Apalagi jika harus mengingat kejadian kemarin seperti mau bunuh diri saja rasanya. Karena keisengan gue yang mendadak muncul tanpa pemberitahuan membuat mulut gue asal bicara dengan meminta nomer HP-nya Jono, dan menghasilkan kesepakatan yang terpaksa yaitu gue harus membeli iPhone X dia seharga tiga ratus ribu rupiah. Pada akhirnya gue hanya bisa jawab akan diskusikan terlebih dulu dengan orang tua karena gue tidak mau dicurigai sebagai pencuri HP.
"Bu...ibu...Anggi mau cerita boleh ya?"
"Iya boleh." jawab ibu yang sibuk memotong bawang merah.
"Ini...ada teman Anggi yang mau jual HP dan boleh Anggi bayar seharga 300 ribu. Kebetulan tabungan Anggi cukup. Jadi boleh dibeli kan?"
"HP merk apa itu kok murah?"
"Enggg...mirip-mirip iPhone gitu katanya." decit gue harap-harap cemas. Berdoa dalam hati, semoga orang tua gue nggak tahu merk HP yang harganya minta ishtighfar.
"Ya... kalo memang Anggi mau beli. Tapi itu bisa dipakai buat internet kan?"
"Bisa."
"Ya sudah, dari pada Anggi terus terusan pinjam HP punya ibu atau ayah untuk mengerjakan tugas kan."
"Beneran nih, boleh?"
"Iya. Lagi pula itu uang tabungan Anggi kan. Terserah Anggi mau buat apa, selama itu positif."
"Makasih bu. Ibu Cantik deh." jujur gue seneng banget mendengar lampu hijau dari orang tua yang biasanya berjalan alot saat negoisasi.
"Jadi...nanti tidak ada acara mau menginap dirumah Ana dengan alasan tidak punya gawai ya." timpal ayah yang tiba-tiba datang entah dari mana.
Mendengar hal itu gue merasa ada sambaran petir di siang bolong, tepat di kepala gue. Menghancurkan suka cita atas perayaan gue untuk ijin dari ibu.
"Lagian belum pernah dikasih ijin juga." protes gue tidak terima. Dan, perasaan gue baru satu kali minta ijin menginap? Itu juga ditolak mentah-mentah.
Ayah memang selalu seperti itu. Bisanya melarang ini itu tanpa memberikan solusi yang pasti.
◇
Sabtu sore, lapangan olahraga indoor sekolah yang biasa dipakai untuk latihan badminton masih sepi. Hanya ada beberapa anak cowok yang sudah datang. Ada dua anak kelas yang gue kenali sebagai Andi dan Amad. Mereka akan ikut lomba tingkat kecamatan di bulan Agustus sebagai partner ganda putra.
Ada yang lucu dari seorang Amad. Namanya Muhammad Yusuf Al Fatih si anak Rohis, tetapi di sekolah dipanggil dengan Amad. Kenapa bukan dengan nama panggilan Yusuf, Muham, Ahmad atau Fatih?
Kan sayang nama bagus begitu panggilannya Amad. Dan bagi gue hal itu terasa seperti sebuah misteri yang suatu hari harus gue cari tahu serta pecahkan. Kalau gue sedang nggak ada kerjaan tentunya.
Karena pada dasarnya gue ini tipe anak yang selalu penasaran. Kepo maksimal akan sesuatu hal yang menurut gue aneh, sebuah misteri, mencurigakan dan absurd di logika otak gue. Tapi anehnya, gue sama sekali tidak ingin penasaran soal-soal semacam boyband korea, gosip artis, dan lain sebagainya yang biasa anak cewek bahas di sekolah. Atau mungkin gue bukan termasuk kategori cewek tulen?
Masa bodo.
Gue lebik tertarik dengan hal-hal yang berbau sains seperti berapa jumlah bintang di langit dari pada perihal tidak berfaedah tersebut.
Gue dan semua hal yang melekat pada diri gue adalah milik gue. Titipan Allah yang musti gue jaga dengan sepenuh hati. Jadi, gue merasa nggak harus hidup dengan standar yang orang lain terapkan, kan?
"Nggi, lo ikut badminton juga?" celetuk Andi yang tahu-tahu sudah ada didekat gue.
"Iya. Perasaan juga sudah sering ketemu kok. Nggak usah sok kaget gitu deh." desis gue geli sendiri melihat Andi yang sok nggak kenal. Dasar buaya darat satu ini ada saja modus muslihatnya.
Andi Munandar itu teman satu geng ambyar bareng Budiman. Hampir setiap hari menyanyikan lagu kebangsaan mereka dari the godfather of broken heart yaitu Kebumen I Love You. Mereka bangga sekali nama Kebumen dijadikan lagu oleh pak dhe Didi Kempot.
Yang membedakan Andi dengan anggota geng lainnya dia itu lebih oke secara visual ketimbang Budi yang hitam keriting, kata Stefie pastinya. Bagi gue cowok kelas itu sama saja, buaya darat semua. Ada saja kesempatan buat modusin anak cewek berlima. Sekali pun kata dia saudara kembar Aramis Knight.
"Eh iya ya. Pangling soalnya. Rambut lo pendekan dikit sih Nggi, jadi nggak kenal. Padahal bagusan rambut panjang seperti dulu."
"Ya nanti juga tumbuh lagi."
"Gue nggak sabar menunggu saat itu." oceh Andi dengan senyum penuh arti dan tatapan mata yang dibuat seakan gue ini objek langka. Alien. Makhluk hidup yang hampir punah dan musti dijaga baik-baik kelestariannya.
"Makasih udah mau nunggu." balas gue jadi risih ditatap Andi lekat begitu.
"Tapi jangan lama-lama ya..."
"Tergantung asupan nutrisi yang gue makan dong."
"Kok nutrisi. Bukan itu Nggi maksud gue..."
"Apaan?"
"Jawaban lo, kapan siap menerima cintaku. Gue suko lo. Mau kan jadi pacar gue?" celetuk Andi dengan intonasi yang begitu jelas, pelan dan hampir mirip seperti ejaan anak SD.
Sialan ini cowok. Modusnya kebangetan parah.
"Tunggu seribu tahun lagi." ketus gue gemas, ingin menggilas mulutnya di penggilasan kamar mandi kontrakan yang semennya sudah banyak berlubang.
"Rapi Amad dong gue. Eh tapi, ada si Amad nih. Jadi lo sukanya sama Amad? Wah nggak bisa gitu Nggi..." protes Andi yang dibuat-buat.
"Apaan sih Ndi. Lo lagi kumat ya?" timpal Amad yang tidak terima namanya dibawa-bawa. Menonyor lengan Andi memakai raket.
"Emang nih. Eh, Rohis punya tim rukyah nggak? Kalo ada tolong dong ini Andi dirukyah." seloroh gue ikut menonyor bahu Andi dengan raket.
"Ada. Tapi ini bukan karena kerasukan setan loh Nggi. Cuman salah makan pasti tadi pagi. Bubur bayi adiknya dimakan pasti..." oceh Amad. Bisa bercanda juga dia. Gue kira anak Rohis pasti bahasannya tidak jauh-jauh dari Al Qur'an dan Hadis.
"Awas ya Mad kalo lo sampe jadi teman makan teman." kata Andi pura-pura mengancam.
"Kebanyakan nonton sinetron lo Ndi." balas Amad kemudian beranjak pergi karena kakak kelas sudah banyak yang datang.
Tidak lama berselang, bapak pelatih datang. Memberikan intruksi untuk melakukan pemanasan, membagi kami kedalam beberapa regu dan membacakan ulang anak-anak yang harus mengikuti lomba.
Gue kebagian kategori tunggal putri dan ganda campuran dengan partner Amad. Hal itu tentu membuat Andi protes keras kepada bapak pelatih dan meminta mengganti Amad dengan dirinya sendiri sebagai partner gue.
Bukan jadi merasa bangga sebab diributin Andi begitu rupa, tetapi gue malu pake banget. Gue jadi heran kok ada makhluk ajaib bin aneh sebentuk cowok bernama Andi Munandar tersebut. Bahkan Amad pun menyerah dengan merelakan posisi sebagai partner gue jika harus, tetapi bapak pelatih menolak keras karena alasan tidak masuk akal si Andi. Yaitu cemburu.
Helooow...
-TBC-
cerita Masa Mudaku Kisah Cintaku versi lengkap hanya ada di Webnovel dengan link berikut ini: https://www.webnovel.com/book/masa-mudaku-kisah-cintaku_19160430606630705
Terima kasih telah membaca. Bagaimana perasaanmu setelah membaca bab ini?
Ada beberapa cara untuk kamu mendukung cerita ini yaitu: Tambahkan cerita ini ke dalam daftar bacaanmu, Untuk semakin meriah kamu bisa menuliskan paragraf komen atau chapter komen sekali pun itu hanya tulisan NEXT, Berikan PS (Power Stone) sebanyak mungkin supaya aku tahu nama kamu telah mendukung cerita ini, Semoga harimu menyenangkan.
Yuk follow akun IG Anggi di @anggisekararum atau di sini https://www.instagram.com/anggisekararum/