Chereads / Lucy's F(r)iend / Chapter 8 - Cinta

Chapter 8 - Cinta

[LUNA]

Dari semalam Lucy belum juga sadar.

"Aaagghh."

Berat sekali tubuh Lucy. Aku ingin memindahkannya ke tempat yang lebih nyaman, tapi tenagaku tidak cukup kuat.

"Mayat orang ini, sudah mulai membusuk."

Aku ingin pergi dari sini. Tapi Lucy...

"Tak apalah, aku bisa tahan baunya. Dan mungkin Lucy sebentar lagi sadar."

Sekarang perutku berbunyi. Aku melihat ke luar jendela.

"Ternyata sudah siang. Pantas saja aku sudah sangat lapar."

Tenang perut, kita tunggu Lucy sebentar lagi.

Aku mendengar suara samar-samar.

"Kalian ke sana."

Siapa mereka?

Tiba-tiba pintu didobrak lalu datang orang-orang dengan senjata api dan berseragam hitam.

"Tahan tembakan. Jangan sampai kita menyakitinya."

"Siapa kalian?"

"Ikutlah bersama kami jika Nona ingin selamat."

"Tidak. Aku tidak mau."

"Pak, Hybrid ini dalam keadaan tidak sadarkan diri."

"Jangan sentuh Lucyku!"

Aku mendorong orang yang mendekati Lucy.

"Tenang, Nona. Kami tidak akan menyakitinya. Tapi, kami tetap harus menangkapnya."

"Kalian tidak boleh menangkapnya!"

Aku terus berteriak sambil terisak.

"Bagaimana ini, Pak?"

'Tim serbu, di sini Kapten. Laporkan statusmu.'

"Saya sudah di lokasi. Tapi, wanita ini terus memberi penolakan."

'Tangkap saja dia. Aku tidak peduli dengannya.'

"Siap, laksanakan."

Apa? Apa yang harus aku lakukan?

"Tangkap dia!"

"Siap!"

"Jangan mendekat! Tidak. Lucy, tolong aku!"

"Kami sudah mendapatkannya."

"Lepaskan aku!"

Aku terus memberontak.

"Sekarang bawa dia!"

"Siap."

***

[LUCY]

'Lucy!'

Luna?

'Bangun, dan selamatkan aku dari mereka! Lucy!'

***

"Matanya terbuka. Waspadalah!"

Aku langsung memukul kedua orang yang mengerubungiku, sampai terpental membentur tembok.

"Sial! Dia ternyata sangat kuat."

Aku menghajar semua orang yang menyerangku. Senjata api mereka tidak mempan pada tubuhku.

"Kenapa senjata ini tidak bisa melukainya?"

"Karena, aku bukan manusia biasa."

Aku mengangkat tubuhnya dan melemparnya ke belakangku. Lalu, menghajar sisanya sampai tak berdaya.

Aku mencari Luna sampai ke lantai bawah.

"Luna? Kau di mana?"

"Lucy aku di sini."

Di sana rupanya. Tunggu aku Luna.

"Diam di sana, atau aku lukai wanita ini."

Aku pura-pura menurutinya.

"Komando, segera kirim bantuan. Kami di serang oleh monster ini. Komando, masuklah."

Aku dengan cepat beralih ke belakangnya.

"Di mana dia?"

"Aku di sini."

Aku memukul pundaknya dengan keras, dia pun tumbang. Luna ikut terjatuh.

"Aku tangkap kau."

"Terima kasih, Lucy."

Dia tersenyum dan mulai tak sadarkan diri.

"Luna, sadarlah! Luna!"

Dia pingsan. Wajahnya terlihat pucat. Sepertinya dia kelaparan.

***

"Luna? Bangun!"

"Lucy. Kita di mana?"

Akhirnya dia sadar juga.

"Kita sudah di tempat yang aman sekarang. Bangun dan makanlah. Aku sudah membelikan makanan kesukaanmu."

"Terima kasih."

***

[LUNA]

Tak terasa hari ini sudah mulai malam lagi.

"Ngomong-ngomong, apa yang terjadi padaku kemarin malam?"

"Tidak, tidak terjadi apa-apa."

Aku memeluk Lucy dengan lembut.

"Apa ini? Kau kenapa jadi manja seperti ini?"

"Tidak, aku hanya ingin bersamamu. Sepanjang malam."

Lucy tiba-tiba terlihat sedih. Dengan lembut dia mengusap wajahku. Matanya terlihat sangat sayu, seakan banyak sekali penderitaan yang dia alami.

"Aku sudah kehilangan banyak orang yang aku sayangi, karena statusku adalah seorang Hybrid."

Dia menangis? Ini pertama kalinya aku melihatnya menangis.

"Aku tidak ingin kehilangan satu lagi orang yang aku sayang! Aku tidak mau!"

"Lucy... Itu artinya kau..."

Lucy membalas pelukanku dan pelukannya ini... terasa begitu hangat.

"Aku mencintaimu, Luna. Aku tidak ingin kau pergi, aku tidak ingin kau menghilang seperti yang lain, aku ingin kau tetap ada di sampingku. Selamanya. Walau pun aku tahu kalau perbedaan umur kita sangat jauh... Tapi, aku tidak ingin berpisah darimu. Aku mencintaimu!"

Jadi begitu, ternyata selama ini dia mencintaiku. Pantas saja dia tidak pernah meninggalkanku. Pantas saja dia selalu perhatian denganku. Pantas, sejak dia selalu keras kepadaku, ternyata semua ini dia lakukan untuk melindungiku. Mana mungkin pria sebaik dia aku tinggalkan sendiri, terlebih lagi...

"Aku juga mencintaimu, Lucy. Aku tidak peduli sesuram apa masa depan kita, yang terpenting sekarang adalah, kau ada di sampingku. Dan meski bahaya selalu mengintai kita, aku selalu aman... dan nyaman bersamamu."

Lucy berhenti memelukku. Aku dipangku dan dibawa ke kamar.

"Lucy, turunkan aku."

Kami saling bertatapan, sangat intens.

"Luna..."

"Lucy..."

Lucy menciumku dengan lembut dan aku merasakan ada sesuatu yang mengalir ke dalam tubuhku. Tapi, aku tidak mengerti apa itu. Lalu, Lucy memanjakanku dan kami berdua menjalani malam ini dengan penuh kehangatan, dan kebahagiaan.

Aku sangat mencintaimu, Lucy.

***

[LUCY]

Malam ini terasa sangat indah, bintang-bintang bersinar. Meski tak begitu terang. Dan yang lebih penting sekarang, Luna aman di sampingku.

"Lucy..."

Dia mengigau, dan dia terlihat sangat manis sekarang.

"Kau sangat baik dan sangat lembut..."

Sepertinya aku ada dalam mimpinya.

"Selamat malam, Luna."

Aku berbisik dengan lembut ke telinganya, lalu dengan perlahan aku mengecup keningnya.

Aku mencintaimu, Luna.

***

"Bangun, waktunya sarapan."

Aku melihat Luna tengah berdiri sambil membawa nampan berisi makanan.

"Ah, sudah pagi, ya."

Wajah Luna terlihat sangat berseri. Ah, iya. Aku rasa karena perlakuanku yang semalam.

"Terima kasih!"

Luna duduk di pinggir kasur, memperhatikanku yang sedang makan.

"Apa kau sudah makan?"

"Belum."

"Lalu, kenapa kau hanya membawa satu mangkuk saja?"

Dia tampak malu-malu.

"Ya sudah, ini kan yang kau mau."

Dengan malu-malu dia membuka mulutnya. Aku tertawa melihat cara mengunyahnya yang lucu.

Sial! Aku benar-benar jatuh cinta padanya.

"Tapi, tunggu. Kau dapat makanan ini dari mana?"

"Aku membelinya. Kenapa?"

Luna menunduk dan wajahnya terlihat merasa bersalah.

"Maaf, aku sudah memakai uangmu tanpa izin untuk membeli makanan ini."

"Aku tidak marah soal itu. Tapi, yang aku khawatirkan... Kita sedang bersembunyi, kita tidak boleh keluar rumah ini sembarangan."

"Maafkan aku."

"Ayo ikut denganku."

Aku membawa Luna ke kamar mandi.

***

"Ke sini, biar aku gunting rambutmu."

"Kenapa digunting?"

"Nanti aku jelaskan."

Aku menggunting rambut Luna jadi sebahu. Poninya juga aku buat berbeda.

"Potonganmu kurang rapi."

"Sudahlah, yang penting kau terlihat berbeda. Dan ini, anting-antingmu, kau lepaskan saja."

"Tapi, ini pemberian ibuku."

"Aku tidak memintamu membuangnya. Aku hanya memintamu untuk tidak memakainya saja. Karena, ini jadi ciri bagi orang-orang itu buat mengenalimu."

"Baiklah."

Aku juga melepaskan tindikanku dan memotong rambutku dengan gaya yang berbeda.

"Lucy..."

"Apa yang..."

Ah, ini tidak terduga.

***

Kami sudah berhari-hari tinggal di sini. Tempat ini, sepertinya tempat yang aman bagi kami. Aku sama sekali tidak merasakan aura manusia iblis di sini.

Yang bisa aku rasakan hanya aura manusia murni dan keturunan-keturunan manusia iblis saja. Dan mereka tidak berbahaya. Karena, mereka tidak mewarisi kekuatan iblis dari orang tua mereka.

Dan lagi, karena tidak adanya manusia iblis di sini, orang-orang itu tidak akan mencurigai tempat ini.

"Lucy, lihatlah. Apa aku terlihat lucu memakai bandu telinga kucing ini?"

Oh, tidak. Jangan senyum manis itu lagi.

"Ya, kau lucu."

Aku berusaha bersikap biasa saja.

"Terima kasih!"

Ya ampun, dia semakin menjadi-jadi. Aku tidak tahan.

***

"Apa kau sudah belanjanya?"

"Sudah."

"Ya sudah, kita pulang."

***

Entah kenapa, aku tidak bisa tidur malam ini.

"Perasaan ini... Sama seperti waktu itu."

Aku melihat Luna dan dia sudah sangat terlelap.

***

Aku terjaga di atas genting rumah ini. Memandang ke langit yang semakin terlihat menghitam.

"Aku tidak boleh lengah. Aku harus menjaga Luna dari ancaman apa pun."

Tiba-tiba aku merasakan kekuatan jahat yang begitu pekat. Energi hitam mengumpul di satu titik, lalu membesar membentuk bola energi hitam.

"Kau mau apa lagi sekarang?"