Karena tidak mungkin gue bisa berada di kelas dengan tenang tanpa gangguan maka gue memilih pergi. Kemana saja asal tidak perlu bertemu Andi.
Jadi inilah bukti perasaan tidak enak gue sejak pagi tadi.
Karena terlalu kesal gue jadi tidak memperhatikan kemana kaki gue melangkah dan binggung sendiri saat menyadari gue ada di aula sekolah, berdiri ngos-ngosan disamping deretan mading. Reflek gue menoleh ke salah satu papan kaca penuh artikel lalu mendekat. Pelan saja membaca satu per satu artikelnya.
Ada satu yang menarik, selebaran tertulis sebuah kajian Rohis bulanan bersama Umi Sarah dimana akan membahas seputar remaja masa kini. Gue tertarik.
Tidak terasa bel sekolah berbunyi tanda waktunya pelajaran pertama akan dimulai. Buru-buru gue berlari menuju kelas hingga menabrak Abdi, ketua kelas.
"Ya ampun Anggi...dicari dari tadi kemana?"
"Dari mading"
"Lo disuruh kumpul di lapanga badminton sekarang. Buruan kesana gih." usir Abdi dengan mendorong gue kearah lapangan badminton yang letaknya disamping kanan lapangan upacara.
Gue lalu berlari buru-buru kesana dan bersyukur tidak harus masuk kelas, harus satu ruangan dengan Andi dalam angan saja sudah membuat gue tidak semangat.
Seharian gue dan Amad latihan hingga jam istirahat kedua bunyi. Capek tapi menyenangkan. Setidaknya gue nggak harus khawatir harus ke kelas hari ini. Suasana hati gue sedang tidak karuan. Kayaknya memang gue sedang PMS.
"Makan dulu Nggi." suara Ana dari belakang sambil memberikan kotak makan siang.
"Makasih An."
"Itu dari Jono." benar saja, saat gue buka untuk melihat isinya ternyata spageti.
"Kalo gitu tolong sampein makasih dari gue." tanpa lama gue langsung makan dan ternyata memang enak. Tidak lupa gue berdoa dulu dong.
"Bilang sendiri. Males ah ngobrol sama dia." ocah Ana otomatis membuat gue binggung. Pasalnya, di kelas tadi pagi jelas gue lihat kalau mereka asyik bercanda ria.
"Iya deh." ucap gue dengan mulut penuh isi. Dan tanpa lama Ana langsung pergi lagi.
"Nanti kita harus laihan sampe sore, Nggi." ujar Amad yang nggak gue sadari keberadaannya dari tadi ada di sebelah.
"Keysip. Oh iya, kajian Umi Sarah kira-kira gue bisa ikut?" tanya gue ke Amad yang sedang memandang jauh ke depan.
"Semua anak bisa kok. Cuman hari itu kita ada tanding." jawab Amad masih dengan memandang entah apa.
"Sayang banget ya. Padahal gue pengin baanget ikut."
"Lo masih bisa ikut kajian Umi Sarah, tiap pekan di masjid dekat lapangan." terang Amad seakan memberi harapan baru buat gue.
"Makasih infonya, Amad. Jujur, gue suka kajian-kajian tentang remaja." aku gue.
"Kenapa nggak ikut remaja masjid sekalian?" ucap Amad yang sontak membuat gue kaget. Remaja masjid itu kan mirip dengan rohis, lah gue?
"Gue belum berhijab, Amad. Apa boleh?"
"Boleh. Kalo sekedar ikut kajian rutin pekanan ya nggak apa-apa Nggi. Cuman kalo lo mau nyalon jadi pengurus syarat wajibnya harus itu."
"Oh begitu...gue baru tahu nih. Makasih ya."
"Sama-sama Nggi."
●
Orang tua bilang remaja itu masa-masa paling rawan, memang.
Remaja itu suka mencoba hal baru, ada benarnya.
Masa remaja merupakan masa pencarian jati diri, sebagian besar mungkin.
Remaja itu saat-saat dimana pergolakan batin, gue alami sekarang. Satu kata yang bisa mewakili yaitu kata galau.
Gue galau bukan karena Andi yang tidak tahu diri terus saja mengganggap gue pacarnya dan tidak mau mendengar apapun yang gue katakan.
Gue galau bukan karena iPhone X yan gue bayar ke Jono kemarin binggung cara pakai fitur-fiturnya, alhasil hanya gue pakai untuk telepon, SMS, sekali-kali lihat obrolan grup kelas di WhatsApp dan mendengarkan musik. Mempunyai HP baru tidak memberikan efek apapun ke gue secara pribadi, selain gue beli dengan harga yang amat sangat murah.
Gue galau juga bukan karena PMS atau karena besok acara lomba di kabupaten.
Gue galau karena gue sedang galau.
Jono : Nggi...besok mau gue buatin spageti? Buat bekal lomba?
Gue cuma melirik pop up WA dari Jono. Kenapa juga itu anak sempat-sempatnya bertanya nggak penting begini malam-malam.
Anggi : Boleh.
Sial. Jari tangan gue gatel banget sih!
Jono : Oke.
Fix. Galau gue semakin bertambah.
Ana : Nggi...besok jangan naik sepeda. Gue jemput jam 06.30.
Anggi : Kenapa?
Ana : Udah nurut.
Anggi : An? Kenapa?
Lima menit, sepuluh menit, satu jam tidak ada tanda-tanda Ana akan membalas chat gue lagi. Gue makin galau.
Pelajaran berharga hari ini adalah obat galau itu gampang-gampang susah, buktinya setelah seharian kemarin gue berasa galau level 15 namun hari ini hilang dengan sendirinya. Digantikan oleh semangat membara dan optimisme full tank.
Kami berangkat menuju GOR kabupaten bersama pak Pujo sedangkan rombongan basket putra naik travel sekolah.
"Nggi, ini bekal buat lo." kata Ana sesaat setelah kami sampai di parkiran GOR. Menyerahkan kotak makan siang merah marun, yang gue kenali milik Jono.
"Makasih ya." jawab gue dan buru-buru pergi karena Amad memanggil untuk berkumpul mengadakan rapat darurat.
Padahal masih ada sesuatu yang ingin sekali gue bicarakan dengan Ana berkaitan tentang sikapnya yang akhir-akhir ini terasa aneh. Seperti Ana enggan pulang bareng gue kayak biasa, di kelas lebih banyak diam atau pura-pura tidur, atau menjaga jarak dengan trio kibul yang kentara sekali. Gue curiga ada apa-apa dan seperti biasa Ana selalu pendam sendiri. Jika pada akhirnya dia mau cerita, itu nanti sekali ketika sudah selesai masalahnya. Dan saat itu gue merasa tidak ada artinya sebagai seorang teman buat Ana. Gue merasa tidak berguna.
"Nggi, hari ini lo bisa fokus kan?" suara Amad membuyarkan lamunan gue.
"Bisa dong."
"Kalo gitu...hari ini saja lo buang jauh-jauh rasa khawatir yang kelihat banget. Apapun masalah lo hari ini tolong jangan jadikan alasan kita nggak menang. Oke?" lanjut Amad menegaskan lagi.
"Siap." sahut gue dengan suara lantang.
Detik berikutnya Amad memaparkan ulang apa saja strategi dan arahan pak Pujo tadi di rapat. Gue hanya bisa menganguk dan menyimak penjelasannya yang lebih enak didengar dan cepat masuk di kepala ketimbang saat pak Pujo yang bicara.
Harus gue akui bahwa Amad itu keren sebagai seorang partner dalam pertandingan ganda campuran kali ini. Dia tidak membiarkan gue kendor satu detik pun saat pertandingan berlangsung. Dengan hebatnya Amad mampu mengamankan posisinya dari serangan lawan. Serta sesekali membantu gue memberi serangan balasan.
Soal teknik jangan diragukan lagi Amad lebih jago dari pada gue kemana-mana. Seharusnya dia mempunyai partner yang lebih bagus dari gue yang miskin ilmu dan sedikit pengalaman bertanding. Namun, sekolah sudah mempercayakan amanat kepada gue jadi tidak boleh gue sia-siakan begitu saja. Gue harus berjuang sampai titik peluh terakhir serta memberikan yang terbaik, apapun keadaan gue sekarang.
-TBC-
cerita Masa Mudaku Kisah Cintaku versi lengkap hanya ada di Webnovel dengan link berikut ini: https://www.webnovel.com/book/masa-mudaku-kisah-cintaku_19160430606630705
Terima kasih telah membaca. Bagaimana perasaanmu setelah membaca bab ini?
Ada beberapa cara untuk kamu mendukung cerita ini yaitu: Tambahkan cerita ini ke dalam daftar bacaanmu, Untuk semakin meriah kamu bisa menuliskan paragraf komen atau chapter komen sekali pun itu hanya tulisan NEXT, Berikan PS (Power Stone) sebanyak mungkin supaya aku tahu nama kamu telah mendukung cerita ini, Semoga harimu menyenangkan.
Yuk follow akun IG Anggi di @anggisekararum atau di sini https://www.instagram.com/anggisekararum/