang itu mengusap pipi halus Alen, dan kemudian menyisir lembut rambut Alen yang terlihat berantakan.

"Mata itu sama persis dengan mata milik Alice, ibu kamu. Bahkan kecantikannya pun menurun ke kamu, anaknya. Harusnya ayah kamu bersyukur bisa punya anak seperti kamu"

Alen yang sama sekali tidak mengerti dengan suasana yang ia rasakan sekarang, membuatnya hanya bisa mengerjapkan matanya.

"Dari awal aku sudah tidak setuju ibu kamu menikah dengan ayah kamu. Tapi aku ini cuma sahabat ibu kamu, yang tak punya hak mengatur kehidupannya. Ibumu pasti tengah bersedih di atas sana melihat anaknya diperlakukan seperti ini"

"Tante siapa?" Tanya Alen akhirnya.

"Aku Vanya, sahabat ibu kamu. Mulai sekarang aku yang akan menggantikan sosok ibu yang belum pernah kamu rasakan. Aku akan melindungi

mu dari apapun yang akan menyakitimu, dan aku akan mengajarkanmu banyak hal, termasuk membalas semua perbuatan yang kamu dapatkan sampai sekarang ini" Lanjutnya sembari membawa Alen ke dalam gendongannya dan mengecup singkat pipi bulat itu.

🐾🐾🐾