Dari dekat gue hanya bisa diam menyaksikan adegan tersebut. Terlalu sayang energi yang susah payah gue kumpulkan untuk bekal menyongsong jam enam sore nanti, untuk sekedar melerai pertengkaran tidak berfaedah tersebut.
Namun apa daya, panas matahari lebih kejam hingga begitu menyengat dari pada hari-hari biasa. Sekujur tubuh gue sudah basah oleh keringat saat panen selesai di pukul tiga sore. Saking capeknya gue jatuh terkapar di rumput, dibawah pohon beringin belakang sekolah. Mengatur napas dan memejamkan mata sejenak.
Jika boleh dikatakan bahwa gue hampir pingsan saat ini.
"Kenapa lo Nggi?" Ana sudah duduk di sebelah gue dengan menyodorkan es teh ukuran jumbo.
"Gue kan puasa An. Perasaan sudah tiga kali gue bilang loh." kata gue lalu kembali menutup mata. Takut tidak kuat melihat es teh yang sekarang sangat menggoda iman.
"Maaf, gue lupa lagi." kekeh Ana. Menyeruput es teh dengan suara yang sengaja dikeraskan. Mau tidak mau gue menelan air liur sendiri dengan getir. Ini anak satu memang suka sekali memancing emosi.
"Tolong anterin gue pulang ya. Nggak kuat ini." bisik gue.
"Of course." ujar Ana sebelum pergi meninggalkan gue untuk ganti baju.
"An, gue numpang mandi di rumah lo ajah ya." seru gue sebelum Ana menghilang dari balik tembok. Dan dibalas dengan lambaian tangan malas.
Dari pada mandi di kamar mandi sekolah yang sempit mendingan gue menumpang mandi di rumah Ana yang besar dan ada shower air panasnya. Lumayan untuk menghilangkan pegal-pegal sehabis memanen padi.
Kalau gue mandir memakai air dingin bisa-bisa puasa gue batal karena saking segernya lalu tanpa sadar minum air.
"Emang lo diusir orang tua sampai numpang mandi segala?" suara serak-serak basah itu kini membuyarkan imajinasi gue yang sedang menikmati hangatnya air di kamar mandi rumah Ana.
Ya Allah...bisa tidak satu hari saja gue tidak diganggu oleh trio kibul ini?
Trio kibul alias tiga kambing bule, gue namakan seperti itu karena tiga cowok keren tapi reseh ini bule semua. Ada di Jono yang mirip Jack di film Titanic, Edi si rambut keriting dan Ebi yang tergila-gila dengan sushi. Tipikal cowok keren ala cerita wattpad yang fenomenal, yang digandrungi cewek-cewek sekolah.
Bagi gue mereka itu seperti makhluk dari langit ke tujuh versi geng ambyarmya Budi. Selain karena mereka bertiga punya hubungan saudara alias sepupuan, tinggal dalam satu rumah yang sama, berangkat sekolah bareng, punya kegiatan yang satu minat yaitu membuat content yutub dan lain sebagainya yang gue nggak mau tahu lebih banyak. Satu yang pasti gue bukan orang yang bisa masuk dalam lingkaran mereka.
Memang tidak ada aturan tertulis dengan siapa saja kita boleh berteman dan bergaul, tetapi kita juga harus tahu diri dan bisa membaca keadaan di lingkungan mana kita bisa berpijak menjadi diri sendiri tanpa memakai topeng kepura-puraan. Lagi pula Prembun hanyalah kota kecamatan kecil yang sederhana dan damai. Janganlah diusik oleh drama termehek-mehek ala sinetron TV.
"Gue aja yang anter lo ya Nggi?" usul Ebi yang tanpa sadar sudah duduk di sebelah gue.
"Terima kasih. Gue udah bareng Ana kok." jawab gue malas. Jarang banget Ebi mau ngobrol dengan orang lain dan itu gue? Bukan sok ge-er nih tapi musti ada maunya ini anak.
"Yah, padahal gue pengen lihat stasiun."
"Buat apa? Elo kan bisa kesana sendiri barengan Edi dan Jono. Ngapain harus bareng gue segala?"
"Pengen kenalan sama calon mertua." aku Ebi penuh penghayatan dan muka serius yang memang selalu serius.
"Hahahahaa...gak cocok lo gombal gini. Belajar dari siapa lo? Andi? Budi?" sumpah gue ngakak pas lihat muka Ebi yang pada dasarnya kelewat serius bergombal ria barusan. Dan karena gue yakin itu juga cuma bercanda. Tidak kurang tidak lebih.
"Nggak cocok ya? Tuh kan apa gue bilang apa bro, Anggi mana mempan jurus gombalan kayak tadi." adu Ebi ke Edi yang tengah sibuk dengan kameranya.
"Siapa tahu jodoh Bi." ujar Edi tidak terima disalahkan tanpa menoleh dari kamera yang dia pegang. Sibuk sendiri mengutak atik entah tombol apa.
"Ya udah, sampai ketemu di rumah Ana yang Nggi." ucap Jono sembari mengajak dua sepupunya pergi meninggalkan gue sendirian.
What?!
Ketemu lagi di rumah Ana?
Oh iya, kayaknya Ana pernah bilang kalau rumah mereka itu tetanggaan.
-
"An, seberapa deket rumah lo sama Jono?" tanya gue penasaran saat kami sudah di parkiran sekolah. Suasana sekolah masih terbilang cukup ramai karena panen raya tadi.
"Seperti aku dan kamu." jawab Ana dengan mimik menyakinkan.
"Serius?" gue tidak bisa percaya ini. Ana hanya mengangguk sebagai tanpa membenarkan.
"Kenapa? Tenang saja kalau mereka usil dan gangguin lo lapor saja ke gue." tambah Ana yang sudah bersiap di motornya.
"Nggak apa-apa kok. Cuma penasaran. Memangnya lo nggak pernah diusilin mereke?"
"Gue punya sabuk hitam Nggi. Mereka cuman keren diluar doang, soal lain mah lewat. Kecuali Jono."
Tuh kan, Jono lagi Jono lagi. Bosen gue.
Ana memang punya sabuk hitam taekwondo dan kemampuan bela dirinya tidak perlu diragukan lagi. Juga soal basket. Itu juga yang membuat Annalia terlihat keren dimata gue. Tipe saudara idaman.
Lalu fakta bahwa Ana dan trio kibul adalah tetangga langsung membuat gue berpikir ulang untuk mampir ke rumah Ana.
"An, kayaknya gue nggak jadi ke rumah lo deh. Langsung pulang aja ya." nyali gue menciut secara tiba-tiba membayangkan wajah trio kibul.
Mungkin karena gue puasa, apa-apa terbawa baper padahal biasanya gue juga nggak peduli.
"Nggak bisa dong, mama lagi masak buat lo berbuka nih." tolak Ana, membelokkan motornya ke kanan alih-alih ke kiri menuju arah kontrakan gue.
"Ya itu, gue jadi ngerepotin ibu elo An." sesal gue karena baru menyadari bahwa setiap ke rumah Ana pasti ibunya akan heboh menyajikan aneka jenis makanan dan camilan.
"Justru karena mama seneng. Kalo dibolehin mungkin mama akan minta lo tinggal bareng. Padahal mama sudah punya gue. Anak cewek satu-satunya."
Benar memang, adalah Annalia anak bungsu sekaligus anak cewek satu-satunya, dua kakaknya cowok. Tetapi kelakuan Ana jauh dari kata feminim itulah yang membuat ibunya Ana selalu menyambut gue secara berlebihan.
Dan gue juga harus bertanggung jawab untuk ucapan gue tadi di sekolah.
Seperti yang gue perkirakan, dengan senyum lebar ibunya Ana menyambut gue dan meluk gue seakan lupa kalau gue masih bau keringat dan belum mandi.
Dan seperti biasa juga, Ana akan pura-pura cemburu diperlakukan tidak adil oleh ibu kandungnya sendiri. Padahal aslinya senang bukan main, berhasil lolos dari jeratan sang ibu yang selalu menuntut dia untuk menjadi feminim.
-TBC-
cerita Masa Mudaku Kisah Cintaku versi lengkap hanya ada di Webnovel dengan link berikut ini: https://www.webnovel.com/book/masa-mudaku-kisah-cintaku_19160430606630705
Terima kasih telah membaca. Bagaimana perasaanmu setelah membaca bab ini?
Ada beberapa cara untuk kamu mendukung cerita ini yaitu: Tambahkan cerita ini ke dalam daftar bacaanmu, Untuk semakin meriah kamu bisa menuliskan paragraf komen atau chapter komen sekali pun itu hanya tulisan NEXT, Berikan PS (Power Stone) sebanyak mungkin supaya aku tahu nama kamu telah mendukung cerita ini, Semoga harimu menyenangkan.
Yuk follow akun IG Anggi di @anggisekararum atau di sini https://www.instagram.com/anggisekararum/